Hampir semua sektor kena dampak maka perlu perhitungan yang cermat. Oleh karena itu untuk menaikkannya butuh keberanian dan kecermatan untuk memutuskan kapan waktu yang tepat menaikkan harga BBM.

Ibarat obat, meski pahit, itu bisa memulihkan tubuh. Begitu pula dengan kenaikan harga BBM, sebaiknya pemerintah tidak terus menunda karena bisa menambah kering kemampuan pembiayaan negara dan memicu spekulasi di masyarakat.

Sudah terlalu lama bangsa ini dimanja oleh harga BBM bersubsidi yang murah.

Pemerintah dan parlemen sudah mengetahui bahwa APBN 2013 bakal berdarah-darah bila tidak ada kenaikan harga BBM bersubsidi.

Diperkirakan besaran subsidi BBM bakal menembus Rp300 triliun atau sekitar seperlima dari APBN 2013. Namun, kucuran subsidi BBM bisa mengalir lebih deras lagi. Kuota 52 juta kiloliter bakal tembus bila tak perubahan sikap dari kalangan mampu untuk memilih BBM nonsubsidi.

Masalah yang membelit APBN memang sudah jelas. Namun, pemerintah sepertinya ragu. Saat ini pemerintah seharusnya tinggal memastikan tanggal kenaikan harga BBM untuk memperoleh momentum terbaik.

Di sela belum jelasnya kapan kenaikan harga BBM, PKS yang menjadi anggota koalisi pemerintah, malah mengutuk rencana kenaikan harga BBM.

Pemerintah sebenarnya berhak menaikkan harga BBM sendiri, namun karena hal itu juga menyangkut perubahan asumsi-asumsi dasar dalam APBN 2013, maka DPR yang memiliki fungsi anggaran (budgeting) harus dilibatkan.

Ketika harga BBM belum naik, harga barang, terutama kebutuhan pokok, sudah merangkak. Pada tahun lalu, harga barang yang sudah naik tidak bisa turun lagi meskipun pemerintah batal menaikkan harga BBM bersubsidi. Entah ada hubungannya atau tidak, harga jengkol dan pete juga melambung tak keruan.

Rakyat tentu tidak ingin menanggung beban dua kali. Artinya, begitu pemerintah menaikkan harga BBM, produsen kembali "menyesuaikan" harga barang dan jasa yang sebenarnya sudah dinaikkan.

Apalagi di tengah kenaikan harga kebutuhan tersebut, awal pekan ini (10/6) rupiah mengalami tekanan hebat dari dolar AS sehingga kursnya melemah menjadi lebih dari Rp10.000/dolar AS. Indeks Harga Saham Gabungan juga melorot.

Tentu saja, produsen bakal punya amunisi lagi untuk menaikkan harga jual barang dan jasa setelah nilai tukar rupiah melemah. Argumennya, sebagian bahan baku dan penolong diperoleh dari impor yang dibayar dengan dolar AS.

Sepertinya, target pengendalian inflasi sekitar 7,2 persen pada 2013 juga bakal menemui jalan terjal. Apalagi sebulan lagi memasuki puasa Ramadhan diikuti dengan Idul Fitri. Bulan puasa dan Idul Fitri selalu dibarengi dengan kenaikan harga akibat permintaan yang melonjak.

Pemerintah, mungkin, sudah kehilangan momentum terbaiknya menaikkan harga BBM. Namun, itu bukan berarti boleh membiarkan besaran subsidi BBM kian tak terkendali. ***





Pewarta : -
Editor : Zaenal A.
Copyright © ANTARA 2024