Temanggung (ANTARA) - Masalah sampah hingga saat ini masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan hampir di setiap daerah di Indonesia.
Masih banyak masyarakat membuang sampah sembarangan karena mereka belum menyadari akan arti penting membuang sampah di tempat yang benar. Padahal, disadari atau tidak, membuang sampah sembarangan, terutama plastik yang susah terurai, dapat menyebabkan banjir bahkan merusak alam.
Mengingat pentingnya pengelolaan sampah dari hulu, sejak tahun 2019 Kabupaten Temanggung mencanangkan gerakan bebas sampah. Guna mendukung program tersebut Pemkab Temanggung membentuk Dewan Persampahan.
Dewan Persampahan terdiri atas akademisi, tokoh agama, aktivis pemuda, pengusaha, serta pendidik yang bertugas untuk mengevaluasi, memonitor, memberikan rekomendasi-rekomendasi kepada pemerintah, DPRD, organisasi kemasyarakatan, instansi pendidikan, serta perusahaan-perusahaan, bahkan kepada seluruh masyarakat di Kabupaten Temanggung.
Bupati Temanggung M. Al Khadziq menyampaikan dalam gerakan Temanggung bebas sampah seluruh masyarakat bersama-sama, baik itu para relawan, pemerintah kabupaten, pemerintah desa, lembaga pendidikan, para tokoh ulama, dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat di Temanggung berkomitmen ingin menjadikan Temanggung bebas sampah.
Melalui gerakan bebas sampah tersebut, mulai menyadarkan masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya, maka lingkungan hidup di Kabupaten Temanggung semakin bersih. Akan tetapi, akibatnya tempat pemrosesan akhir (TPA) sampah menjadi kelebihan kapasitas.
Waktu itu dengan pemikiran agak pesimistis, kalaupun daur ulang tidak bisa dilaksanakan, minimal gerakan Temanggung bebas sampah itu sudah bisa mengeliminasi sampah dari alam terbuka di Kabupaten Temanggung agar masyarakat tidak membuang sampah sembarangan, misalnya, di selokan, sungai, jalan, dan lingkungan agar sampah minimal terkumpul di suatu tempat.
"Nah, benar ternyata, sampah memang sampai hari ini belum bisa terkelola dengan baik, pemilahan sampah di tingkat desa, di tingkat RT/RW belum semua melaksanakannya sehingga sampah masih dikumpulkan jadi satu tempat dan akhirnya Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman, dan Lingkungan Hidup (DPRKPLH) yang ketiban sampur harus mengambil sampah yang belum terpilah itu semua masuk ke TPA," katanya.
Kondisi tersebut mengakibatkan TPA cepat penuh. Ketika gerakan Temanggung bebas sampah pertama kali dicetuskan, sampah yang masuk ke TPA itu hanya sekitar 60 ton per hari, sekarang sudah mencapai 120-130 ton per hari.
Artinya, itu sudah bisa mengurangi sampah yang tadinya akan dibuang di alam terbuka, sekarang sudah masuk ke sistem meskipun akhirnya membebani TPA.
"Akan tetapi tidak apa-apa, itu tugas negara, membangun TPA itu tugas kami. Yang penting alam ini terselamatkan, tidak menjadi tempat sampah terbuka," katanya.
Memang tetap menjadi pekerjaan pemkab untuk meningkatkan kapasitas TPA. Masyarakat juga harus diedukasi, melalui gerakan yang betul-betul mengembalikan alur sampah itu ke dalam sistemnya. Hal itu harus terus diperjuangkan dengan berbagai cara.
Oleh karena itu, Dewan Persampahan untuk terus bergiat melalui berbagai cara, baik melalui sosialisasi, edukasi, di fasilitator persampahan kecamatan, fasilitator persampahan desa bekerja sama dengan pemerintah desa maupun melalui gerakan-gerakan edukasi yang lain.
Melalui Dinas Pendidikan, bisa dibuat kurikulum untuk anak TK, SD, SMP yang bisa dipahami oleh anak-anak agar sejak dini mereka mulai sadar untuk menempatkan sampah pada sistemnya.
Jangan sampai sampah itu keluar dari sistem, seperti membuang sampah di halaman, di pinggir jalan, atau di sungai.
Sampah harus masuk sistem meskipun pada akhirnya TPA akan penuh. Itu tidak masalah, yang penting bisa membuat lingkungan lebih bersih.
Guna mengantisipasi agar TPA tidak cepat kelebihan volume sampah, masyarakat harus aktif melakukan pilah sampah sejak dari rumah tangga sehingga yang dibuang ke TPA merupakan benar-benar limbah residu.
Kalau masyarakat dan seluruh komponen bisa memilah sampah sesuai dengan jenisnya maka nanti TPA akan bisa lebih lama umurnya, tidak sedikit-sedikit kelebihan timbunan sampah.
Kalau sampah sudah terpilah secara benar pasti volume yang sampai ke TPA akan semakin sedikit.
Ia menyampaikan rencananya tahun ini di TPA Sanggrahan akan dibangun tempat pembuangan sampah terpadu dengan menelan biaya lebih dari Rp40 miliar dan dilaksanakan pada 2023 dan 2024.
Pada Hari Peduli Sampah Nasional 2023, tidak henti-hentinya pihaknya mengajak seluruh masyarakat untuk memilah sampah sejak dari rumah, baik itu sampah organik, sampah residu, dan sampah daur ulang.
Kalau masyarakat berpartisipasi aktif dalam upaya pemilahan sampah, maka hanya sampah yang sulit didaur ulang atau sampah residu saja yang masuk ke TPA. Jika sampah sudah terpilah secara benar, pasti volume yang sampai ke TPA akan semakin sedikit.
Kepala DPRKPLH Kabupaten Temanggung Hendra Sumaryana menegaskan kondisi TPA Sanggrahan sudah over load dan akan diupayakan untuk perluasan di zona lima dan zona enam dengan luas sekitar 2,6 hektare.
Pembangunan di zona lima dan enam nanti konsepnya bukan TPA, melainkan tempat pengolahan sampah terpadu reduce, reuse, recycle (TPST3R). Jadi yang dibangun adalah pengolahannya.
Dana untuk pembangunan TPST3R sekitar Rp44 miliar diusulkan untuk mendapatkan alokasi dari APBN.
Ketua DPRD Kabupaten Temanggung Yunianto menuturkan Komisi B DPRD Kabupaten Temanggung sudah melakukan asesmen di area TPA Sanggrahan dan memang secara infrastruktur kondisinya tidak mendukung.
Menurut dia, program Temanggung Bebas sampah luar biasa, namun juga harus didukung kemampuan infrastrukturnya.
Oleh karena itu DPRD Kabupaten Temanggung mendorong pemerintah daerah mengajukan dana alokasi khusus (DAK) sekitar Rp44 miliar untuk mendukung pembangunan infrastruktur tersebut ke kementerian terkait karena APBD kabupaten tidak mampu.
Perlu kesadaran masyarakat untuk melakukan pilah sampah. Hal ini memang harus dilatih, harus gencar dilakukan sosialisasi guna menggugah masyarakat melaksanakan pilah sampah sejak dari rumah tangga.
Baca juga: BRI inisiasi Program Peduli Gerakan Anti Sampah di Kabupaten Pekalongan
Masih banyak masyarakat membuang sampah sembarangan karena mereka belum menyadari akan arti penting membuang sampah di tempat yang benar. Padahal, disadari atau tidak, membuang sampah sembarangan, terutama plastik yang susah terurai, dapat menyebabkan banjir bahkan merusak alam.
Mengingat pentingnya pengelolaan sampah dari hulu, sejak tahun 2019 Kabupaten Temanggung mencanangkan gerakan bebas sampah. Guna mendukung program tersebut Pemkab Temanggung membentuk Dewan Persampahan.
Dewan Persampahan terdiri atas akademisi, tokoh agama, aktivis pemuda, pengusaha, serta pendidik yang bertugas untuk mengevaluasi, memonitor, memberikan rekomendasi-rekomendasi kepada pemerintah, DPRD, organisasi kemasyarakatan, instansi pendidikan, serta perusahaan-perusahaan, bahkan kepada seluruh masyarakat di Kabupaten Temanggung.
Bupati Temanggung M. Al Khadziq menyampaikan dalam gerakan Temanggung bebas sampah seluruh masyarakat bersama-sama, baik itu para relawan, pemerintah kabupaten, pemerintah desa, lembaga pendidikan, para tokoh ulama, dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat di Temanggung berkomitmen ingin menjadikan Temanggung bebas sampah.
Melalui gerakan bebas sampah tersebut, mulai menyadarkan masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya, maka lingkungan hidup di Kabupaten Temanggung semakin bersih. Akan tetapi, akibatnya tempat pemrosesan akhir (TPA) sampah menjadi kelebihan kapasitas.
Waktu itu dengan pemikiran agak pesimistis, kalaupun daur ulang tidak bisa dilaksanakan, minimal gerakan Temanggung bebas sampah itu sudah bisa mengeliminasi sampah dari alam terbuka di Kabupaten Temanggung agar masyarakat tidak membuang sampah sembarangan, misalnya, di selokan, sungai, jalan, dan lingkungan agar sampah minimal terkumpul di suatu tempat.
"Nah, benar ternyata, sampah memang sampai hari ini belum bisa terkelola dengan baik, pemilahan sampah di tingkat desa, di tingkat RT/RW belum semua melaksanakannya sehingga sampah masih dikumpulkan jadi satu tempat dan akhirnya Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman, dan Lingkungan Hidup (DPRKPLH) yang ketiban sampur harus mengambil sampah yang belum terpilah itu semua masuk ke TPA," katanya.
Kondisi tersebut mengakibatkan TPA cepat penuh. Ketika gerakan Temanggung bebas sampah pertama kali dicetuskan, sampah yang masuk ke TPA itu hanya sekitar 60 ton per hari, sekarang sudah mencapai 120-130 ton per hari.
Artinya, itu sudah bisa mengurangi sampah yang tadinya akan dibuang di alam terbuka, sekarang sudah masuk ke sistem meskipun akhirnya membebani TPA.
"Akan tetapi tidak apa-apa, itu tugas negara, membangun TPA itu tugas kami. Yang penting alam ini terselamatkan, tidak menjadi tempat sampah terbuka," katanya.
Memang tetap menjadi pekerjaan pemkab untuk meningkatkan kapasitas TPA. Masyarakat juga harus diedukasi, melalui gerakan yang betul-betul mengembalikan alur sampah itu ke dalam sistemnya. Hal itu harus terus diperjuangkan dengan berbagai cara.
Oleh karena itu, Dewan Persampahan untuk terus bergiat melalui berbagai cara, baik melalui sosialisasi, edukasi, di fasilitator persampahan kecamatan, fasilitator persampahan desa bekerja sama dengan pemerintah desa maupun melalui gerakan-gerakan edukasi yang lain.
Melalui Dinas Pendidikan, bisa dibuat kurikulum untuk anak TK, SD, SMP yang bisa dipahami oleh anak-anak agar sejak dini mereka mulai sadar untuk menempatkan sampah pada sistemnya.
Jangan sampai sampah itu keluar dari sistem, seperti membuang sampah di halaman, di pinggir jalan, atau di sungai.
Sampah harus masuk sistem meskipun pada akhirnya TPA akan penuh. Itu tidak masalah, yang penting bisa membuat lingkungan lebih bersih.
Guna mengantisipasi agar TPA tidak cepat kelebihan volume sampah, masyarakat harus aktif melakukan pilah sampah sejak dari rumah tangga sehingga yang dibuang ke TPA merupakan benar-benar limbah residu.
Kalau masyarakat dan seluruh komponen bisa memilah sampah sesuai dengan jenisnya maka nanti TPA akan bisa lebih lama umurnya, tidak sedikit-sedikit kelebihan timbunan sampah.
Kalau sampah sudah terpilah secara benar pasti volume yang sampai ke TPA akan semakin sedikit.
Ia menyampaikan rencananya tahun ini di TPA Sanggrahan akan dibangun tempat pembuangan sampah terpadu dengan menelan biaya lebih dari Rp40 miliar dan dilaksanakan pada 2023 dan 2024.
Pada Hari Peduli Sampah Nasional 2023, tidak henti-hentinya pihaknya mengajak seluruh masyarakat untuk memilah sampah sejak dari rumah, baik itu sampah organik, sampah residu, dan sampah daur ulang.
Kalau masyarakat berpartisipasi aktif dalam upaya pemilahan sampah, maka hanya sampah yang sulit didaur ulang atau sampah residu saja yang masuk ke TPA. Jika sampah sudah terpilah secara benar, pasti volume yang sampai ke TPA akan semakin sedikit.
Kepala DPRKPLH Kabupaten Temanggung Hendra Sumaryana menegaskan kondisi TPA Sanggrahan sudah over load dan akan diupayakan untuk perluasan di zona lima dan zona enam dengan luas sekitar 2,6 hektare.
Pembangunan di zona lima dan enam nanti konsepnya bukan TPA, melainkan tempat pengolahan sampah terpadu reduce, reuse, recycle (TPST3R). Jadi yang dibangun adalah pengolahannya.
Dana untuk pembangunan TPST3R sekitar Rp44 miliar diusulkan untuk mendapatkan alokasi dari APBN.
Ketua DPRD Kabupaten Temanggung Yunianto menuturkan Komisi B DPRD Kabupaten Temanggung sudah melakukan asesmen di area TPA Sanggrahan dan memang secara infrastruktur kondisinya tidak mendukung.
Menurut dia, program Temanggung Bebas sampah luar biasa, namun juga harus didukung kemampuan infrastrukturnya.
Oleh karena itu DPRD Kabupaten Temanggung mendorong pemerintah daerah mengajukan dana alokasi khusus (DAK) sekitar Rp44 miliar untuk mendukung pembangunan infrastruktur tersebut ke kementerian terkait karena APBD kabupaten tidak mampu.
Perlu kesadaran masyarakat untuk melakukan pilah sampah. Hal ini memang harus dilatih, harus gencar dilakukan sosialisasi guna menggugah masyarakat melaksanakan pilah sampah sejak dari rumah tangga.
Baca juga: BRI inisiasi Program Peduli Gerakan Anti Sampah di Kabupaten Pekalongan