Semarang (ANTARA) - Sebanyak 18 partai nasional dan enam partai lokal Aceh pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 tidak sekadar meraih sebanyak-banyak kursi legislatif, tetapi 24 partai politik peserta pemilu ini juga mengincar "tiket" pemilihan kepala daerah (pilkada).
Agar kontestan itu bisa memenuhi persyaratan sebagai partai pengusung tunggal pada pemilihan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota, partai politik (parpol) setidaknya meraih 20 persen dari jumlah kursi DPRD pada pemilu anggota legislatif.
Selain persentase jumlah kursi legislatif, parpol atau gabungan parpol dapat pula mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilu anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.
Akan tetapi, ketentuan itu hanya berlaku untuk parpol yang memperoleh kursi di DPRD, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Norma ini termaktub dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 (UU Pilkada) Pasal 40 ayat (3).
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada) telah mengalami perubahan berkali-kali, terakhir dengan UU No. 6/2020.
Sebelumnya, UU No. 10/2016 yang merevisi sejumlah pasal dalam UU No. 8/2015 tentang Perubahan atas UU No. 1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang.
Aturan main parpol atau gabungan parpol peserta pemilu sebagai pengusung pasangan calon pada Pemilu Presiden/Wakil Presiden RI ada nuansa (perbedaan tipis) jika dibandingkan dengan norma yang berlaku pada UU Pilkada.
Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), tata cara penentuan pasangan calon ini diatur dalam Pasal 222.
Disebutkan dalam pasal ini bahwa pasangan calon diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.
Meski persentase sama, yakni 20 persen dari jumlah kursi legislatif dan 25 persen dari suara sah pada pemilu, pada Pemilu Presiden/Wakil Presiden, 14 Februari 2024, parpol yang tidak meraih kursi pada Pemilu Anggota DPR RI 2019 tetap bisa ikut bergabung dengan parpol pengusung jika berdasarkan suara sah.
Pada saat ini di DPR RI terdapat 575 kursi. Pasangan calon presiden/wakil presiden pada Pilpres 2024 harus memiliki dukungan minimal 115 kursi di DPR RI.
Bisa juga pasangan calon diusung oleh parpol atau gabungan parpol peserta Pemilu 2019 dengan total perolehan suara sah minimal 34.992.703 suara.
Sesuai dengan jadwal, pendaftaran bakal pasangan calon presiden dan wakil presiden pada tanggal 19 Oktober sampai dengan 25 November 2023.
Usung paslon
Sementara itu, pemilihan kepala daerah yang dijadwalkan pada tanggal 27 November 2024 hanya berlaku untuk parpol yang kadernya di DPRD, baik provinsi maupun kabupaten/kota.
Dengan demikian, parpol yang tidak mendapatkan kursi di DPRD provinsi maupun DPRD kabupaten/kota pada Pemilu 2024 tidak bisa ikut mengusung pasangan calon (paslon) pada pemilihan gubernur maupun pemilihan bupati dan pemilihan wali kota.
Persentase 20 persen dari jumlah kursi legislatif atau memperoleh 25 dari suara sah bukan berdasarkan pemilu DPRD sebelumnya, melainkan hasil pemilu anggota DPRD provinsi dan pemilu anggota DPRD kabupaten/kota pada tahun 2024.
Pada Pemilu 2024 tercatat ada 18 partai nasional. Sesuai dengan nomor urut peserta pemilu sebagai berikut:
1. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB);
2. Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra);
3. Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan;
4. Partai Golkar;
5. Partai NasDem;
6. Partai Buruh;
7. Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora);
8. Partai Keadilan Sejahtera (PKS);
9. Partai Kebangkitan Nusantara (PKN);
10. Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura);
11. Partai Garda Perubahan Indonesia (Garuda);
12. Partai Amanat Nasional (PAN);
13. Partai Bulan Bintang (PBB);
14. Partai Demokrat;
15. Partai Solidaritas Indonesia (PSI);
16. Partai Persatuan Indonesia (Perindo);
17. Partai Persatuan Pembangunan (PPP); dan
24. Partai Ummat.
Enam partai lokal Aceh sebagai berikut:
18. Partai Aceh
19. Partai Adil Sejahtera Aceh
20. Partai Generasi Aceh Beusaboh Tha’at dan Taqwa
21. Partai Darul Aceh
22. Partai Nangroe Aceh
23. Partai Soliditas Independen Rakyat Indonesia
Pada tahun depan tercatat hanya Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan enam kabupaten/kota di Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta yang tidak menggelar pilkada.
Enam kabupaten/kota di DKI tersebut, yakni Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Kota Administrasi Jakarta Barat, Kota Administrasi Jakarta Pusat, Kota Administrasi Jakarta Selatan, Kota Administrasi Jakarta Timur, dan Kota Administrasi Jakarta Utara.
Di enam daerah ini juga tidak menggelar pemilu anggota DPRD kabupaten/kota pada tahun depan, sementara di luar wilayah itu (sebanyak 508 kabupaten/kota) tetap akan menyelenggarakan pemilu anggota legislatif.
Dengan demikian, pilkada serentak pada tahun 2024 akan berlangsung di 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota. Namun, pelaksanaan Pilpres 2024, Pemilu Anggota DPR RI, Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, dan pemilu anggota DPRD provinsi digelar di 38 provinsi se-Indonesia.
Oleh karena itu, parpol peserta pemilu tingkat provinsi maupun kabupaten/kota harus berupaya maksimal dengan cara-cara terpuji agar mendapat "tiket" untuk mengusung pasangan calon kepala daerah, atau tidak sekadar menjadi pendukung, apalagi hanya penonton.
Andaikan tidak mendapat "tiket" parpol pengusung, setidaknya parpol turut menyukseskan pelaksanaan pilkada pada tahun depan dengan memublikasikan sejumlah kriteria bakal calon kepala daerah (gubernur, bupati, dan wali kota) kepada masyarakat.
Kriteria itu bisa dijadikan patokan warga setempat sebelum memberi dukungan terhadap calon dari jalur independen atau perseorangan pada pilkada di daerahnya.
Aturan persyaratan pasangan calon perseorangan dalam pemilihan gubernur atau pemilihan bupati dan pemilihan wali kota sudah termaktub dalam UU Pilkada.
Warga negara Indonesia dapat mendaftarkan diri sebagai calon gubernur dan calon wakil gubernur jika memenuhi syarat dukungan jumlah penduduk yang mempunyai hak pilih dan termuat dalam daftar pemilih tetap (DPT) pada pemilu atau pemilihan sebelumnya yang paling akhir di daerah bersangkutan.
Ketentuannya sebagaimana diatur dalam Pasal 41 ayat (1) UU Pilkada, yakni provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada DPT sampai dengan 2.000.000 jiwa harus didukung paling sedikit 10 persen.
Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada DPT lebih dari 2.000.000 jiwa s.d. 6.000.000 jiwa harus didukung paling sedikit 8,5 persen.
Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada DPT lebih dari 6.000.000 jiwa s.d. 12.000.000 jiwa harus didukung paling sedikit 7,5 persen.
Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada DPT lebih dari 12.000.000 jiwa harus didukung paling sedikit 6,5 persen.
Jumlah dukungan tersebut tersebar di lebih dari 50 persen jumlah kabupaten/kota di provinsi, tempat penyelenggaraan pemilihan gubernur/wakil gubernur.
Untuk pilkada tingkat kabupaten/kota, calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai calon bupati/wakil bupati serta calon wali kota/wakil wali kota.
Adapun ketentuannya kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada DPT sampai dengan 250.000 jiwa harus didukung paling sedikit 10 persen.
Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada DPT lebih dari 250.000 s.d. 500.000 jiwa harus didukung paling sedikit 8,5 persen.
Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada DPT lebih dari 500.000 s.d. 1.000.000 jiwa harus didukung paling sedikit 7,5 persen.
Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada DPT lebih dari 1.000.000 jiwa harus didukung paling sedikit 6,5 persen.
Jumlah dukungan itu tersebar di lebih dari 50 persen jumlah kecamatan di kabupaten/kota, tempat pelaksanaan pemilihan bupati/wakil bupati dan pemilihan wali kota/wakil wali kota.
Dengan demikian, membuka peluang bagi warga negara Indonesia untuk maju sebagai gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota pada Pilkada Serentak 2024.
Tidak sekadar kompetisi memperebutkan kursi kepala daerah, tetapi keberadaan pasangan calon dari jalur independen/perseorangan ini sekaligus ingin membuktikan bahwa pasangan calon kepala daerah dari parpol dan/atau gabungan parpol itu sesuai dengan kehendak rakyat atau malah sebaliknya.
Agar kontestan itu bisa memenuhi persyaratan sebagai partai pengusung tunggal pada pemilihan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota, partai politik (parpol) setidaknya meraih 20 persen dari jumlah kursi DPRD pada pemilu anggota legislatif.
Selain persentase jumlah kursi legislatif, parpol atau gabungan parpol dapat pula mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilu anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.
Akan tetapi, ketentuan itu hanya berlaku untuk parpol yang memperoleh kursi di DPRD, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Norma ini termaktub dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 (UU Pilkada) Pasal 40 ayat (3).
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada) telah mengalami perubahan berkali-kali, terakhir dengan UU No. 6/2020.
Sebelumnya, UU No. 10/2016 yang merevisi sejumlah pasal dalam UU No. 8/2015 tentang Perubahan atas UU No. 1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang.
Aturan main parpol atau gabungan parpol peserta pemilu sebagai pengusung pasangan calon pada Pemilu Presiden/Wakil Presiden RI ada nuansa (perbedaan tipis) jika dibandingkan dengan norma yang berlaku pada UU Pilkada.
Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), tata cara penentuan pasangan calon ini diatur dalam Pasal 222.
Disebutkan dalam pasal ini bahwa pasangan calon diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.
Meski persentase sama, yakni 20 persen dari jumlah kursi legislatif dan 25 persen dari suara sah pada pemilu, pada Pemilu Presiden/Wakil Presiden, 14 Februari 2024, parpol yang tidak meraih kursi pada Pemilu Anggota DPR RI 2019 tetap bisa ikut bergabung dengan parpol pengusung jika berdasarkan suara sah.
Pada saat ini di DPR RI terdapat 575 kursi. Pasangan calon presiden/wakil presiden pada Pilpres 2024 harus memiliki dukungan minimal 115 kursi di DPR RI.
Bisa juga pasangan calon diusung oleh parpol atau gabungan parpol peserta Pemilu 2019 dengan total perolehan suara sah minimal 34.992.703 suara.
Sesuai dengan jadwal, pendaftaran bakal pasangan calon presiden dan wakil presiden pada tanggal 19 Oktober sampai dengan 25 November 2023.
Usung paslon
Sementara itu, pemilihan kepala daerah yang dijadwalkan pada tanggal 27 November 2024 hanya berlaku untuk parpol yang kadernya di DPRD, baik provinsi maupun kabupaten/kota.
Dengan demikian, parpol yang tidak mendapatkan kursi di DPRD provinsi maupun DPRD kabupaten/kota pada Pemilu 2024 tidak bisa ikut mengusung pasangan calon (paslon) pada pemilihan gubernur maupun pemilihan bupati dan pemilihan wali kota.
Persentase 20 persen dari jumlah kursi legislatif atau memperoleh 25 dari suara sah bukan berdasarkan pemilu DPRD sebelumnya, melainkan hasil pemilu anggota DPRD provinsi dan pemilu anggota DPRD kabupaten/kota pada tahun 2024.
Pada Pemilu 2024 tercatat ada 18 partai nasional. Sesuai dengan nomor urut peserta pemilu sebagai berikut:
1. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB);
2. Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra);
3. Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan;
4. Partai Golkar;
5. Partai NasDem;
6. Partai Buruh;
7. Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora);
8. Partai Keadilan Sejahtera (PKS);
9. Partai Kebangkitan Nusantara (PKN);
10. Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura);
11. Partai Garda Perubahan Indonesia (Garuda);
12. Partai Amanat Nasional (PAN);
13. Partai Bulan Bintang (PBB);
14. Partai Demokrat;
15. Partai Solidaritas Indonesia (PSI);
16. Partai Persatuan Indonesia (Perindo);
17. Partai Persatuan Pembangunan (PPP); dan
24. Partai Ummat.
Enam partai lokal Aceh sebagai berikut:
18. Partai Aceh
19. Partai Adil Sejahtera Aceh
20. Partai Generasi Aceh Beusaboh Tha’at dan Taqwa
21. Partai Darul Aceh
22. Partai Nangroe Aceh
23. Partai Soliditas Independen Rakyat Indonesia
Pada tahun depan tercatat hanya Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan enam kabupaten/kota di Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta yang tidak menggelar pilkada.
Enam kabupaten/kota di DKI tersebut, yakni Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Kota Administrasi Jakarta Barat, Kota Administrasi Jakarta Pusat, Kota Administrasi Jakarta Selatan, Kota Administrasi Jakarta Timur, dan Kota Administrasi Jakarta Utara.
Di enam daerah ini juga tidak menggelar pemilu anggota DPRD kabupaten/kota pada tahun depan, sementara di luar wilayah itu (sebanyak 508 kabupaten/kota) tetap akan menyelenggarakan pemilu anggota legislatif.
Dengan demikian, pilkada serentak pada tahun 2024 akan berlangsung di 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota. Namun, pelaksanaan Pilpres 2024, Pemilu Anggota DPR RI, Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, dan pemilu anggota DPRD provinsi digelar di 38 provinsi se-Indonesia.
Oleh karena itu, parpol peserta pemilu tingkat provinsi maupun kabupaten/kota harus berupaya maksimal dengan cara-cara terpuji agar mendapat "tiket" untuk mengusung pasangan calon kepala daerah, atau tidak sekadar menjadi pendukung, apalagi hanya penonton.
Andaikan tidak mendapat "tiket" parpol pengusung, setidaknya parpol turut menyukseskan pelaksanaan pilkada pada tahun depan dengan memublikasikan sejumlah kriteria bakal calon kepala daerah (gubernur, bupati, dan wali kota) kepada masyarakat.
Kriteria itu bisa dijadikan patokan warga setempat sebelum memberi dukungan terhadap calon dari jalur independen atau perseorangan pada pilkada di daerahnya.
Aturan persyaratan pasangan calon perseorangan dalam pemilihan gubernur atau pemilihan bupati dan pemilihan wali kota sudah termaktub dalam UU Pilkada.
Warga negara Indonesia dapat mendaftarkan diri sebagai calon gubernur dan calon wakil gubernur jika memenuhi syarat dukungan jumlah penduduk yang mempunyai hak pilih dan termuat dalam daftar pemilih tetap (DPT) pada pemilu atau pemilihan sebelumnya yang paling akhir di daerah bersangkutan.
Ketentuannya sebagaimana diatur dalam Pasal 41 ayat (1) UU Pilkada, yakni provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada DPT sampai dengan 2.000.000 jiwa harus didukung paling sedikit 10 persen.
Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada DPT lebih dari 2.000.000 jiwa s.d. 6.000.000 jiwa harus didukung paling sedikit 8,5 persen.
Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada DPT lebih dari 6.000.000 jiwa s.d. 12.000.000 jiwa harus didukung paling sedikit 7,5 persen.
Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada DPT lebih dari 12.000.000 jiwa harus didukung paling sedikit 6,5 persen.
Jumlah dukungan tersebut tersebar di lebih dari 50 persen jumlah kabupaten/kota di provinsi, tempat penyelenggaraan pemilihan gubernur/wakil gubernur.
Untuk pilkada tingkat kabupaten/kota, calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai calon bupati/wakil bupati serta calon wali kota/wakil wali kota.
Adapun ketentuannya kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada DPT sampai dengan 250.000 jiwa harus didukung paling sedikit 10 persen.
Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada DPT lebih dari 250.000 s.d. 500.000 jiwa harus didukung paling sedikit 8,5 persen.
Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada DPT lebih dari 500.000 s.d. 1.000.000 jiwa harus didukung paling sedikit 7,5 persen.
Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada DPT lebih dari 1.000.000 jiwa harus didukung paling sedikit 6,5 persen.
Jumlah dukungan itu tersebar di lebih dari 50 persen jumlah kecamatan di kabupaten/kota, tempat pelaksanaan pemilihan bupati/wakil bupati dan pemilihan wali kota/wakil wali kota.
Dengan demikian, membuka peluang bagi warga negara Indonesia untuk maju sebagai gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota pada Pilkada Serentak 2024.
Tidak sekadar kompetisi memperebutkan kursi kepala daerah, tetapi keberadaan pasangan calon dari jalur independen/perseorangan ini sekaligus ingin membuktikan bahwa pasangan calon kepala daerah dari parpol dan/atau gabungan parpol itu sesuai dengan kehendak rakyat atau malah sebaliknya.