Mahasiswa Unnes Bikin Dompet "Ajaib" Bagi Tunanetra
Semarang (Antaranews Jateng) - Tiga mahasiswa Universitas Negeri Semarang (Unnes) membuat dompet "ajaib" yang berfungsi sebagai pendeteksi uang yang dikhususkan bagi penyandang tunanetra.
"Saya pernah ketemu Pak Amin, tunanetra penjual alat listrik di Mijen yang pernah tertipu," kata Rizky Ajie Aprilianto, salah satu mahasiswa pencipta dompet "ajaib" itu di Semarang, Rabu.
Ditemui usai diwisuda, mahasiswa teknik elektro Fakultas Teknik itu menceritakan ketika itu Pak Amin disodori uang Rp10 ribu untuk barang-barang yang dibeli dengan harga sebesar itu.
Namun, kata dia, si pembeli mengaku kalau uang yang diberikannya Rp100 ribu sehingga Pak Amin yang tidak bisa melihat memberikan uang Rp90 ribu sebagai uang kembalian.
"Kasihan. Belum lagi kalau uang palsu. Makanya, kami bertiga merancang alat ini," kata Rizky yang mengetuai tim dari Unnes yang merancang dompet yang diberi nama "Idopu" (Inovasi Dompet Pendeteksi Uang) itu.
Bersama Oky Putra Pamungkas (teknik) dan Nur Anita (pendidikan ekonomi), mereka bertiga merancang dompet "ajaib" yang menggunakan sensor warna untuk mendeteksi uang kertas itu.
Ketika uang kertas dimasukkan dalam dompet "ajaib" itu, alat itu akan merespon dengan mengeluarkan suara sesuai nilai nominal uang yang dimasukkan, termasuk ketika yang dimasukkan adalah uang palsu akan bersuara "awas, uang palsu".
"Tingkat keakurasian dompet ini 93 persen. Kami ditanya yang tujuh persen ke mana? Yang tujuh persen itu dipengaruhi cahaya dari luar karena kami menggunakan sensor warna," kata putra pasangan almarhum Slamet Kadan dan Tarida (62) itu.
Secara fisik, Idopu berbentuk layaknya dompet yang didalamnya dilengkapi sebuah kotak mini, sensor warna, mikro kontroler, Mp3 player, baterai hingga perangkat automatis "powerbank".
Rizky menjelaskan sebenarnya uang kertas sekarang ini sudah dilengkapi dengan "blind code" untuk penyandang tunanetra yang terdapat di pojok kertas, tetapi uang yang sudah lama dipakai biasanya susah terbaca.
Dengan Idopu, kata lulusan peraih indeks prestasi komulatif (IPK) 3,64 itu, penyandang tunanetra kini tak perlu khawatir lagi bakal tertipu jika bertransaksi menggunakan uang kertas.
Meski diakuinya alat tersebut masih butuh penyempurnaan, terutama agar lebih simpel dibawa ke mana pun, sekarang ini pun sudah ada satu penyandang tunanetra yang memesan Idopu.
"Yang pesan baru satu, Pak Amin. Kami jual alat ini seharga Rp500 ribu. Biaya produksi alat ini sementara sekitar Rp375-420 ribu, makanya kami masih sempurnakan lagi," katanya.
Bagi Rizky, dompet "ajaib" Idopu yang membawa timnya meraih perak untuk kategori presentasi Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) 31 tahun 2018 itu merupakan "kado" bagi ibunya yang sedang terkena stroke.
Sementara itu, Rektor Unnes Prof Fathur Rokhman mengapresiasi karya mahasiswanya yang mengantarkan Unnes meraih perak pada ajang Pimnas 31 di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).
Bagi Unnes, kata Guru Besar Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Unnes itu, inovasi tersebut bisa menjadi inspirasi bagi mahasiswa-mahasiswa Unnes lainnya untuk terus berinovasi dan berprestasi.
"Kami akan mencoba hilirisasi agar alat ini bisa bermanfaat bagi masyarakat. Untuk Mas Rizky, kebetulan ayahnya sudah meninggal dan ibunya sedang sakit. Cita-citanya jangan berhenti sampai S1, kami akan fasilitasi beasiswa," kata Fathur.
"Saya pernah ketemu Pak Amin, tunanetra penjual alat listrik di Mijen yang pernah tertipu," kata Rizky Ajie Aprilianto, salah satu mahasiswa pencipta dompet "ajaib" itu di Semarang, Rabu.
Ditemui usai diwisuda, mahasiswa teknik elektro Fakultas Teknik itu menceritakan ketika itu Pak Amin disodori uang Rp10 ribu untuk barang-barang yang dibeli dengan harga sebesar itu.
Namun, kata dia, si pembeli mengaku kalau uang yang diberikannya Rp100 ribu sehingga Pak Amin yang tidak bisa melihat memberikan uang Rp90 ribu sebagai uang kembalian.
"Kasihan. Belum lagi kalau uang palsu. Makanya, kami bertiga merancang alat ini," kata Rizky yang mengetuai tim dari Unnes yang merancang dompet yang diberi nama "Idopu" (Inovasi Dompet Pendeteksi Uang) itu.
Bersama Oky Putra Pamungkas (teknik) dan Nur Anita (pendidikan ekonomi), mereka bertiga merancang dompet "ajaib" yang menggunakan sensor warna untuk mendeteksi uang kertas itu.
Ketika uang kertas dimasukkan dalam dompet "ajaib" itu, alat itu akan merespon dengan mengeluarkan suara sesuai nilai nominal uang yang dimasukkan, termasuk ketika yang dimasukkan adalah uang palsu akan bersuara "awas, uang palsu".
"Tingkat keakurasian dompet ini 93 persen. Kami ditanya yang tujuh persen ke mana? Yang tujuh persen itu dipengaruhi cahaya dari luar karena kami menggunakan sensor warna," kata putra pasangan almarhum Slamet Kadan dan Tarida (62) itu.
Secara fisik, Idopu berbentuk layaknya dompet yang didalamnya dilengkapi sebuah kotak mini, sensor warna, mikro kontroler, Mp3 player, baterai hingga perangkat automatis "powerbank".
Rizky menjelaskan sebenarnya uang kertas sekarang ini sudah dilengkapi dengan "blind code" untuk penyandang tunanetra yang terdapat di pojok kertas, tetapi uang yang sudah lama dipakai biasanya susah terbaca.
Dengan Idopu, kata lulusan peraih indeks prestasi komulatif (IPK) 3,64 itu, penyandang tunanetra kini tak perlu khawatir lagi bakal tertipu jika bertransaksi menggunakan uang kertas.
Meski diakuinya alat tersebut masih butuh penyempurnaan, terutama agar lebih simpel dibawa ke mana pun, sekarang ini pun sudah ada satu penyandang tunanetra yang memesan Idopu.
"Yang pesan baru satu, Pak Amin. Kami jual alat ini seharga Rp500 ribu. Biaya produksi alat ini sementara sekitar Rp375-420 ribu, makanya kami masih sempurnakan lagi," katanya.
Bagi Rizky, dompet "ajaib" Idopu yang membawa timnya meraih perak untuk kategori presentasi Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) 31 tahun 2018 itu merupakan "kado" bagi ibunya yang sedang terkena stroke.
Sementara itu, Rektor Unnes Prof Fathur Rokhman mengapresiasi karya mahasiswanya yang mengantarkan Unnes meraih perak pada ajang Pimnas 31 di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).
Bagi Unnes, kata Guru Besar Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Unnes itu, inovasi tersebut bisa menjadi inspirasi bagi mahasiswa-mahasiswa Unnes lainnya untuk terus berinovasi dan berprestasi.
"Kami akan mencoba hilirisasi agar alat ini bisa bermanfaat bagi masyarakat. Untuk Mas Rizky, kebetulan ayahnya sudah meninggal dan ibunya sedang sakit. Cita-citanya jangan berhenti sampai S1, kami akan fasilitasi beasiswa," kata Fathur.