Magelang (ANTARA) - Festival Lima Gunung XXI/2022 setelah pandemi COVID-19 melandai menjadi ajang pengungkapan memori kolektif para pelaku seni dan budaya tentang kemandirian kebudayaan, kata pemerhati seni budaya Magelang, Jawa Tengah Muhammad Nafi.

"Festival Lima Gunung tahun ini menjadi ruang dan waktu untuk mengungkapkan memori kolektif kita semua yang mengaku pelaku dan penikmat seni budaya tentang penghargaan terhadap kebudayaan yang mandiri," katanya di Magelang, Minggu.

Nafi yang juga Ketua Dewan Kesenian Kota Magelang itu mengemukakan ihwal tersebut mengomentari puncak Festival Lima Gunung XXI selama 30 September-2 Oktober 2022 di kawasan Gunung Andong, Dusun Mantran Wetan, Desa Girirejo, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang.

Selama lebih dari dua tahun pandemi, katanya, tidak mudah menggelar acara seni budaya secara luring sebagaimana sebelum pandemi. Pada umumnya, berbagai kegiatan seni budaya diselenggarakan secara daring.

Dalam dua tahun terakhir pada 2020 dan 2021, Komunitas Lima Gunung (Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh) sebagai pemrakarsa Festival Lima Gunung sebagai agenda rutin tahunan itu harus bersiasat agar festival mereka tetap berlangsung dengan mematuhi protokol kesehatan.

Ia menyatakan bangga, karena komunitas seniman petani berbasis dusun dan gunung di Kabupaten Magelang tersebut tetap menjalani tradisi festival mandiri atau tanpa sponsor pengusaha atau pemerintah meski dalam situasi pandemi, sedangkan tahun ini --FLG XXI-- digelar secara terbuka dengan bauran melalui kanal Youtube yang mereka buat, yakni "Terminal Mendut".

"Seakan ini (FLG XXI/2022, red.) tarikan kenangan, tahun ini bangga bisa hadir di festival ini. Selamat kepada teman-teman Komunitas Lima Gunung yang menyelenggarakan kegiatan kebudayaan yang megah ini. Ini kebanggaan bersama," ucapnya.

Ia mengemukakan penyelenggaraan festival mereka tahun ini sebagai membuka tumpukan ingatan semangat menjalani strategi berkesenian dan berkebudayaan selama ini yang telah menjadi batin dan gerakan.

Manfaat festival tahun ini, kata dia, menjadi pijakan dasar dan modal sosial, terutama generasi muda komunitas itu, untuk mengembangkan penyelenggaraan agenda tahunan dan aktivitas berkesenian dan kebudayaan itu pada masa-masa mendatang.

"Memori kemandirian penyelenggaraan festival ini penting bagi masa depan festival dan komunitas itu. Ini keberhasilan komunitas mendidik generasi muda  yang akan datang," ujarnya.

Tokoh spiritual Komunitas Lima Gunung K.H. Muhammad Yusuf Chudlori (Gus Yusuf) mengemukakan kebudayaan menjadi magnet besar bagi daya rekat persaudaraan manusia, sedangkan Festival Lima Gunung tahun ini ungkapan semangat persaudaraan, baik di antara pegiat komunitas maupun dengan masyarakat luas.

"Jadi, melalui festival ini, kita berkumpul bersama-sama lagi (setelah pandemi melandai, red). Kita berharap kebudayaan ini bisa terus berlanjut. Dengan kesenian kebudayaan kita bergembira dan saling berbagi kasih sayang serta persaudaraan," katanya.

Panitia FLG XXI/2022 dengan tema "Wahyu Rumagang" itu, mencatat sedikitnya 63 kelompok kesenian dari berbagai grup kesenian, baik komunitas tersebut maupun jejaringnya di daerah setempat, luar kota, dan luar negeri dengan total sekitar 1.300 personel menggelar pementasan.

Berbagai kesenian yang dipentaskan, seperti tari-tarian, musik, teater, performa seni, kirab budaya, pameran seni rupa, pidato kebudayaan, dan instalasi seni lingkungan desa berbahan baku alam pertanian gunung setempat.

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pemerhati: Festival Lima Gunung 2022 ungkap memori kemandirian budaya

Pewarta : M. Hari Atmoko
Editor : Teguh Imam Wibowo
Copyright © ANTARA 2024