Semarang (ANTARA) - Perubahan sistem pemilihan umum (pemilu) dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup kemungkinan tidak berpengaruh pada pelaksanaan Pemilu 2024.
Konteks terkait dengan sistem pemilu ini pada pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Apakah majelis hakim konstitusi akan membuat terobosan baru ketika memutus perkara Nomor: 114/PUU-XX/2022 dengan mengubah sistem proporsional terbuka menjadi sistem proporsional tertutup dengan persyaratan tertentu? Misalnya, memprioritaskan kaum perempuan untuk menjadi wakil rakyat.
Apabila hasil bilangan pembagi 1 dan diikuti secara berurutan oleh bilangan ganjil 3, 5, 7, dan seterusnya partai politik di daerah pemilihan (dapil) meraih tiga kursi di dapil, parpol yang bersangkutan wajib memprioritaskan calon anggota legislatif (caleg) perempuan tanpa melihat nomor urut.
Hal itu mengingat keterwakilan perempuan minimal 30 persen dari total anggota DPR RI sejak Pemilu 2004 hingga Pemilu 2019 tidak pernah tercapai.
Padahal, bakal calon anggota legislatif (bacaleg) perempuan telah diafirmasi hak politiknya oleh UUD NRI Tahun 1945, Putusan Mahkamah Konstitusi No.20/PUU-XI/2013, dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Begitu pula terkait dengan daftar bakal calon anggota legislatif. Lima belas partai politik yang berlaga pada Pemilu Anggota DPR RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota pada tahun 2019 memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen dari total bakal calon anggota legislatif dalam daftar tersebut.
Namun, produk Pemilu 2019, keterwakilan perempuan di DPR RI masih di bawah 30 persen atau 20,8 persen (120 perempuan) dari 575 anggota DPR RI. Meski demikian, jika dibandingkan dengan pemilu sebelumnya, persentase itu mengalami kenaikan.
Pemilu Anggota DPR RI 2014, kaum perempuan yang menjadi wakil rakyat sebanyak 97 orang atau 17,32 persen dari 560 kursi DPR RI yang diperebutkan 12 parpol peserta Pemilu 2014 di 77 daerah pemilihan (dapil).
Persentase keterwakilan perempuan pada Pemilu 2009 mencapai 18,3 persen (103 kursi). Sebelumnya, pada Pemilu 2004 sebanyak 12 persen.
Kini, jumlah kursi yang diperebutkan di 84 daerah pemilihan pada Pemilu Anggota DPR RI 2024 sebanyak 580 kursi, paling tidak 174 perempuan melenggang ke Senayan sebagai wakil rakyat.
Namun, kembali lagi bahwa semua itu bergantung pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan nomor perkara: 114/PUU-XX/2022 apakah sistem akan berubah atau tetap sama dengan pemilu sebelumnya. Pertanyaan berikutnya apakah pemberlakuan perubahan sistem pada Pemilu 2024 atau Pemilu 2029.
Publik saat ini menanti putusan uji materi terkait dengan Pasal 168 ayat (2), Pasal 342 ayat (2), 353 ayat (1) huruf b, 386 ayat (2) huruf b, Pasal 420 huruf c dan d, Pasal 422, Pasal 424 ayat (2), dan Pasal 426 ayat (3) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terhadap UUD NRI Tahun 1945. Pengajuan uji materi ini diajukan pada hari Rabu, 16 November 2022, di tengah tahapan Pemilu 2024 masih berlangsung.
Apa pun putusan Mahkamah Konstitusi tersebut kemungkinan kecil mengganggu tahapan Pemilu 2024 yang saat ini sedang berjalan.
Tahapan saat ini dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI adalah verifikasi administrasi dokumen persyaratan bakal calon anggota legislatif, mulai 15 Mei 2023 hingga 23 Juni 2023. Sebelumnya, lembaga penyelenggara pemilu ini menerima pengajuan bakal calon anggota legislatif (bacaleg) dari partai politik pada tanggal 1—14 Mei 2023.
Berimbas pada caleg
Calon anggota legislatif, baik tingkat pusat (DPR RI), tingkat DPRD provinsi, maupun tingkat DPRD kabupaten/kota, yang berada di nomor urut "sepatu" atau paling buntut tentu akan berimbas. Pasalnya, dalam sistem proposional tertutup, nomor urut ini sangat menentukan tingkat keterpilihan calon anggota legislatif.
Apabila masih menerapkan proporsional terbuka, kursi wakil rakyat akan diberikan kepada caleg peraih suara terbanyak. Dalam sistem ini, pemilih bisa mencoblos satu kali pada nomor atau tanda gambar partai politik, dan/atau nama calon anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota.
Dalam sistem proporsional tertutup, pemilih cukup mencoblos satu kali pada nomor atau tanda gambar parpol peserta pemilu anggota legislatif.
Apabila terjadi perubahan dari proporsional terbuka menjadi ke proporsional tertutup, maka kalkulasi politik kemungkinan akan bergeser pada caleg nomor urut atas agar parpolnya meraih suara terbanyak di setiap daerah pemilihan (dapil), atau tidak semua caleg berlomba-lomba untuk meraih suara paling banyak agar mereka terpilih.
Jika pada pemilu mendatang menerapkan sistem proporsional tertutup, tentunya akan mengubah desain surat suara. Dalam sistem ini hanya menampilkan nomor atau tanda gambar partai politik peserta pemilu, sementara pemilih tidak perlu melihat urutan nama caleg, tinggal coblos gambar parpol.
Begitu pula kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) lebih memudahkan dalam penghitungan hasil pemungutan suara di tempat pemungutan suara (TPS) ketimbang sistem proporsional terbuka.
Mengenai jumlah surat suara bergantung pada daftar pemilih tetap (DPT). Pada Pemilu 2019, misalnya, pencetakan surat suara dilebihkan sebanyak 2 persen di setiap TPS yang ada.
Kembali lagi bahwa apa pun putusan MK terkait dengan sistem pemilihan, pemilu mendatang tetap berlangsung dengan hari pencoblosan sesuai dengan jadwal pada hari Rabu, 14 Februari 2024.
Konteks terkait dengan sistem pemilu ini pada pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Apakah majelis hakim konstitusi akan membuat terobosan baru ketika memutus perkara Nomor: 114/PUU-XX/2022 dengan mengubah sistem proporsional terbuka menjadi sistem proporsional tertutup dengan persyaratan tertentu? Misalnya, memprioritaskan kaum perempuan untuk menjadi wakil rakyat.
Apabila hasil bilangan pembagi 1 dan diikuti secara berurutan oleh bilangan ganjil 3, 5, 7, dan seterusnya partai politik di daerah pemilihan (dapil) meraih tiga kursi di dapil, parpol yang bersangkutan wajib memprioritaskan calon anggota legislatif (caleg) perempuan tanpa melihat nomor urut.
Hal itu mengingat keterwakilan perempuan minimal 30 persen dari total anggota DPR RI sejak Pemilu 2004 hingga Pemilu 2019 tidak pernah tercapai.
Padahal, bakal calon anggota legislatif (bacaleg) perempuan telah diafirmasi hak politiknya oleh UUD NRI Tahun 1945, Putusan Mahkamah Konstitusi No.20/PUU-XI/2013, dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Begitu pula terkait dengan daftar bakal calon anggota legislatif. Lima belas partai politik yang berlaga pada Pemilu Anggota DPR RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota pada tahun 2019 memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen dari total bakal calon anggota legislatif dalam daftar tersebut.
Namun, produk Pemilu 2019, keterwakilan perempuan di DPR RI masih di bawah 30 persen atau 20,8 persen (120 perempuan) dari 575 anggota DPR RI. Meski demikian, jika dibandingkan dengan pemilu sebelumnya, persentase itu mengalami kenaikan.
Pemilu Anggota DPR RI 2014, kaum perempuan yang menjadi wakil rakyat sebanyak 97 orang atau 17,32 persen dari 560 kursi DPR RI yang diperebutkan 12 parpol peserta Pemilu 2014 di 77 daerah pemilihan (dapil).
Persentase keterwakilan perempuan pada Pemilu 2009 mencapai 18,3 persen (103 kursi). Sebelumnya, pada Pemilu 2004 sebanyak 12 persen.
Kini, jumlah kursi yang diperebutkan di 84 daerah pemilihan pada Pemilu Anggota DPR RI 2024 sebanyak 580 kursi, paling tidak 174 perempuan melenggang ke Senayan sebagai wakil rakyat.
Namun, kembali lagi bahwa semua itu bergantung pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan nomor perkara: 114/PUU-XX/2022 apakah sistem akan berubah atau tetap sama dengan pemilu sebelumnya. Pertanyaan berikutnya apakah pemberlakuan perubahan sistem pada Pemilu 2024 atau Pemilu 2029.
Publik saat ini menanti putusan uji materi terkait dengan Pasal 168 ayat (2), Pasal 342 ayat (2), 353 ayat (1) huruf b, 386 ayat (2) huruf b, Pasal 420 huruf c dan d, Pasal 422, Pasal 424 ayat (2), dan Pasal 426 ayat (3) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terhadap UUD NRI Tahun 1945. Pengajuan uji materi ini diajukan pada hari Rabu, 16 November 2022, di tengah tahapan Pemilu 2024 masih berlangsung.
Apa pun putusan Mahkamah Konstitusi tersebut kemungkinan kecil mengganggu tahapan Pemilu 2024 yang saat ini sedang berjalan.
Tahapan saat ini dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI adalah verifikasi administrasi dokumen persyaratan bakal calon anggota legislatif, mulai 15 Mei 2023 hingga 23 Juni 2023. Sebelumnya, lembaga penyelenggara pemilu ini menerima pengajuan bakal calon anggota legislatif (bacaleg) dari partai politik pada tanggal 1—14 Mei 2023.
Berimbas pada caleg
Calon anggota legislatif, baik tingkat pusat (DPR RI), tingkat DPRD provinsi, maupun tingkat DPRD kabupaten/kota, yang berada di nomor urut "sepatu" atau paling buntut tentu akan berimbas. Pasalnya, dalam sistem proposional tertutup, nomor urut ini sangat menentukan tingkat keterpilihan calon anggota legislatif.
Apabila masih menerapkan proporsional terbuka, kursi wakil rakyat akan diberikan kepada caleg peraih suara terbanyak. Dalam sistem ini, pemilih bisa mencoblos satu kali pada nomor atau tanda gambar partai politik, dan/atau nama calon anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota.
Dalam sistem proporsional tertutup, pemilih cukup mencoblos satu kali pada nomor atau tanda gambar parpol peserta pemilu anggota legislatif.
Apabila terjadi perubahan dari proporsional terbuka menjadi ke proporsional tertutup, maka kalkulasi politik kemungkinan akan bergeser pada caleg nomor urut atas agar parpolnya meraih suara terbanyak di setiap daerah pemilihan (dapil), atau tidak semua caleg berlomba-lomba untuk meraih suara paling banyak agar mereka terpilih.
Jika pada pemilu mendatang menerapkan sistem proporsional tertutup, tentunya akan mengubah desain surat suara. Dalam sistem ini hanya menampilkan nomor atau tanda gambar partai politik peserta pemilu, sementara pemilih tidak perlu melihat urutan nama caleg, tinggal coblos gambar parpol.
Begitu pula kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) lebih memudahkan dalam penghitungan hasil pemungutan suara di tempat pemungutan suara (TPS) ketimbang sistem proporsional terbuka.
Mengenai jumlah surat suara bergantung pada daftar pemilih tetap (DPT). Pada Pemilu 2019, misalnya, pencetakan surat suara dilebihkan sebanyak 2 persen di setiap TPS yang ada.
Kembali lagi bahwa apa pun putusan MK terkait dengan sistem pemilihan, pemilu mendatang tetap berlangsung dengan hari pencoblosan sesuai dengan jadwal pada hari Rabu, 14 Februari 2024.