Peragaan busana berbahan wastra semarakkan Museon Den Haag
London (Antaranews Jateng) - Para model melenggang mengenakan busana berbahan wastra atau kain tradisional Indonesia dalam peragaan busana bertajuk The Modest Heritage of Indonesia yang diselenggarakan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Den Haag bersama Pelangi Wastra Indonesia di Museon, museum budaya dan ilmu pengetahuan Den Haag, Belanda, pada 7 Desember.
Kreasi enam perancang busana, seorang perancang sepatu dan perancang tas ditampilkan dalam acara yang dihadiri sekitar 200 tamu itu menurut Minister Counsellor Fungsi Penerangan Sosial Budaya KBRI Den Haag Renata Siagian dalam siaran pers kedutaan pada Senin.
Desainer Leny Rafael menampilkan rancangan berbahan tenun Badui, Adelina Willy Suryani memamerkan busana berbahan sutra Garut, Rizki Permatasari menampilkan kain khas Sumba, dan Dwi Lestari Kartika mengangkat kain batik Bekasi dalam peragaan busana itu.
Sementara perancang Gita Orlin membawa batik Trenggalek, Melisa A. Bermara menampilkan karya yang terinspirasi oleh burung Enggang khas Kalimantan, Lala Gozali menampilkan kain lurik Jawa, dan Putri Permana membawa tas Jepara.
Duta Besar Wesaka Puja dalam sambutannya pada acara itu mengemukakan bahwa The Modest Heritage of Indonesia merupakan bagian dari upaya untuk mempromosikan kekayaan dan keragaman budaya Indonesia lewat kain-kain tradisional.
"Indonesia terdiri atas ribuan pulau dan ratusan suku bangsa dengan latar belakang etnis, bahasa, dan budaya yang berbeda-beda, termasuk tekstil uniknya yang sudah dikenal dunia, seperti batik," katanya.
Ia berharap peragaan busana berbahan wastra Indonesia bisa memberikan gambaran mengenai kekayaan budaya dan industri kreatif yang makin berkembang di Indonesia.
Sebelum mengakhiri sambutan, Wesaka mengutip slogan rumah mode Cushnie et Ochs, "Life is too short to wear boring clothes" (Hidup terlalu singkat untuk mengenakan busana membosankan).
Acara peragaan busana berbahan wastra Indonesia itu diawali dengan acara bincang-bincang bertajuk "Wastra Indonesia, Timeless Sources of Inspiration" yang dipandu Yetty Haning dari Centre for Culture and Development Belanda (CCD-NL), yang tahun depan menggelar program "Binding with Ikat" dengan mengirimkan tiga desainer Belanda ke Kupang untuk mendalami teknik maupun desain tenun ikat. (Editor : Maryati).
Kreasi enam perancang busana, seorang perancang sepatu dan perancang tas ditampilkan dalam acara yang dihadiri sekitar 200 tamu itu menurut Minister Counsellor Fungsi Penerangan Sosial Budaya KBRI Den Haag Renata Siagian dalam siaran pers kedutaan pada Senin.
Desainer Leny Rafael menampilkan rancangan berbahan tenun Badui, Adelina Willy Suryani memamerkan busana berbahan sutra Garut, Rizki Permatasari menampilkan kain khas Sumba, dan Dwi Lestari Kartika mengangkat kain batik Bekasi dalam peragaan busana itu.
Sementara perancang Gita Orlin membawa batik Trenggalek, Melisa A. Bermara menampilkan karya yang terinspirasi oleh burung Enggang khas Kalimantan, Lala Gozali menampilkan kain lurik Jawa, dan Putri Permana membawa tas Jepara.
Duta Besar Wesaka Puja dalam sambutannya pada acara itu mengemukakan bahwa The Modest Heritage of Indonesia merupakan bagian dari upaya untuk mempromosikan kekayaan dan keragaman budaya Indonesia lewat kain-kain tradisional.
"Indonesia terdiri atas ribuan pulau dan ratusan suku bangsa dengan latar belakang etnis, bahasa, dan budaya yang berbeda-beda, termasuk tekstil uniknya yang sudah dikenal dunia, seperti batik," katanya.
Ia berharap peragaan busana berbahan wastra Indonesia bisa memberikan gambaran mengenai kekayaan budaya dan industri kreatif yang makin berkembang di Indonesia.
Sebelum mengakhiri sambutan, Wesaka mengutip slogan rumah mode Cushnie et Ochs, "Life is too short to wear boring clothes" (Hidup terlalu singkat untuk mengenakan busana membosankan).
Acara peragaan busana berbahan wastra Indonesia itu diawali dengan acara bincang-bincang bertajuk "Wastra Indonesia, Timeless Sources of Inspiration" yang dipandu Yetty Haning dari Centre for Culture and Development Belanda (CCD-NL), yang tahun depan menggelar program "Binding with Ikat" dengan mengirimkan tiga desainer Belanda ke Kupang untuk mendalami teknik maupun desain tenun ikat. (Editor : Maryati).