Semarang (ANTARA) - KH Shodiq Hamzah menerima gelar Doctor Honoris Causa dari UIN Walisongo dalam bidang Ilmu Tafsir karena kiprahnya memberikan kontribusi yang signifikan dalam pendidikan Islam terutama dalam bidang Ilmu Tafsir al-Qur’an. Penganugerahan diserahkan Rektor UIN Walisongo di Aula 2 Kampus 3 UIN Walisongo Semarang, Selasa (29/11).

Rektor UIN Walisongo Prof.Dr.Imam Taufiq menyampaikan pemberian gelar Doktor HC kepada KH Shodiq Hamzah atas kiprahnya dalam bidang ilmu Tafsir, terutama melalui salah satu karyanya yaitu Tafsir Al Bayan. Kitab Al Bayan-fi Ma’rifah Ma’ani Al Quran menekankan aspek local genuine yang berorientasi pada bahasa dan konteks sosio kultural yang menggunakan bahasa Jawa latin kromo sebagai media penulisannya.

"Karya beliau dalam konteks kearifan lokal menjadi konsep kunci penyebarluasan ajaran agama. Selaras dengan UIN Walisongo yang menginisiasi paradigma kesatuan ilmu dalam keseluruhan proses akademik," katanya.

Kearifan lokal, lanjutnya, menjadi hal penting dalam menandai integritas keilmuan dan KH Shodiq Hamzah menjadikan kearifan lokal sebagai poin penting dalam karyanya, terepresentasi dalam spirit bi lisaani qaumihi sebagai ikhtiarnya dalam melestarikan risalah agama dalam karyanya.

Dalam kesempatan tersebut KH Shodiq menyampaikan pidato penganugerahan gelar kehormatan berjudul Al Quran dan spirit bilisani qaumih; Ikhtiar melestarikan risalah agama dalam bingkai kearifan lokal.

Menteri Agama Republik Indonesia Yaqut Cholil Qoumas yang hadir secara daring menyampaikan selamat atas penganugerahan Doktor Honoris Causa yang diberikan oleh Fakultas Ushuludin dan Humaniora UIN Walisongo kepada KH Shodiq Hamzah dalam bidang Tafsir Al Quran.

"Saya mengapresiasi orasi ilmiah, ikhtiar dalam melestarikan risalah agama dalam bingkai kearifan lokal. Saya menilai pemikiran beliau ini sebagai sumbangan yang berarti bagi khasanah tafsir Al Quran di Indonesia," katanya.

KH Shodiq Hamzah dalam Pidato Penerimaan Anugerah Doktor Honoris Causa menjelaskan  Al-Quran hadir untuk semua umat. Fleksibilitas Al-Quran melalui ragam qiraat dan lahjah menjadikan Al-Quran responsif terhadap kondisi dan kebutuhan umat manusia.

Kemudahan Al-Quran untuk diakses oleh siapapun, menjadikan semua umat dapat mendekatinya dari berbagai aspek sesuai latar belakang dan kecenderungannya.

Ia menjelaskan dalam konteks peran mufasir dan ulama sebagai waratsatul anbiya, Al-Quran memberikan landasan bilisani qaumihi, suatu prinsip yang menunjukkan adanya kesadaran terhadap realitas dan kondisi umat.

"Dalam proses menafsirkan dan produk tafsir dari seorang ulama harus mencerminkan nilai-nilai kontekstual sekaligus menjaga lokalitas yang dapat memberikan solusi nyata khususnya bagi masyarakat dimana seorang mufasir berada, sehingga keberadaan Al-Quran sebagai hudan dapat benar-benar dirasakan oleh masyarakat," katanya.

Dalam kesempatan itu turut hadir secara daring Sekjen Kemenag, Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Tengah; sedangkan yang hadir langsung Ketua MUI Jawa Tengah, Rektor Universitas Diponegoro, Rektor Universitas Wahid Hasyim, Pimpinan Ormas Islam PBNU, PWNU, PWM Jawa Tengah, dan Mustofa Bisri yang menutup acara dengan doa.

Pewarta : Nur Istibsaroh
Editor : Teguh Imam Wibowo
Copyright © ANTARA 2024