Semarang (ANTARA) - "Saat itu, sampah plastik seperti botol minuman plastik banyak sekali di Kali Banger yang mengalir di depan rumah. Berawal dari keprihatinan banyaknya sampah itulah kami mengumpulkan sampah," cerita Nurul Burhan saat ditanya awal terbentuknya Bank Sampah Guyub Rukun yang beralamat di Kelurahan Kemijen, Semarang Timur.
Burhan mengaku sempat kesulitan menyakinkan warga di sekitar tempat tinggalnya bahwa mengumpulkan sampah anorganik tidak sekadar menjadikan sungai dan lingkungan bersih, tetapi juga bisa menghasilkan uang, juga manfaat lainnya.
Butuh waktu untuk membuktikan kepada warga agar terlibat aktif mengumpulkan sampah anorganik, dimulai dari limbah keluarga seperti botol minuman plastik, kardus, kertas, atau buku mata pelajaran anak yang sudah tidak dipakai.
Berangkat dari keinginan yang kuat, Burhan bersama tim mulai mengumpulkan dan memilah sampah anorganik milik tetangga dan warga lainnya dengan memanfaatkan ruangan bekas toko listrik miliknya.
Pekerjaan Burhan di percetakan, juga mendukung keinginannya untuk membentuk bank sampah, karena dirinya bisa membawa limbah kertas dari tempat kerjanya, sehingga bisa menambah jumlah sampah yang terkumpul.
Upaya lain untuk menggerakkan keterlibatan aktif warga, ayah tiga anak ini bersama petugas yang lain menerapkan strategi "jemput bola". Burhan dan timnya keliling ke rumah warga mengambil sampah anorganik setiap Sabtu dan Minggu untuk dikumpulkan serta dipilah.
Hasil mengumpulkan sampah dijual ke pengepul. Sampah pun kini jadi uang. Bahkan uang hasil penjualan sampah bisa membiayai piknik sejumlah warga yang terlibat dalam pengumpulan sampah.
Semakin Terstruktur
Ketekunan Burhan dan kawan-kawan mengumpulkan sampah berbuah manis dengan terbentuknya bank sampah yang diberi nama Guyub Rukun. Bank Sampah Guyub Rukun menjadikan tim Burhan menjadi semakin terstruktur dan siap untuk mengumpulkan dan memilah sampah dengan sistem yang lebih baik lagi.
Buah manis lainnya, Bank Sampah Guyub Rukun tidak perlu lagi khawatir kekurangan tempat untuk mengumpulkan sampah, karena mendapat bantuan dari PT Pertamina (Persero) Marketing Operation Region (MOR) IV Area Jateng dan DIY melalui program tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) berupa bangunan gedung baru di RT2/RW11 Kelurahan Kemijen, Semarang Timur.
Tidak hanya bangunan, tetapi melalui program tersebut, Bank Sampah Guyup Rukun juga mendapatkan bantuan alat timbangan sampah dan alat pendukung lainnya yang mempermudah pekerjaan.
Program CSR Pertamina dengan bantuannya, menjadi tambahan bukti kuat kepada warga setempat bahwa sampah tidak selalu berhenti tempat pembuangan sampah, apalagi di Kali Banger.
Bukti yang lainnya, dengan program CSR tersebut juga menjadikan sampah bernilai, menghasilkan uang, dan lebih meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengumpulkan sampah dan tidak membuang ke sungai.
"Untuk sementara kami masih menggunakan tanda terima dengan buku dan ke depan kami berusaha beralih ke sistem android. Selain itu, ke depan harapannya bisa bekerja sama dengan sejumlah warung, sehingga sampah bisa dikonversi atau diganti tidak hanya berupa uang tetapi juga bisa dengan 'voucher' sembako," katanya.
Burhan mengaku masih berusaha menemukan rumus untuk memasukkan nasabah bank sampah atau data warga setempat ke android sesuai RT agar lebih memudahkan dalam pencatatan.
Giatkan Remaja
Ada banyak turunan manfaat dengan adanya bank sampah tersebut, lanjut Burhan, selain meningkatkan kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah ke sungai, dari bank sampah juga mulai menggiatkan remaja setempat untuk aktif dalam pengolahan sampah.
Remaja Karang Taruna mulai dilibatkan untuk ikut mengolah sampah plastik menjadi barang yang bermanfaat, seperti membuat ecobrick hingga pelatihan melukis kaos.
"Jadi manfaat yang diharapkan tidak selalu uang, tetapi remaja Karang Taruna diarahkan melakukan kegiatan yang positif. Jika biasanya kumpul-kumpul main 'game online', dengan beragam pelatihan menjadikan mereka produktif," katanya.
Hingga saat ini, selain dari limbah keluarga, limbah kertas dari percetakan, ada juga sampah yang berasal dari warga setempat yang memiliki usaha bantal.
"Rata-rata jumlah sampah yang kami kumpulkan setiap bulannya berkisar tiga kuintal hingga lima kuintal, pada musim tertentu seperti Lebaran dan kenaikan anak sekolah, karena banyak buku sekolah yang tidak dipakai," katanya.
Menurut dia, dengan keterlibatan Karang Taruna bisa mempercepat kemajuan Bank Sampah Guyub Rukun. Apalagi jika program CSR Pertamina terus berlanjut dengan bersedia memberikan alat bantu pres sampah, sehingga pekerja lebih cepat selesai.
"Selama ini kami mengepres sampah menggunakan papan yang dinjak-injak. Harapannya, kami bisa kembali mendapatkan bantuan dari program CSR Pertamina berupa alat ngepres sampah, sehingga bisa menekan biaya untuk pembelian karung karena setelah dipres bisa cukup dengan ditali," katanya.
Tidak hanya sampah anorganik, Bank Sampah Guyub Rukum pun sudah memulai mengumpulkan sampah organik yang diproses menjadi pupuk cair. Namun, masih terbatas karena mereka baru memiliki dua drum plastik dengan kapasitas 50 liter, sehingga pupuk cair yang dihasilkan juga masih minim, berkisar 600 miligram setiap satu minggu.
Pupuk cair hasil pengolahan sampah organik yang sebagian besar sampah organiknya diperoleh dari pasar terdekat, belum diperjualbelikan. Pupuk cair organik diberikan gratis untuk warga yang mau memanfaatkannya untuk tanaman di pot atau kebun.