Dari pantauan, warga yang berasal dari Banyumas dan sekitarnya tampak memadati tempat penjamasan pusaka peninggalan Raja Amangkurat I yang berlokasi di Langgar Jimat Kalisalak, Desa Kalisalak, Kecamatan Kebasen, Banyumas.

Kedatangan mereka bukan sekadar untuk mencari berkah dari air sisa penjamasan, tetapi lebih ditujukan untuk menyaksikan fenomena yang muncul selama prosesi jamasan tersebut berlangsung.

"Biasanya benda pusaka yang dijamas berubah, baik dari jumlahnya maupun kondisinya. Bahkan, kadang muncul barang baru atau benda yang tidak ditemukan saat penjamasan tahun lalu," kata salah seorang warga, Widya.

Menurut dia, warga meyakini perubahan kondisi maupun jumlah benda yang dijamas tersebut sebagai pertanda zaman.

Warga lainnya, Yanto mengaku ingin melihat pertanda zaman yang ditunjukkan dari benda-benda pusaka yang dijamas.

"Apalagi pada 2014 ini akan dilaksanakan pemilihan umum, biasanya akan ada isyarat yang ditunjukkan oleh benda-benda yang tersimpan di dalam Langgar Jimat Kalisalak," katanya.

Dalam kesempatan terpisah, juru bicara Langgar Jimat Kalisalak, Ilham Triyono mengakui bahwa banyak masyarakat yang meyakini perubahan kondisi maupun jumlah benda pusaka tersebut sebagai pertanda zaman.

"Kami tidak bisa membeberkan secara jelas kepada masyarakat terkait setiap fenomena yang muncul dari benda-benda pusaka yang dijamas ini. Biarlah masyarakat yang menafsirkannya sendiri," katanya.

Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa dalam prosesi jamasan kali ini ada tata cara penjamasan yang baru dilakukan, yakni setiap penjamas menggunakan "sumping gajah oling" dan kalung "bawang sabonggol".

Menurut dia, hal itu dilakukan setelah pihaknya mendapat petunjuk dari kerabat Keraton Mataram.

Sementara dalam prosesi penjamasan yang dipimpin juru kunci Langgar Jimat Kalisalak, Kiai Mad Daslam, muncul fenomena berbeda dengan jamasan tahun sebelumnya.

Beberapa fenomena yang muncul, antara lain "bekong" (alat takar beras, red.) saat jamasan tahun sebelumnya terlihat kering, kali ini tampak basah.

Selain itu, dua kantong beras yang sebelumnya hanya satu buah yang berisi, pada jamasan kali ini kedua-duanya berisi, namun ukuran kantong yang satu tampak lebih besar dibanding satunya.

Fenomena lainnya terlihat dari "piti" (anyaman bambu, red.) penyimpanan senjata yang tampak lebih rapi tanpa kerusakan. Pada jamasan tahun sebelumnya, "piti" tersebut terlihat tidak rapi dan terdapat kerusakan.

Bahkan, dalam jamasan kali ini, ada lembaran kitab sastra bertuliskan huruf Arab yang dapat terbaca. Padahal sebelumnya, sastra Arab tersebut tidak terbaca.

Setelah benda-benda tersebut dijamas dan digantikan kain pembungkusnya, benda-benda pusaka itu dimasukkan kembali ke dalam Langgar Jimat Kalisalak dan akan dijamas lagi pada tahun berikutnya.

Informasi yang dihimpun, jamasan ini ditujukan untuk mencuci barang-barang peninggalan Raja Amangkurat I yang dikabarkan sempat singgah di Desa Kalisalak dalam perjalanannya menuju Batavia untuk meminta bantuan VOC lantaran dikejar pasukan Trunojoyo yang memberontak sekitar 1676-1677.

Sejumlah barang milik Amangkurat I ditinggalkan di Desa Kalisalak agar tidak membebani perjalanannya.

Oleh warga setempat, barang-barang peninggalan Amangkurat I disimpan di sebuah bangunan yang dikenal dengan nama Langgar Jimat Kalisalak dan setiap bulan Maulud dikeluarkan untuk dijamas serta dihitung jumlahnya.

Penjamasan tersebut dilakukan dengan jeruk nipis serta sinar matahari, dan beberapa jimat dijamas menggunakan air yang diambil dari sumur Tegal Arum, di Slawi, Kabupaten Tegal.

Konon, Amangkurat I menggunakan air sumur Tegal Arum untuk menjamas pusakanya secara pribadi saat dalam perjalanan ke Batavia.

Amangkurat I adalah Raja Mataram yang bertahta pada 1646-1677. Ia adalah anak dari Sultan Agung Hanyokrokusumo dan Raden Ayu Wetan (Kanjeng Ratu Kulon), putri keturunan Ki Juru Martani yang merupakan saudara dari Ki Ageng Pemanahan.

Sosok yang memiliki nama kecil Mas Sayidin, yang ketika menjadi putera mahkota diganti dengan gelar Pangeran Arya Mataram atau Pangeran Ario Prabu Adi Mataram tersebut berusaha untuk mempertahankan wilayah kekuasaan Kesultanan Mataram.

Pewarta : Sumarwoto
Editor : Zaenal A.
Copyright © ANTARA 2024