Semarang (ANTARA) - Ketua Bidang Pembinaan Pengembangan Obat-obatan dan Pelayanan Kesehatan Tradisional Holistik PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Dr. dr. Ina Rosalina, Sp.A.K mengingatkan bahwa penggunaan obat tradisional harus memenuhi standar.
"Obat tradisional yang baik dan memenuhi standar yakni yang sudah dapat sertifikasi dari BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan)," katanya, dalam pernyataan yang diterima di Semarang, Minggu.
Hal tersebut disampaikannya saat seminar series fitofarmaka bertema "Peran Dokter dalam Pemanfaatan Obat Berbahan Alam Indonesia dalam Pelayanan Kesehatan" yang digelar di Semarang, Sabtu (18/3).
Diakuinya, masyarakat Indonesia memang suka menggunakan obat bahan alami untuk menyembuhkan banyak penyakit, namun seringkali tidak memperhatikan mutu dan kualitasnya.
"Sehingga diselenggarakanlah kegiatan ini sebagai edukasi. Ini merupakan waktu yang tepat untuk menyosialisasikan bahan alami sebagai obat-obatan," katanya.
Baca juga: IDI Jawa Tengah: Belum ada makanan yang terbukti bisa bunuh sel kanker
Direktur Pengelolaan dan Pelayanan Kefarmasian Kemenkes Dr. dr. Dina Sintia Pamela, S.Si., Apt menyampaikan bahwa kekayaan Indonesia bisa dikembangkan tidak hanya menjadi jamu, tetapi sebagai obat-obatan herbal yang sudah melalui uji klinis.
"Pemerintah mendorong obat ini bisa digunakan aman untuk masyarakat sehingga tidak bergantung pada obat bahan kimia," ujarnya, seraya meminta masyarakat jika menemukan efek samping obat herbal untuk melaporkan agar bisa dikaji BPOM bersama tenaga ahli.
Sementara itu, ketua panitia seminar Dr. dr. Budi Palarto, Sp.OG menjelaskan seminar tersebut merupakan kegiatan PB IDI bekerja sama dengan IDI Wilayah Jateng untuk mentransformasikan pengobatan tradisional yang disesuaikan dengan kemajuan teknologi.
Menurut dia, Indonesia kaya dengan keberagaman hayati, salah satunya sumber daya alam yang dapat dijadikan sebagai pengobatan berbahan alami sehingga melalui kegiatan itu sekaligus menyosialisasikan fitofarmaka.
Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah distandarisasi.
"Harapannya, kegiatan ini bisa menjadi rekomendasi untuk dapat rutin diadakan tidak hanya sekali sehingga ilmu fitofarmaka bisa berkelanjutan dan dirasakan manfaatnya," pungkasnya.
Perwakilan dari Ketua IDI Wilayah Jateng Dokter Sarwoko Oetomo berharap agar kekayaan alam Indonesia bisa dimanfaatkan untuk pengobatan sehari-hari, tentunya yang sudah melewati kajian, termasuk efek samping.
"Mari kita manfaatkan sebaik mungkin kekayaan Indonesia yang kita miliki untuk pengobatan tradisional yang minim akan efek samping," ungkapnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal PB IDI dr Ulul Albab memberikan apresiasi terhadap IDI Wilayah Jateng yang telah mampu menyelenggarakan seminar yang dihadiri ratusan dokter.
Tak lupa, Ulul berpesan kepada para peserta seminar tersebut untuk mengutamakan etik di tengah profesionalitas mereka mengabdi sebagai dokter.
Baca juga: Akademisi UNS: Perlu edukasi penggunaan obat tradisional
Baca juga: BPOM: Iklan obat tradisional jangan menyesatkan
Baca juga: Sosialisasi e-regristrasi, 40 obat tradisional tunggu izin edar BPOM
"Obat tradisional yang baik dan memenuhi standar yakni yang sudah dapat sertifikasi dari BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan)," katanya, dalam pernyataan yang diterima di Semarang, Minggu.
Hal tersebut disampaikannya saat seminar series fitofarmaka bertema "Peran Dokter dalam Pemanfaatan Obat Berbahan Alam Indonesia dalam Pelayanan Kesehatan" yang digelar di Semarang, Sabtu (18/3).
Diakuinya, masyarakat Indonesia memang suka menggunakan obat bahan alami untuk menyembuhkan banyak penyakit, namun seringkali tidak memperhatikan mutu dan kualitasnya.
"Sehingga diselenggarakanlah kegiatan ini sebagai edukasi. Ini merupakan waktu yang tepat untuk menyosialisasikan bahan alami sebagai obat-obatan," katanya.
Baca juga: IDI Jawa Tengah: Belum ada makanan yang terbukti bisa bunuh sel kanker
Direktur Pengelolaan dan Pelayanan Kefarmasian Kemenkes Dr. dr. Dina Sintia Pamela, S.Si., Apt menyampaikan bahwa kekayaan Indonesia bisa dikembangkan tidak hanya menjadi jamu, tetapi sebagai obat-obatan herbal yang sudah melalui uji klinis.
"Pemerintah mendorong obat ini bisa digunakan aman untuk masyarakat sehingga tidak bergantung pada obat bahan kimia," ujarnya, seraya meminta masyarakat jika menemukan efek samping obat herbal untuk melaporkan agar bisa dikaji BPOM bersama tenaga ahli.
Sementara itu, ketua panitia seminar Dr. dr. Budi Palarto, Sp.OG menjelaskan seminar tersebut merupakan kegiatan PB IDI bekerja sama dengan IDI Wilayah Jateng untuk mentransformasikan pengobatan tradisional yang disesuaikan dengan kemajuan teknologi.
Menurut dia, Indonesia kaya dengan keberagaman hayati, salah satunya sumber daya alam yang dapat dijadikan sebagai pengobatan berbahan alami sehingga melalui kegiatan itu sekaligus menyosialisasikan fitofarmaka.
Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah distandarisasi.
"Harapannya, kegiatan ini bisa menjadi rekomendasi untuk dapat rutin diadakan tidak hanya sekali sehingga ilmu fitofarmaka bisa berkelanjutan dan dirasakan manfaatnya," pungkasnya.
Perwakilan dari Ketua IDI Wilayah Jateng Dokter Sarwoko Oetomo berharap agar kekayaan alam Indonesia bisa dimanfaatkan untuk pengobatan sehari-hari, tentunya yang sudah melewati kajian, termasuk efek samping.
"Mari kita manfaatkan sebaik mungkin kekayaan Indonesia yang kita miliki untuk pengobatan tradisional yang minim akan efek samping," ungkapnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal PB IDI dr Ulul Albab memberikan apresiasi terhadap IDI Wilayah Jateng yang telah mampu menyelenggarakan seminar yang dihadiri ratusan dokter.
Tak lupa, Ulul berpesan kepada para peserta seminar tersebut untuk mengutamakan etik di tengah profesionalitas mereka mengabdi sebagai dokter.
Baca juga: Akademisi UNS: Perlu edukasi penggunaan obat tradisional
Baca juga: BPOM: Iklan obat tradisional jangan menyesatkan
Baca juga: Sosialisasi e-regristrasi, 40 obat tradisional tunggu izin edar BPOM