Purbalingga (ANTARA) - Pagi baru saja dimulai ketika kabut yang menyelimuti Gunung Slamet di Jawa Tengah perlahan-lahan mulai menghilang, tapi burung-burung sudah sibuk berkicauan seakan bersahutan dengan deru suara motor.
Pagi juga baru saja dimulai ketika hawa dingin berteman dengan teh hangat dan tempe mendoan yang tersaji di sebuah meja kayu di salah satu "homestay" di Desa Wisata Serang, Purbalingga, Jawa Tengah.
Homestay tersebut merupakan rumah seorang warga bernama Joko Purwanto, yang difungsikan juga sebagai tempat menginap bagi tamu dan wisatawan. Wisatawan yang mau menginap di homestay tersebut cukup membayar Rp50.000 per orang sudah termasuk paket makan untuk satu kali.
Joko menjadikan rumahnya sebagai tempat menginap bagi wisatawan sejak 2013 dengan nama "Homestay Gunung Slamet". "Saya namakan Gunung Slamet karena homestay saya ini memang berlatar gunung, belakang rumah saya itu terlihat jelas Gunung Slamet apalagi kalau sore hari dan tidak sedang hujan," katanya.
Joko memang tidak berlebihan, di balik rumahnya tampak kebun sayuran membentang dan Gunung Slamet yang sangat indahnya. Dalam satu bulan, ada sekitar empat hingga lima orang wisatawan yang menginap di tempatnya. "Wisatawan yang datang asalnya dari mana-mana, pernah ada yang dari Jakarta bahkan ada yang dari Jepang," katanya.
Joko mengaku senang bisa berinteraksi langsung dengan pengunjung yang datang. Apalagi jika yang datang adalah turis asing. Meski kesulitan dalam berkomunikasi dengan turis mancanegara karena dia tidak begitu menguasai bahasa asing, tapi baginya, selama ada kemauan di situ ada jalan. "Ya akhirnya kami memakai bahasa isyarat," katanya sambil tertawa.
Kepala Desa Serang, Sugito mengatakan bahwa hingga saat ini ada sekitar 68 homestay di desa wisata tersebut. Pemerintah desa memang terus mendorong pengembangan "homestay" untuk meningkatkan minat wisatawan datang berkunjung. Seluruh homestay yang ada dikelola langsung oleh warga di bawah pengawasan kelompok sadar wisata atau pokdarwis setempat.
Menurut dia, bisnis homestay cukup potensial bagi warga setempat karena banyak peminat. Harganya pun beragam misalkan ada warga yang memasang tarif Rp50.000 - Rp75.000 per orang per malam lengkap dengan sarapan dan ada warga yang memasang tarif sewa untuk satu rumah penuh sekitar Rp700.000 hingga Rp800.000 per malam.
Rumah yang disewakan juga memiliki ukuran yang sangat beragam. "Misalkan ada rumah yang dilengkapi tiga kamar tidur, ada yang lima kamar tidur beserta aula dan dapur dan masih banyak lagi jenis dan ragamnya," katanya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pariwisata Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata (Dinporapar) Purbalingga, Prayitno mengatakan bahwa pihaknya terus berupaya untuk mengembangkan desa-desa wisata yang potensial yang ada di wilayah setempat guna makin meningkatkan angka kunjungan wisatawan.
Pengelola desa wisata termasuk pelaku homestay, menurut dia, juga harus jeli mengambil peluang karena desa wisata pada saat ini telah menjadi wisata alternatif wisatawan yang datang ke suatu tempat, termasuk ke Purbalingga sehingga terdapat banyak peluang yang bisa dimanfaatkan.
Apalagi, kata dia, aksesibilitas menuju Purbalingga pada saat ini makin mudah dengan adanya Jalan Tol Trans Jawa yang memiliki exit tol di Pemalang.
Karena itulah wisatawan yang datang ke Purbalingga diprakirakan terus meningkat cukup besar. Pada 2017 wisatawan yang datang sekitar 2,53 juta orang, dan pada 2018 meningkat menjadi 3,8 juta orang.
"Pada 2018 total wisatawan yang mengunjungi Purbalingga sekitar 3,8 juta orang dan sekitar 884.871 di antaranya merupakan wisatawan yang berkunjung ke desa wisata. Karena itu Pemkab Purbalingga terus berupaya mengembangkan desa wisata," katanya.
Promosi Digital
Pengamat pariwisata dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Chusmeru mengatakan bahwa pengelola homestay perlu meningkatkan promosi dan pemasaran secara digital untuk memudahkan wisatawan mencarinya di "market place".
Dia mengatakan bahwa pada saat ini pertumbuhan homestay atau rumah warga setempat yang difungsikan sebagai tempat menginap bagi tamu dan wisatawan di desa wisata terus mengalami peningkatan seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan pariwisata di Tanah Air
Dia mengatakan, pengelola homestay di Purbalingga perlu mencermati beberapa hal. Misalkan, pada 2018 u ditandai dengan adanya wisatawan milenial.
"Wisatawan seperti ini selalu merencanakan perjalanan wisatanya dengan mencari rujukan di internet, mencari informasi wisata, termasuk tempat menginap melalui berbagai aplikasi perjalanan dan media sosial. Oleh sebab itu, promosi dan pemasaran homestay secara konvensional mulai ditinggalkan," katanya.
Dia menambahkan, pada saat ini homestay menjadi salah satu pilihan yang menarik bagi para wisatawan milenial.
Menurut dia, hal itu disebabkan salah satu karakteristik wisatawan milenial adalah ingin mengunjungi tempat-tempat yang baru, yang unik, dan yang alami, baik dari sisi alam, budaya, maupun kulinernya.
Tempat menginap yang tepat bagi kalangan milenial tersebut salah satunya adalah homestay yang ada di pedesaan atau desa-desa wisata.
Dia juga menambahkan, pengelola homestay yang ada di Tanah Air termasuk di Kabupaten Purbalingga perlu beradaptasi dengan promosi dan pemasaran digital.