Batang (ANTARA) - Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Batang, Jawa Tengah, masih mengkaji laporan seorang warga, Karnoto (45) terkait kepemilikan spesimen tanda tangan oknum pejabat pembuat akta tanah (PPAT) yang berbeda sehingga berdampak menimbulkan kerugian material konsumennya.
"Kami tidak bisa menyimpulkannya sekarang karena harus mengkajinya terlebih dahulu dengan melihat dokumennya seperti apa, kemudian meneliti perbedaan spesimen itu sendiri," kata Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Batang Zumrotul Aini di Batang, Rabu.
Usai beraudensi dengan pelapor, dia mengatakan Majelis Pembina dan Pengawas Daerah (MPPD) Kabupaten Batang yang terdiri atas BPN dan PPAT akan meneliti keabsahan spesimen milik oknum PPAT mulai dari oknum itu dilantik hingga sekarang.
"Jadi waktu oknum PPAT ini dilantik spesimennya seperti apa dan dalam perjalanan sepanjang beliau menjadi PPAT apakah ada perubahan spesimen. Nah nanti disitu, akan kami cocokan dengan data yang ada, baru bisa kami simpulkan," katanya.
Dijelaskan, kesimpulan itu akan disampaikan melalui MPPD Kabupaten Batang yang saat ini masih menunggu surat keputusan dari Kanwil BPN Jawa Tengah.
"Ya, karena ada pergantian Ketua MPPD Batang yang baru sehingga kami masih harus menunggu SK itu turun dari Kanwil Jateng," kata Zumrotul Aini.
Analis Hukum Pertanahan Kanwil BPN Provinsi Jateng Terry Kristianyuda mengatakan pihaknya baru menemukan kasus kepemilikan spesimen PPAT lebih dari satu dan merugikan kliennya.
"Selama ini kami di Kanwil BPN Jateng belum menemukan kasus laporan spesimen tanda tangan PPAT yang berbeda-beda dan ternyata dapat menimbulkan kerugian pada kliennya," katanya.
Menurut dia, memang tidak ada keharusan atau aturan yang menyatakan bahwa seorang PPAT hanya boleh memiliki satu spesimen tanda tangan saja.
"Jadi kalau masalah ganti spesimen tandatangan itu kehendak masing masing PPAT. Artinya tidak ada keharusan bahwa spesimen ini harus sama terus," katanya.
"Akan tetapi ketika yang bersangkutan mengubah spesimen itu harus disampaikan ke BPN.
Oleh karena itu, seorang PPAT wajib menyampaikan atau menunjukkan spesimen tanda tangan pada saat dia dilantik sebagai PPAT, dan pada saat akan melakukan perubahan spesimen tandatangannya maka wajib menyampaikan ke instansi bersangkutan, seperti BPN pada khususnya," katanya.
Sementara pendamping Karnoto, Purwo mengatakan pihaknya masih menyangsikan salah satu spesimen yang ada pada akta jual beli produk seorang PPAT itu.
"Saya minta spesimen dari notaris PPAT tersebut yang terdaftar di Kemenkumham karena dirinya sebagai korban menyangsikan salah satu spesimen itu. Intinya, saya minta kejelasan surat tertulis BPN terhadap spesimen yang mana dari tiga spesimen yang terdaftar pada akta jual beli produk notaris PPAT itu," katanya.
"Kami tidak bisa menyimpulkannya sekarang karena harus mengkajinya terlebih dahulu dengan melihat dokumennya seperti apa, kemudian meneliti perbedaan spesimen itu sendiri," kata Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Batang Zumrotul Aini di Batang, Rabu.
Usai beraudensi dengan pelapor, dia mengatakan Majelis Pembina dan Pengawas Daerah (MPPD) Kabupaten Batang yang terdiri atas BPN dan PPAT akan meneliti keabsahan spesimen milik oknum PPAT mulai dari oknum itu dilantik hingga sekarang.
"Jadi waktu oknum PPAT ini dilantik spesimennya seperti apa dan dalam perjalanan sepanjang beliau menjadi PPAT apakah ada perubahan spesimen. Nah nanti disitu, akan kami cocokan dengan data yang ada, baru bisa kami simpulkan," katanya.
Dijelaskan, kesimpulan itu akan disampaikan melalui MPPD Kabupaten Batang yang saat ini masih menunggu surat keputusan dari Kanwil BPN Jawa Tengah.
"Ya, karena ada pergantian Ketua MPPD Batang yang baru sehingga kami masih harus menunggu SK itu turun dari Kanwil Jateng," kata Zumrotul Aini.
Analis Hukum Pertanahan Kanwil BPN Provinsi Jateng Terry Kristianyuda mengatakan pihaknya baru menemukan kasus kepemilikan spesimen PPAT lebih dari satu dan merugikan kliennya.
"Selama ini kami di Kanwil BPN Jateng belum menemukan kasus laporan spesimen tanda tangan PPAT yang berbeda-beda dan ternyata dapat menimbulkan kerugian pada kliennya," katanya.
Menurut dia, memang tidak ada keharusan atau aturan yang menyatakan bahwa seorang PPAT hanya boleh memiliki satu spesimen tanda tangan saja.
"Jadi kalau masalah ganti spesimen tandatangan itu kehendak masing masing PPAT. Artinya tidak ada keharusan bahwa spesimen ini harus sama terus," katanya.
"Akan tetapi ketika yang bersangkutan mengubah spesimen itu harus disampaikan ke BPN.
Oleh karena itu, seorang PPAT wajib menyampaikan atau menunjukkan spesimen tanda tangan pada saat dia dilantik sebagai PPAT, dan pada saat akan melakukan perubahan spesimen tandatangannya maka wajib menyampaikan ke instansi bersangkutan, seperti BPN pada khususnya," katanya.
Sementara pendamping Karnoto, Purwo mengatakan pihaknya masih menyangsikan salah satu spesimen yang ada pada akta jual beli produk seorang PPAT itu.
"Saya minta spesimen dari notaris PPAT tersebut yang terdaftar di Kemenkumham karena dirinya sebagai korban menyangsikan salah satu spesimen itu. Intinya, saya minta kejelasan surat tertulis BPN terhadap spesimen yang mana dari tiga spesimen yang terdaftar pada akta jual beli produk notaris PPAT itu," katanya.