Anak pasangan Sriyono dan Atik Riswanti itu meraih juara ketiga ajang catur internasional, "4th Penang Heritage City International Chess" di Malaysia, Desember 2012, bersaing dengan peserta dari berbagai negara.

Ditemui di sela kegiatannya di sekolah, Rabu (10/4), Deni mengaku sudah menyukai catur sejak kecil karena sering melihat orang-orang bermain catur sehingga menarik minatnya menekuni olahraga itu secara mendalam.

"Saya menyukai catur sejak kecil karena sering melihat orang bermain catur. Lama-lama jadi suka. Saya mulai ikut lomba catur sejak kelas II SD, kadang menang kadang kalah," kata bocah kelahiran 3 Januari 2001 itu.

Kondisi ekonomi orang tuanya yang pas-pasan sebagai penjual nasi rames di kawasan Puri Anjasmoro tak menghalangi keinginan bocah itu untuk terus mengikuti berbagai perlombaan catur hingga tingkat internasional.

Rumah di Jalan Puri Anjasmoro Blok EE2/20 Semarang yang selama ini ditempati keluarganya pun bukan milik sendiri, melainkan milik kenalan ayahnya yang berbaik hati menitipkan rumah itu untuk ditempati, sembari dijaga.

Beruntung, sang ayah sangat mendukung keinginan kuat Deni untuk menjadi juara catur dengan mengikutkan kursus catur, meski harus merogoh kocek yang tak sedikit, yakni sekitar Rp130 ribu/bulan demi impian anaknya.

"Ayah saya sangat mendukung. Dulu saya sempat dileskan catur dengan biaya Rp130 ribu/bulan, sekarang sudah tidak lagi. Cuma kadang masih manggil guru privat catur dengan biaya Rp50 ribu setiap pertemuan," katanya.

Ternyata kerja kerasnya membuahkan hasil, Deni berkali-kali menjuarai turnamen catur, mulai tingkat RW, Kota Semarang, hingga Jawa Tengah yang membuatnya diganjar medali dan sertifikat, selain kebanggaan tentunya.

Untuk tingkat kota, berbagai kejuaran pernah dimenanginya, antara lain juara pertama Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (OS2N) 2011 Kota Semarang dan juara pertama Lomba Cabang Catur Putra Kota Semarang 2012.

Sementara tingkat provinsi, anak bungsu dari empat bersaudara itu pernah menjuarai, antara lain Turnamen Catur Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Cup VIII se-Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jateng 2010.

Beberapa piala dari kejuaraan-kejuaraan catur yang dimenanginya kini terpajang di ruang kepala sekolah, melengkapi piala dan penghargaan berbagai kejuaraan yang pernah diraih siswa-siswa SD Bina Putra Semarang.

Siswa yang kini duduk di kelas VI SD itu menceritakan pengalamannya bertanding di kejuaraan internasional catur yang bergengsi dan diikuti berbagai negara itu merupakan pertama kalinya dirinya pergi ke luar negeri.

Deni pun mengaku harus beberapa kali bertanding dan mengalahkan kompetitornya dari negara lain yang tak semua usianya sebaya, sebab ada pula peserta berusia dewasa yang ditarungkan dengannya dalam kejuaraan itu.

Meski hanya meraih medali perunggu untuk kategori usia 12 tahun ke bawah, Deni tetap bangga bisa membawa pulang medalinya ke Tanah Air, setidaknya bisa membanggakan kedua orang tua yang selama ini mendukungnya.

Belum Ada Perhatian
Rupanya, prestasi yang mengharumkan nama Kota Semarang, Jateng, dan Indonesia yang diraih Deni dalam berbagai ajang kejuaraan itu, termasuk internasional belum mendapatkan apresiasi cukup dari pemerintah.

Bahkan, biaya akomodasi yang dibutuhkannya untuk mengikuti berbagai perlombaan selama ini ternyata diperoleh berkat kebaikan hati beberapa donatur, termasuk pihak sekolah tempatnya menuntut ilmu saat ini.

"Untuk yang kejuaraan di Malaysia, kebetulan ada orang yang mensponsori. Keluarga saya tentu tidak mampu, apalagi saya di sana (Malaysia, red,) sampai seminggu selama turnamen itu berlangsung," kata Deni.

Kepala SD Bina Putra Semarang Istimaroh mengakui bahwa selama ini belum ada perhatian dari pemerintah terhadap prestasi yang diraih anak didiknya itu. Bahkan, bantuan biaya akomodasi untuk mengikuti perlombaan.

Sekolah memang ikut membantu, kata dia, tetapi tentu bersifat sekadarnya sesuai kemampuan finansial sekolah yang rata-rata siswanya selama ini memang berasal dari kalangan keluarga ekonomi lemah tersebut.

"Rata-rata siswa sekolah ini memang berasal dari keluarga ekonomi lemah. Ada yang orang tuanya bekerja sebagai buruh cuci pakaian, pedagang di pasar, penjual makanan keliling, dan sebagainya," katanya.

Dengan keterbatasan kemampuan sekolah, Deni pun harus berupaya mencari sponsor sendiri, termasuk saat mengikuti kejuaraan catur internasional di Malaysia yang tentunya membutuhkan biaya yang tak sedikit.

Istimaroh menceritakan sekolah itu sebenarnya beberapa kali memunculkan bibit-bibit pecatur andal, dan Deni hanyalah salah satunya dan kebetulan yang pernah berlomba ke tingkat internasional dan meraih juara.

"Sebelum Deni, ada kakak kelasnya, yakni Ardan yang pernah juara tingkat provinsi. Sekarang orangnya sudah lulus. Adik kelas Deni juga ada, tetapi prestasinya belum menyamai dua kakak kelasnya itu," kata Istimaroh.

Rupanya, kemunculan sejumlah bibit pecatur andal di sekolah itu terjadi secara tak sengaja, karena mereka yang sudah pintar catur kerap mengasah kemampuannya dengan siswa lainnya sehingga mereka saling belajar.

Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang Bunyamin mengapresiasi prestasi yang diraih Deni, seraya membantah jika Pemerintah Kota Semarang tidak memberikan apresiasi terhadap prestasi siswa.

Walaupun kecil, kata dia, Pemkot Semarang tetap memberikan apresiasi terhadap berbagai prestasi yang diraih anak didik di daerahnya, tentunya disesuaikan dengan kemampuan anggaran yang dimiliki pemerintah.

"Yang jelas, kami tetap mengapresiasi prestasi yang diraih siswa. Biasanya, para juara-juara lomba tingkat Kota Semarang dan Jawa Tengah dikumpulkan secara berkala untuk diberikan penghargaan dan hadiah," katanya.

Selain itu, apresiasi terhadap para juara lomba juga dilakukan dalam bentuk lain, salah satunya memfasilitasi kelanjutan pendidikannya ke jenjang lebih tinggi melalui penilaian piagam dan sertifikat yang diraih.

"Dalam penerimaan peserta didik (PPD), piagam atau sertifikat penghargaan menjadi salah satu penentu. Itu menjadi poin tersendiri, namun kan dinilai dulu, misalnya turnamen tingkat apa, dan sebagainya," kata Bunyamin.

Pewarta : Zuhdiar Laeis
Editor : Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2025