Solo (ANTARA) - Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin menyebut tema kebinekaan harus sering digaungkan agar masyarakat semakin memahami dan menghargai tentang perbedaan.

"(Perlu) bicara tentang keragaman, Indonesia ke depan seperti apa, moderasi tentang keberagaman," katanya usai mengisi acara dengan tema "Satukan Langkah Dalam Kebinekaan untuk Indonesia" di RRI Surakarta, Jumat.

Menurut dia, materi-materi tersebut perlu dibicarakan di tengah republik ini sehingga bisa memberikan dampak yang lebih positif bagi generasi muda.

Baca juga: Ini alasan Ngabalin gabung ke Istana

"Kalau materi-materi ini tidak diangkat atau tidak dibicarakan di tengah republik ini bayangkan kayak apa nanti generasi kita, dia bisa membenci orang Katolik, Protestan, termasuk membenci Islam," katanya.

Ia mengatakan pembahasan tersebut untuk menyatukan kecocokan yang sama.

"Bahwa kita berbeda itu iya, karena itu sunnatullah, itu pasti. Tetapi di antara perbedaan itu Indonesia sudah teruji, 76 tahun kita sudah merdeka," katanya.

Meski demikian, ia sedikit menyayangkan kondisi saat ini di mana banyak bermunculan berita bohong.

"Betapa dasyatnya itu netizen, medsos, orang menyebarkan berita bohong. Siapa yang bisa jamin Indonesia masih ada di tahun 2045, nggak ada. Makanya (tema ini) penting," katanya.

Pada kesempatan yang sama, Fasilitator Pusat Studi Pengamalan Pancasila Universitas Sebelas Maret  (UNS) Akhmad Ramdhon mengatakan pandemi COVID-19 menguji rasa kemanusiaan setiap orang.

"Baru kita sadar bahwa etnis apa pun kita tidak peduli, saling bahu-membahu," katanya.

Sementara itu, tokoh agama yang juga Pendeta GKJ Danukusuman Solo Uri Christian Sakti Labeti mengatakan tokoh agama sangat berperan dalam menjaga kondusivitas, termasuk lewat ceramah yang disampaikan kepada jemaah.

"Narasi-narasi yang membangun kebinekaan bukan tentang dogma terus. Narasi-narasi agama kita soal kebinekaan, cinta universal itu perlu dikembangkan," katanya.

 

Pewarta : Aris Wasita
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024