Semarang (ANTARA) - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang menyelenggarakan International Conference on Religion and Environment (ICRE) bertema Interfaith Voices for the Environment: The Role of Religion for Sustainable Planet guna mengajak seluruh umat beragama untuk bersatu dalam menjaga kelestarian Bumi.
Konferensi yang berlangsung pada 11--12 Desember 2024 di MG Setos Hotel ini menghadirkan sejumlah pembicara internasional, termasuk para ahli dari Belanda, Indonesia, dan Inggris. Acara ini menjadi platform penting untuk mendiskusikan peran agama dalam menghadapi krisis lingkungan global. Dihadiri oleh berbagai civitas academica dan pakar dari berbagai daerah.
Salah satu momen menarik dalam Plenary Session I ICERA 2024 adalah pernyataan Prof. Dr. Frans Wijsen dari Radboud University, Belanda, yang menegaskan "Islam is perfect, but muslim are not" sebuah kritik konstruktif tentang implementasi ajaran agama terhadap lingkungan dalam praktik keseharian.
Plenary Session I bertajuk "Religion and Sustainability: Religious Teaching for a Greener Future" menghadirkan para pembicara berkaliber, di antaranya Dr. Romo H. Raden Muhammad Syafi'i, SH., M.Hum (Wakil Menteri Agama RI), Prof. Dr. Frans Wijsen (Radboud University, Belanda), Dr. Phil. Dewi Candraningrum (Universitas Muhammadiyah Surakarta), Jonathan D. Smith, PhD (University of Leeds, Inggris), serta Farid F. Saenong, PhD. (Universitas Islam Internasional Indonesia/Masjid Istiqlal).
Beberapa perspektif menarik yang disampaikan para pembicara, antara lain, datang dari Dr. Phil Dewi Candraningrum, yang menekankan pentingnya pembibitan kesadaran lingkungan pada generasi muda.
"Kita, manusia adalah bagian dari alam. Ketika kita melakukan kejahatan pada alam, maka kita adalah zalim," tegasnya.
Jonathan D. Smith, PhD, dari University of Leeds, Inggris, menawarkan perspektif unik tentang peran pohon dalam menjaga lingkungan. Dalam paparannya pada Plenary Session I ICRE 2024, ia menjelaskan bahwa pohon bukan hanya memberikan manfaat ekologis, tetapi juga memiliki nilai spiritual dan ekonomi yang signifikan.
"Pohon adalah entitas yang mampu memberikan pahala spiritual dan keuntungan ekonomi secara bersamaan. Dengan menanam pohon, kita tidak hanya berkontribusi pada pelestarian lingkungan, tetapi juga menciptakan keseimbangan antara kebutuhan spiritual dan material manusia," ungkapnya.
Lebih lanjut, Smith menekankan pentingnya pendekatan yang holistik dalam upaya menjaga lingkungan, di mana aspek spiritual dan ekonomi saling mendukung. Ia mengajak para peserta konferensi untuk melihat pelestarian lingkungan sebagai bentuk ibadah sekaligus investasi masa depan. Menurutnya, upaya ini dapat diwujudkan melalui program-program konkret seperti penghijauan, penanaman pohon produktif, dan pengelolaan lahan secara berkelanjutan.
"Dengan menjaga pohon, kita tidak hanya menjaga Bumi, tetapi juga memastikan generasi mendatang dapat menikmati manfaatnya," tambahnya. Pendekatan ini menjadi salah satu konsep menarik yang mampu menginspirasi peserta konferensi lintas iman.
UIN Walisongo Semarang melalui konferensi ini berhasil menghadirkan dialog lintas iman, akademisi, dan pemangku kepentingan dalam upaya menciptakan masa depan lingkungan yang lebih berkelanjutan. ***