Semarang (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) membentuk sebanyak 3.882 Tim Pendamping Keluarga (TPK) di Semarang untuk mempercepat pencapaian target "zero" stunting di Kota Atlas.
Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu mengapresiasi pembentukan TPK yang akan menambah kekuatan dalam upaya mempercepat penanganan stunting di Ibu Kota Jawa Tengah tersebut.
"Keberadaan TPK yang terdiri atas bidan, kader PKK, dan kader KB ini akan menjadi tambahan 'support' dan suplemen bagi percepatan penurunan stunting di Kota Semarang," katanya di Semarang, Kamis.
Hal tersebut disampaikan Ita, sapaan akrab wali kota perempuan pertama di Kota Semarang itu, saat Pembekalan dan Orientasi TPK yang berlangsung di Aula Kantor Kecamatan Gajahmungkur Semarang.
Ita mengatakan bahwa selama ini telah melakukan penanganan stunting disesuaikan dengan permasalahan yang dialami di setiap wilayah kecamatan, sebab persoalan yang terjadi tidak sama.
Pembentukan TPK, kata dia, merupakan kelanjutan berbagai program penanganan stunting di Kota Semarang seperti pemberian vitamin, KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi), dan program DASHAT (Dapur Sehat Atasi Stunting).
Menurut dia, kasus stunting tidak melulu dikarenakan permasalahan gizi, melainkan juga pola asuh. Dicontohkannya, penanganan kasus stunting di Kecamatan Semarang Barat akan berbeda dengan di Semarang Utara.
Wilayah Kecamatan Semarang Barat sebagai daerah industri dengan banyak ibu bekerja, terutama Kelurahan Kalipancur dan Kelurahan Manyaran, kata dia, dipilih sebagai lokasi pertama Rumah Pelita dengan penanganan terintegrasi, mulai dari pemenuhan gizi hingga pola asuh.
Berbeda dengan kondisi di Kelurahan Tanjungmas, Kecamatan Semarang Utara yang kemampuan dan tingkat kemiskinannya cukup besar sehingga gizinya kurang meski pendampingan orang tua ada.
Ita berharap nantinya Rumah Pelita akan hadir secara merata di setiap kecamatan dengan pendampingan, mulai pengasuh, juru masak, didampingi ahli nutrisi, dokter anak, psikolog untuk IQ, terapis untuk motorik, bidan, hingga psikolog.
Angka prevalensi stunting di Semarang saat ini sebesar 1,4 persen, atau terus menurun dari tahun sebelumnya, dan ditargetkan pada akhir tahun ini bisa mencapai nol persen.
Sementara itu, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menilai penanganan stunting di Kota Semarang telah membuahkan hasil positif dengan penurunan angka stunting berada di angka 10,9 persen berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI).
Ia menjelaskan pelatihan TPK tersebut akan dilakukan secara terus menerus dan ditargetkan rampung sebelum lebaran, dengan membekali para kader ilmu praktis untuk menasihati tetangga.
"Sumber ilmu kedokteran diterjemahkan dalam bahasa sehari-hari oleh instruktur sehingga kader TPK dapat mengedukasi tetangga, ingatkan tetangga," katanya.
Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu mengapresiasi pembentukan TPK yang akan menambah kekuatan dalam upaya mempercepat penanganan stunting di Ibu Kota Jawa Tengah tersebut.
"Keberadaan TPK yang terdiri atas bidan, kader PKK, dan kader KB ini akan menjadi tambahan 'support' dan suplemen bagi percepatan penurunan stunting di Kota Semarang," katanya di Semarang, Kamis.
Hal tersebut disampaikan Ita, sapaan akrab wali kota perempuan pertama di Kota Semarang itu, saat Pembekalan dan Orientasi TPK yang berlangsung di Aula Kantor Kecamatan Gajahmungkur Semarang.
Ita mengatakan bahwa selama ini telah melakukan penanganan stunting disesuaikan dengan permasalahan yang dialami di setiap wilayah kecamatan, sebab persoalan yang terjadi tidak sama.
Pembentukan TPK, kata dia, merupakan kelanjutan berbagai program penanganan stunting di Kota Semarang seperti pemberian vitamin, KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi), dan program DASHAT (Dapur Sehat Atasi Stunting).
Menurut dia, kasus stunting tidak melulu dikarenakan permasalahan gizi, melainkan juga pola asuh. Dicontohkannya, penanganan kasus stunting di Kecamatan Semarang Barat akan berbeda dengan di Semarang Utara.
Wilayah Kecamatan Semarang Barat sebagai daerah industri dengan banyak ibu bekerja, terutama Kelurahan Kalipancur dan Kelurahan Manyaran, kata dia, dipilih sebagai lokasi pertama Rumah Pelita dengan penanganan terintegrasi, mulai dari pemenuhan gizi hingga pola asuh.
Berbeda dengan kondisi di Kelurahan Tanjungmas, Kecamatan Semarang Utara yang kemampuan dan tingkat kemiskinannya cukup besar sehingga gizinya kurang meski pendampingan orang tua ada.
Ita berharap nantinya Rumah Pelita akan hadir secara merata di setiap kecamatan dengan pendampingan, mulai pengasuh, juru masak, didampingi ahli nutrisi, dokter anak, psikolog untuk IQ, terapis untuk motorik, bidan, hingga psikolog.
Angka prevalensi stunting di Semarang saat ini sebesar 1,4 persen, atau terus menurun dari tahun sebelumnya, dan ditargetkan pada akhir tahun ini bisa mencapai nol persen.
Sementara itu, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menilai penanganan stunting di Kota Semarang telah membuahkan hasil positif dengan penurunan angka stunting berada di angka 10,9 persen berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI).
Ia menjelaskan pelatihan TPK tersebut akan dilakukan secara terus menerus dan ditargetkan rampung sebelum lebaran, dengan membekali para kader ilmu praktis untuk menasihati tetangga.
"Sumber ilmu kedokteran diterjemahkan dalam bahasa sehari-hari oleh instruktur sehingga kader TPK dapat mengedukasi tetangga, ingatkan tetangga," katanya.