Solo (ANTARA) - Anggota DPR RI Aria Bima mengajak kalangan masyarakat untuk melupakan perbedaan yang terjadi pada masa Pemilihan Umum 2024.
"Bagaimana dinamika perbedaan kontestasi pada pilpres dan pileg harus selesai," kata Wakil Ketua Komisi VI DPR RI itu pada acara Sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan di Solo, Jawa Tengah, Sabtu.
Menurut dia, perbedaan di tingkat sosiologis masyarakat harus disudahi.
"Di tingkat sosiologis di masyarakat harus disudahi, bagaimana sekat kepartaian dan perbedaan dibuka," katanya.
Ia berharap momentum Ramadhan ini dibarengi dengan rekonsiliasi batin usai adanya perbedaan pada masa pemilu.
"Dinamika konflik dibawa ke Jakarta saja, ke Mahkamah Konstitusi. Supaya hal-hal yang menyangkut sisa-sisa ketidakpuasan atau persoalan itu dikanalisasi di tingkat pusat," katanya.
Menurut dia, hal-hal yang menyangkut sengketa pemilu harus disalurkan lewat kelembagaan, di antaranya Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan MK.
Apalagi, saat ini masyarakat juga harus bersiap menghadapi pemilihan kepala daerah (pilkada).
"Ini jadi tradisi lima tahunan dan sebentar lagi akan masuk pilkada. Mulai kontestasi pencalonan dan di DPC mulai penjaringan PAC sekitar bulan Mei-Juni," katanya.
Pada kesempatan sama, staf Bale Rakyat Aria Bima, Heni Prihartoyo, mengatakan Sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan kali ini diikuti sekitar 150 orang peserta dari orang muda Katolik yang merupakan perwakilan Paroki dan orang muda Kristen dari Gereja Kristen.
"Karena ini milenial baru, kami ingin mereka jadi ujung tombak untuk hubungan umat beragama di Kota Surakarta. Walaupun pada pemilu landai, tetapi di bawah kan ada semacam isu. Misalnya, saya harus memilih caleg sesuai dengan agamaku, itu memang terjadi, terutama di tingkat kota," katanya.
Oleh karena itu, melalui sosialisasi ini pemahaman semacam itu dapat dihilangkan. "Untuk pilkada ke depan, kami ingin hal seperti itu tidak ada lagi," katanya.
"Bagaimana dinamika perbedaan kontestasi pada pilpres dan pileg harus selesai," kata Wakil Ketua Komisi VI DPR RI itu pada acara Sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan di Solo, Jawa Tengah, Sabtu.
Menurut dia, perbedaan di tingkat sosiologis masyarakat harus disudahi.
"Di tingkat sosiologis di masyarakat harus disudahi, bagaimana sekat kepartaian dan perbedaan dibuka," katanya.
Ia berharap momentum Ramadhan ini dibarengi dengan rekonsiliasi batin usai adanya perbedaan pada masa pemilu.
"Dinamika konflik dibawa ke Jakarta saja, ke Mahkamah Konstitusi. Supaya hal-hal yang menyangkut sisa-sisa ketidakpuasan atau persoalan itu dikanalisasi di tingkat pusat," katanya.
Menurut dia, hal-hal yang menyangkut sengketa pemilu harus disalurkan lewat kelembagaan, di antaranya Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan MK.
Apalagi, saat ini masyarakat juga harus bersiap menghadapi pemilihan kepala daerah (pilkada).
"Ini jadi tradisi lima tahunan dan sebentar lagi akan masuk pilkada. Mulai kontestasi pencalonan dan di DPC mulai penjaringan PAC sekitar bulan Mei-Juni," katanya.
Pada kesempatan sama, staf Bale Rakyat Aria Bima, Heni Prihartoyo, mengatakan Sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan kali ini diikuti sekitar 150 orang peserta dari orang muda Katolik yang merupakan perwakilan Paroki dan orang muda Kristen dari Gereja Kristen.
"Karena ini milenial baru, kami ingin mereka jadi ujung tombak untuk hubungan umat beragama di Kota Surakarta. Walaupun pada pemilu landai, tetapi di bawah kan ada semacam isu. Misalnya, saya harus memilih caleg sesuai dengan agamaku, itu memang terjadi, terutama di tingkat kota," katanya.
Oleh karena itu, melalui sosialisasi ini pemahaman semacam itu dapat dihilangkan. "Untuk pilkada ke depan, kami ingin hal seperti itu tidak ada lagi," katanya.