Purwokerto (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Jawa Tengah mengajak Badan Permusyawaratan Desa (BPD) untuk memberikan dukungan penuh dalam kegiatan percepatan penurunan stunting di wilayah masing-masing.

"Oleh karena itu, hari ini (4/5) kami mengadakan orientasi percepatan penurunan stunting bagi BPD," kata Pelaksana Tugas Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Tengah Eka Sulistia Ediningsih didampingi Ketua Kelompok Kerja Pelatihan dan Pengembangan (Latbang) BKKBN Jateng Suwarno sela acara "Orientasi Percepatan Stunting Bagi Toma, Toga, Toda, dan Mitra Kerja" di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Kamis sore.

Dia mengakui orientasi tersebut difokuskan kepada BPD meskipun judul kegiatannya ditujukan untuk tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), tokoh adat (toda), dan mitra kerja.

Menurut dia, hal itu disebabkan BPD merupakan DPR-nya desa, sehingga mempunyai kewenangan untuk menyetujui anggaran yang dirancang oleh pemerintah desa.

"Kalau BPD tidak paham terhadap stunting, maka beliau (anggota BPD) tidak ada ketertarikan ke sana," jelasnya.

Ia mengharapkan ketika diberikan pemahaman terkait penanganan stunting sesuai yang diamanatkan dalam Peraturan Pengganti Undang-Undang Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting yang angka prevalensinya ditargetkan 14 persen pada 2024, BPD mau tidak mau harus memberikan dukungan baik secara politis maupun operasional melalui pengalokasian anggaran untuk penurunan stunting.

Lebih lanjut, Ketua Pokja Latbang BKKBN Jateng Suwarno mengakui jika selama ini dalam musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) tingkat desa maupun kelurahan lebih mementingkan pembangunan fisik dengan mengesampingkan masalah sumber daya manusia maupun penanganan stunting.

"Kebetulan saya pernah menjadi Ketua LPMK (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan), semacam BPD," katanya.

Oleh karena itu, kata dia, BKKBN Jateng berupaya memberikan pemahaman kepada BPD bahwa penanganan stunting merupakan permasalahan yang penting, salah satunya dengan menghadirkan narasumber dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kependudukan, dan Pencatatan Sipil (Dispermadesdukcapil) Provinsi Jawa Tengah.

Dalam hal ini, lanjut dia, Dispermadesdukcapil memahami betul tugas dan fungsi BPD serta bagaimana anggaran untuk penanganan stunting bisa dialokasikan oleh desa.

"Dengan demikian, nanti BPD paham nanti anggarannya seperti apa, kemudian pentingnya percepatan penurunan stunting, maka nanti ketika ada usulan di dalam musrenbang desa/kelurahan, mereka akan mendukung bahwa anggaran dialokasikan sebagian untuk penanganan stunting," tegasnya.
 

Menurut dia, minimnya alokasi anggaran penanganan stunting di desa selama ini sebenarnya bukan karena kekhawatiran menyalahi aturan melainkan kurangnya pemahaman terhadap permasalahan tersebut.

Ia mengatakan dalam peraturan Gubernur Jawa Tengah sebenarnya juga ada ketentuan penggunaan sebagian dana desa untuk penanganan stunting.

"Yang paham soal itu kan kepala desa yang pastinya berkoordinasi dengan BPD. Kalau BPD enggak paham ya tidak saling mendukung," jelasnya.

Terkait dengan angka prevalensi stunting di Jateng, Suwarno mengatakan pada tahun 2022 tercatat sebesar 20,9 persen dan pada tahun 2023 berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) sebesar 20,8 persen yang berarti dalam satu tahun hanya bisa menurunkan 0,1 persen.

Ia mengaku prihatin karena BKKBN Jateng sudah berusaha melibatkan berbagai pihak termasuk BPD dan kecamatan dalam upaya menurunkan angka prevalensi stunting namun ternyata penurunannya sedikit.

"Berdasarkan analisis saya waktu kami memberikan pelatihan pada tahun 2022, itu dilaksanakan pada bulan November-Desember. Jadi pada bulan November-Desember, Pak Camat baru dikasih orientasi pemahaman tentang itu, termasuk BPD," katanya.

Dengan demikian, kata dia, waktu untuk melakukan aksi percepatan penurunan stunting sangat mepet karena pada bulan Desember sudah harus dilakukan evaluasi.

Oleh karena itu, lanjut dia, dengan diadakannya orientasi bagi BPD diharapkan dalam satu tahun ke depan terjadi penurunan kasus stunting sesuai harapan atau minimal 3,5 persen.

Kendati demikian, dia mengakui untuk bisa mencapai target prevalensi stunting yang sebesar 14 persen pada tahun 2024 sangat berat karena saat sekarang di Jateng masih sebesar 20,8 persen, sehingga dalam satu tahun ke depan harus bisa turun 6 persen.

Terkait dengan hal itu, dia mengatakan komitmen dari atas sampai bawah harus betul-betul dijalankan secara maksimal.

"Komitmennya sudah ada sih, dari gubernur sudah membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting sampai di tingkat desa itu ada semua. Cuma cara kerjanya belum begitu maksimal," katanya.

Menurut dia, hal itu diakui oleh penyelenggaraan percepatan penurunan stunting bahwa selama ini kegiatan yang dilakukan lebih terfokus pada advokasi dan sosialisasi, namun aksi pengalokasian anggaran untuk intervensi penurunan seperti pemberian gizi bagi balita stunting masih kecil.

"Padahal anggaran untuk intervensi sangat dibutuhkan, sehingga harus ditingkatkan lagi," tegas Suwarno.

 

Pewarta : Sumarwoto
Editor : Teguh Imam Wibowo
Copyright © ANTARA 2024