Purwokerto (ANTARA) - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI) Komjen Pol. Prof. Dr. H. Mohammed Rycko Amelza Dahniel, M.Si. mengingatkan mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto tentang pentingnya pendidikan kebangsaan sebagai kunci membangun ketahanan nasional.
"Ada empat alasan mengapa pendidikan kebangsaan itu penting kaitannya dengan pencegahan ideologi radikal-terorisme," katanya saat kuliah umum yang digelar BNPT bersama Unsoed dalam rangka Pencegahan Paham Radikal Terorisme serta untuk memperingati Hari Pahlawan Tahun 2023 di Graha Widyatama Prof. Rubijanto Misman, Unsoed, Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jumat (10/11).
Menurut dia, alasan pertama adalah paham radikalisme-terorisme tidak sesuai dan mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Selanjutnya alasan yang kedua, paham radikalisme-terorisme merusak peradaban umat manusia dan merobek-robek humankind, sedangkan ketiga adalah sasaran utama radikalisme-terorisme adalah perempuan, anak, dan remaja.
Sementara alasan keempat, paham radikalisme-terorisme memanipulasi kesucian simbol dan atribut agama untuk kepentingan kekuasaan dengan menghalalkan segala cara atas nama agama.
"Radikalisme-terorisme tidak sesuai dan mengancam keutuhan NKRI karena berasal dari bibit intoleran yang tidak dapat menerima perbedaan, padahal fitrah manusia adalah menjadi berbeda. Sikap Intoleran saja sudah tidak sesuai kompatibel dengan konsep kebangsaan Bhinneka Tunggal Ika," kata Rycko yang pernah menjabat Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah.
Baca juga: Unsoed Purwokerto kembali kukuhkan lima profesor baru
Ia mengatakan radikalisme-terorisme juga merusak peradaban umat manusia dan merobek-robek humankind karena mengajarkan kekerasan dan kebiadaban.
Paham ini, kata dia, tidak mengajarkan kemanusiaan namun justru merusak peradaban, menghancurkan manusia yang sudah mempunyai adab. Mereka hidup dengan barbar, yang kuat yang menang, tidak menghargai perempuan, dan membenarkan apapun atas nama agama.
"BNPT beserta peneliti sudah melakukan penelitian tren sikap toleransi siswa dari tahun ke tahun. hasilnya terjadi migrasi signifikan di antara para remaja SMA di antara 2016-2023. Peningkatan dari intoleran menjadi intoleran pasif, peningkatan juga dari pasif menjadi intoleran aktif, peningkatan dari pasif menjadi kelompok terpapar," katanya.
Ia memaparkan bahwa ada tiga faktor mendasar mengapa terjadi migrasi dan peningkatan signifikan terhadap sikap toleransi pada remaja. Pertama, lack of history, yakni kurangnya kesadaran tentang bagaimana para pahlawan memperjuangkan kemerdekaan NKRI. Kedua, budi pekerti. Ketiga, pengetahuan dan wawasan kebangsaan.