Semarang (ANTARA) - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Semarang menjatuhkan vonis kepada terdakwa KET selaku Direktur sekaligus pemegang saham PT MSM, Kamis (16/5).
Dalam vonisnya, Majelis Hakim menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 2 tahun dan denda sebesar Rp4.529.079.120 kepada terdakwa KET. Putusan tersebut lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yakni 2 tahun 6 bulan.
KET sendiri telah melunasi sebagian kerugian negara sehingga total denda yang harus dilunasi oleh KET tersisa sebesar Rp2.264.536.560. Apabila dalam jangka waktu satu bulan tidak dilunasi maka diganti
dengan subsider 3 bulan kurungan.
Majelis hakim dalam persidangan menyatakan bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana perpajakan sesuai dengan dakwaan jaksa penuntut umum.
Putusan ini merupakan hasil dari penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah I terhadap PT MSM yang memiliki usaha di bidang agen solar industri.
Pada periode Januari 2017 hingga Desember 2018, PT MSM diduga melakukan tindak pidana perpajakan. Pada saat itu KET menjabat selaku direktur perusahaan dan sebagai pihak yang bertanggung jawab.
KET, melalui PT MSM, didakwa telah menggunakan faktur pajak yang tidak sesuai dengan transaksi yang sebenarnya dan mengkreditkan sebagai pajak masukan serta melaporkan isi Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan tidak benar.
Modus operandi yang digunakan meliputi penerbitan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya sehingga perbuatan KET menimbulkan kerugian negara.
Atas perbuatannya, KET dianggap telah melanggar pasal Pasal 39A huruf a dan Pasal 39 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Demikian keterangan tertulis yang diterima dari Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Tengah I, di Semarang, Jumat.
Selama proses penyidikan, barang bukti (seperti dokumen transaksi dan faktur pajak)
dan kesaksian para ahli telah cukup untuk membuktikan dugaan pelanggaran tersebut.
Dalam Putusan majelis hakim yang diketuai oleh Wakil Pengadilan Negeri Semarang, Judi Prasetya, S.H., M.H. yang telah berlangsung, Dr. Sigid Ariyanto, S.H., M.Si, saksi ahli hukum pidana, mengungkapkan, "Dalam konteks perusahaan Perseroan Terbatas, tanggung jawab pemenuhan kewajiban perusahaan terhadap pihak lain dan negara, termasuk kewajiban pidana, dipikul oleh para
pejabat perusahaan yang mengambil keputusan penting."
Lebih lanjut, Muhammad Mahfud, ahli peraturan perpajakan dan ahli penghitung kerugian pada
pendapatan negara, menjelaskan, "Berdasarkan bukti yang diperoleh penyidik, terdapat kerugian signifikan pada pendapatan negara yang diakibatkan oleh perbuatan KET sebagaimana diatur dalam Pasal 39A huruf a dan Pasal 39 ayat (1) huruf d."
Mengacu pada Pasal 44B UU Nomor 6 Tahun 1983, penyidikan tindak pidana perpajakan ini dapat dihentikan atas permintaan Menteri Keuangan jika tersangka bersedia mengembalikan kerugian negara yang ditambah dengan sanksi administratif.
Namun, KET tidak memanfaatkan kesempatan tersebut sehingga proses hukum terus berlanjut hingga vonis. Penyitaan barang bukti dan dokumentasi oleh Kanwil DJP Jawa Tengah I telah dilakukan sebagai langkah penegakan hukum untuk memastikan bahwa keadilan ditegakkan dan kerugian negara dapat dipulihkan.
Kepala Bidang Pemeriksaan, Penagihan, Intelijen, dan Penyidikan, Kanwil DJP Jawa Tengah I Santoso Dwi Prasetyo memberikan pernyataan, “Selama proses penyidikan yang dilakukan oleh Kanwil DJP Jawa Tengah I, terdakwa memang telah melunasi sebagian pajak yang seharusnya terutang sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan, namun perbuatan terdakwa tidak sertamerta
dapat dibenarkan."
“Hal ini dilakukan untuk memberikan pesan kepada masyarakat terutama wajib pajak agar memenuhi kewajiban perpajakannya dengan benar sehingga diharapkan tidak ada lagi pihak yang menganggap remeh tindak pidana di bidang perpajakan.” pungkas Prasetyo.
Santoso juga menambahkan jika keberhasilan dalam penegakan hukum pajak tentunya tak lepas dari hasil sinergi yang baik dengan instansi penegak hukum lain yaitu Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah dan pihak Kepolisian Daerah Jawa Tengah. Tentunya hasil ini diharapkan dapat menimbulkan efek jera
bagi terdakwa dan juga deterrent effect bagi wajib pajak lain sehingga tidak ada pihak yang
melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.
***
Dalam vonisnya, Majelis Hakim menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 2 tahun dan denda sebesar Rp4.529.079.120 kepada terdakwa KET. Putusan tersebut lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yakni 2 tahun 6 bulan.
KET sendiri telah melunasi sebagian kerugian negara sehingga total denda yang harus dilunasi oleh KET tersisa sebesar Rp2.264.536.560. Apabila dalam jangka waktu satu bulan tidak dilunasi maka diganti
dengan subsider 3 bulan kurungan.
Majelis hakim dalam persidangan menyatakan bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana perpajakan sesuai dengan dakwaan jaksa penuntut umum.
Putusan ini merupakan hasil dari penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah I terhadap PT MSM yang memiliki usaha di bidang agen solar industri.
Pada periode Januari 2017 hingga Desember 2018, PT MSM diduga melakukan tindak pidana perpajakan. Pada saat itu KET menjabat selaku direktur perusahaan dan sebagai pihak yang bertanggung jawab.
KET, melalui PT MSM, didakwa telah menggunakan faktur pajak yang tidak sesuai dengan transaksi yang sebenarnya dan mengkreditkan sebagai pajak masukan serta melaporkan isi Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan tidak benar.
Modus operandi yang digunakan meliputi penerbitan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya sehingga perbuatan KET menimbulkan kerugian negara.
Atas perbuatannya, KET dianggap telah melanggar pasal Pasal 39A huruf a dan Pasal 39 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Demikian keterangan tertulis yang diterima dari Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Tengah I, di Semarang, Jumat.
Selama proses penyidikan, barang bukti (seperti dokumen transaksi dan faktur pajak)
dan kesaksian para ahli telah cukup untuk membuktikan dugaan pelanggaran tersebut.
Dalam Putusan majelis hakim yang diketuai oleh Wakil Pengadilan Negeri Semarang, Judi Prasetya, S.H., M.H. yang telah berlangsung, Dr. Sigid Ariyanto, S.H., M.Si, saksi ahli hukum pidana, mengungkapkan, "Dalam konteks perusahaan Perseroan Terbatas, tanggung jawab pemenuhan kewajiban perusahaan terhadap pihak lain dan negara, termasuk kewajiban pidana, dipikul oleh para
pejabat perusahaan yang mengambil keputusan penting."
Lebih lanjut, Muhammad Mahfud, ahli peraturan perpajakan dan ahli penghitung kerugian pada
pendapatan negara, menjelaskan, "Berdasarkan bukti yang diperoleh penyidik, terdapat kerugian signifikan pada pendapatan negara yang diakibatkan oleh perbuatan KET sebagaimana diatur dalam Pasal 39A huruf a dan Pasal 39 ayat (1) huruf d."
Mengacu pada Pasal 44B UU Nomor 6 Tahun 1983, penyidikan tindak pidana perpajakan ini dapat dihentikan atas permintaan Menteri Keuangan jika tersangka bersedia mengembalikan kerugian negara yang ditambah dengan sanksi administratif.
Namun, KET tidak memanfaatkan kesempatan tersebut sehingga proses hukum terus berlanjut hingga vonis. Penyitaan barang bukti dan dokumentasi oleh Kanwil DJP Jawa Tengah I telah dilakukan sebagai langkah penegakan hukum untuk memastikan bahwa keadilan ditegakkan dan kerugian negara dapat dipulihkan.
Kepala Bidang Pemeriksaan, Penagihan, Intelijen, dan Penyidikan, Kanwil DJP Jawa Tengah I Santoso Dwi Prasetyo memberikan pernyataan, “Selama proses penyidikan yang dilakukan oleh Kanwil DJP Jawa Tengah I, terdakwa memang telah melunasi sebagian pajak yang seharusnya terutang sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan, namun perbuatan terdakwa tidak sertamerta
dapat dibenarkan."
“Hal ini dilakukan untuk memberikan pesan kepada masyarakat terutama wajib pajak agar memenuhi kewajiban perpajakannya dengan benar sehingga diharapkan tidak ada lagi pihak yang menganggap remeh tindak pidana di bidang perpajakan.” pungkas Prasetyo.
Santoso juga menambahkan jika keberhasilan dalam penegakan hukum pajak tentunya tak lepas dari hasil sinergi yang baik dengan instansi penegak hukum lain yaitu Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah dan pihak Kepolisian Daerah Jawa Tengah. Tentunya hasil ini diharapkan dapat menimbulkan efek jera
bagi terdakwa dan juga deterrent effect bagi wajib pajak lain sehingga tidak ada pihak yang
melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.
***