Semarang (ANTARA) - Sehubungan dengan pemberitaan media Antara Jateng yang rilis hari Senin, 22 November 2021, dengan headline berjudul Hakim PA Kudus akan dilaporkan ke Bawas MA terkait sidang perceraian, dengan ini kami selaku Ketua Pengadilan Agama Kudus dan Majelis Hakim perkara Nomor 1245/Pdt.G/2021 pada Pengadilan Agama Kudus yang berkedudukan di Jalan Raya Kudus-Pati Km 4, Dersalam, Bae, Kudus keberatan atas berita tersebut sebab tidak mencerminkan fakta yang sebenarnya yang bisa berakibat turunnya kepercayaan masyarakat kepada lembaga peradilan yang telah dibangun dengan susah payah, padahal dalam bekerja kami telah memedomani hukum acara yang berlaku di peradilan agama.
Adapun kalimat yang menurut kami tidak benar dalam berita tersebut adalah sebagai berikut:
1. Redaksi dalam berita:
“Menurut Harun Rosyid, pengacara dari termohon Nuryatun di Kudus, Senin, alasan melaporkan hakim PA Kudus ke Bawas MA karena hakim yang menyidangkan pada sidang perdana hari ini (22/11) langsung diputus gara-gara kliennya terlambat sekitar 5 menitan masuk ke ruang sidang".
Faktanya:
Bahwa persidangan perkara Nomor 1245/Pdt.G/2021 dengan antrian sidang nomor 4 kira-kira dilaksanakan puku!l 09.30 WIB. Para pihak dipanggil memasuki ruang sidang.
Pemohon (Raka Karsono) hadir menghadap secara pribadi di persidangan, sedangkan Termohon ( Nuryatun) telah dipanggil sebanyak 3 (tiga) kali oleh petugas sidang untuk masuk ke ruang persidangan, namun ternyata tidak ada.
Dan setelah diperiksa berita acara relaas panggilan ternyata Termohon telah dipanggil secara resmi dan patut. Oleh karena itu Majelis Hakim dengan berpedoman pada Pasal 125 HIR ayat 1 diperbolehkan untuk memeriksa perkara secara verstek, meski pada sidang pertama.
Karena hakim tidak wajib menunda sidang untuk kedua kalinya sebagaimana disebut dalam pasal 126 HIR. Hal ini sejalan dengan apa yang dijelaskan oleh Yahya Harahap dalam bukunya berjudul “Hukum Acara Perdata Tentang: Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan’”, Penerbit Sinar Grafika Cet.Vil, halaman 389, sebagai berikut: Ketidakhadiran Tergugat pada Sidang Pertama, Langsung memberi wewenang kepada Hakim menjatuhkan Putusan Verstek.
Dengan uraian di atas, pernyataan dalam berita di atas “gara-gara kliennya terlambat sekitar 5 menitan masuk ke ruang sidang” adalah tidak benar/hoax, karena dari sejak dipanggil 3 kali hingga pemeriksaan baca gugatan dan pemeriksaan bukti hingga putus akan memakan waktu lebih dari 15 menit. Sehingga terlambatnya Termohon bukan 5 menit namun lebih.
2. Redaksi dalam berita:
“Menurut dia, panggilan awal merupakan panggilan biasa, sedangkan panggilan dianggap patut adalah panggilan kedua. Jika panggilan kedua diabaikan, akibat hukumnya tidak punya haknya’”.
Tanggapan kami:
Panggilan awal atau sidang pertama apabila sudah resmi dan patut, tidak dapat disepelekan sebagai panggilan biasa. Pemahaman bahwa hanya panggilan kedua saja yang harus diindahkan, adalah pemahaman yang keliru terhadap Pasal 125 ayat 1 HIR dan Pasal 126 HIR. Pasal 126 HIR berbunyi: “Di dalam hal yang tersebut pada kedua pasal di atas tadi, Pengadilan Negeri dapat, sebelum menjatuhkan keputusan, memerintahkan supaya fihak yang tidak datang dipanggil buat kedua kalinya’, kalimat “dapat” pada pasal tersebut artinya bersifat fakultatif (pilinan), bukan imperatif. (Silakan baca penjelasan Yahya Harahap dalam bukunya berjudul “Hukum Acara Perdata Tentang: Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan’. Penerbit Sinar Grafika Cet.VIl, halaman 389, yang 2 menyatakan bahwa Ketidakhadiran Tergugat pada Sidang Pertama, Langsung memberi wewenang kepada Hakim menjatuhkan Putusan Verstek)
3. Redaksi dalam berita:
“kliennya yang bernama Nuryatun warga Desa Kalirejo, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus sebagai termohon tidak mendapatkan kesempatan menyampaikan pembelaannya maupun hak-haknya terhadap Raka Karsono warga Desa Getasrabi, Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus, sebagai pemohon’”.
Tanggapan kami:
Kalau dalam pemeriksaan secara verstek (Termohon tidak hadir setelah dipanggil secara resmi dan patut), maka menurut Perma No. 1 Tahun 2016, perkara yang demikian dikecualikan dari kewajiban mediasi. Kemudian, kalimat “kliennya” perlu kami luruskan bahwa pada saat hari persidangan perkara Nomor 1245/Pdt.G/2021 tersebut, hari Senin tanggal 22 November 2021, ternyata sdr. Harun Rosyid, SH. belum terdaftar sebagai Kuasa dari pihak Termohon. Sehingga dengan demikian Harun Rosyid, SH bukanlah kuasa hukum yang sah dari Termohon dalam perkara tersebut, sehingga semestinya yang harus ditempuh adalah mendaftar surat kuasa terlebih dahulu, baru kemudian bisa mengajukan verzet atau keberatan atas putusan perkara tersebut.
Oleh karena itu, dengan merujuk pada uraian di atas, maka kami berharap agar protes kami yang sekaligus hak jawab/hak koresi ini segera dimuat di Media Antara Jateng dan kalau tidak maka terpaksa kami menempuh jalur hukum.
Demikianlah protes, hak jawab dan_ koreksi berita tersebut, kiranya penanggungjawab Media Antara Jateng memperhatikannya, terima kasih.
Hak jawab etrsebut ditandatangni Ketua PA Kudus Zainal Arifin, S.Ag dan Ketua Majelis (Hj. Rodiyah, SH, MH) dan Anggota Majelis H. Ah. Sholih, SH serta Dra. Ulfah)
Catatan redaksi Antara Jateng:
1. Terima kasih atas tanggapan dan klarifikasinya
2. Dalam berita tersebut wartawan kami sudah menulis dari dua pihak termasuk dari Wakil Ketua PA Kudus Abdul Halim Muhammad Sholeh
3. Kami mengakui tidak melakukan cek ulang atas keabsahan kuasa dari pihak termohon Sdr. Harun Rosyid, SH
4. Redaksi Antara Jateng juga sudah menerima pernyataan dari kuasa termohon Sdr. Harun Rosyid, SH yang mengakui bahwa pernyataan kurang sesuai dengan fakta yang bisa berdampak pada penilaian negatif dan kepercayaan masyarakat pada Pengadilan Agama Kudus.
Adapun kalimat yang menurut kami tidak benar dalam berita tersebut adalah sebagai berikut:
1. Redaksi dalam berita:
“Menurut Harun Rosyid, pengacara dari termohon Nuryatun di Kudus, Senin, alasan melaporkan hakim PA Kudus ke Bawas MA karena hakim yang menyidangkan pada sidang perdana hari ini (22/11) langsung diputus gara-gara kliennya terlambat sekitar 5 menitan masuk ke ruang sidang".
Faktanya:
Bahwa persidangan perkara Nomor 1245/Pdt.G/2021 dengan antrian sidang nomor 4 kira-kira dilaksanakan puku!l 09.30 WIB. Para pihak dipanggil memasuki ruang sidang.
Pemohon (Raka Karsono) hadir menghadap secara pribadi di persidangan, sedangkan Termohon ( Nuryatun) telah dipanggil sebanyak 3 (tiga) kali oleh petugas sidang untuk masuk ke ruang persidangan, namun ternyata tidak ada.
Dan setelah diperiksa berita acara relaas panggilan ternyata Termohon telah dipanggil secara resmi dan patut. Oleh karena itu Majelis Hakim dengan berpedoman pada Pasal 125 HIR ayat 1 diperbolehkan untuk memeriksa perkara secara verstek, meski pada sidang pertama.
Karena hakim tidak wajib menunda sidang untuk kedua kalinya sebagaimana disebut dalam pasal 126 HIR. Hal ini sejalan dengan apa yang dijelaskan oleh Yahya Harahap dalam bukunya berjudul “Hukum Acara Perdata Tentang: Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan’”, Penerbit Sinar Grafika Cet.Vil, halaman 389, sebagai berikut: Ketidakhadiran Tergugat pada Sidang Pertama, Langsung memberi wewenang kepada Hakim menjatuhkan Putusan Verstek.
Dengan uraian di atas, pernyataan dalam berita di atas “gara-gara kliennya terlambat sekitar 5 menitan masuk ke ruang sidang” adalah tidak benar/hoax, karena dari sejak dipanggil 3 kali hingga pemeriksaan baca gugatan dan pemeriksaan bukti hingga putus akan memakan waktu lebih dari 15 menit. Sehingga terlambatnya Termohon bukan 5 menit namun lebih.
2. Redaksi dalam berita:
“Menurut dia, panggilan awal merupakan panggilan biasa, sedangkan panggilan dianggap patut adalah panggilan kedua. Jika panggilan kedua diabaikan, akibat hukumnya tidak punya haknya’”.
Tanggapan kami:
Panggilan awal atau sidang pertama apabila sudah resmi dan patut, tidak dapat disepelekan sebagai panggilan biasa. Pemahaman bahwa hanya panggilan kedua saja yang harus diindahkan, adalah pemahaman yang keliru terhadap Pasal 125 ayat 1 HIR dan Pasal 126 HIR. Pasal 126 HIR berbunyi: “Di dalam hal yang tersebut pada kedua pasal di atas tadi, Pengadilan Negeri dapat, sebelum menjatuhkan keputusan, memerintahkan supaya fihak yang tidak datang dipanggil buat kedua kalinya’, kalimat “dapat” pada pasal tersebut artinya bersifat fakultatif (pilinan), bukan imperatif. (Silakan baca penjelasan Yahya Harahap dalam bukunya berjudul “Hukum Acara Perdata Tentang: Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan’. Penerbit Sinar Grafika Cet.VIl, halaman 389, yang 2 menyatakan bahwa Ketidakhadiran Tergugat pada Sidang Pertama, Langsung memberi wewenang kepada Hakim menjatuhkan Putusan Verstek)
3. Redaksi dalam berita:
“kliennya yang bernama Nuryatun warga Desa Kalirejo, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus sebagai termohon tidak mendapatkan kesempatan menyampaikan pembelaannya maupun hak-haknya terhadap Raka Karsono warga Desa Getasrabi, Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus, sebagai pemohon’”.
Tanggapan kami:
Kalau dalam pemeriksaan secara verstek (Termohon tidak hadir setelah dipanggil secara resmi dan patut), maka menurut Perma No. 1 Tahun 2016, perkara yang demikian dikecualikan dari kewajiban mediasi. Kemudian, kalimat “kliennya” perlu kami luruskan bahwa pada saat hari persidangan perkara Nomor 1245/Pdt.G/2021 tersebut, hari Senin tanggal 22 November 2021, ternyata sdr. Harun Rosyid, SH. belum terdaftar sebagai Kuasa dari pihak Termohon. Sehingga dengan demikian Harun Rosyid, SH bukanlah kuasa hukum yang sah dari Termohon dalam perkara tersebut, sehingga semestinya yang harus ditempuh adalah mendaftar surat kuasa terlebih dahulu, baru kemudian bisa mengajukan verzet atau keberatan atas putusan perkara tersebut.
Oleh karena itu, dengan merujuk pada uraian di atas, maka kami berharap agar protes kami yang sekaligus hak jawab/hak koresi ini segera dimuat di Media Antara Jateng dan kalau tidak maka terpaksa kami menempuh jalur hukum.
Demikianlah protes, hak jawab dan_ koreksi berita tersebut, kiranya penanggungjawab Media Antara Jateng memperhatikannya, terima kasih.
Hak jawab etrsebut ditandatangni Ketua PA Kudus Zainal Arifin, S.Ag dan Ketua Majelis (Hj. Rodiyah, SH, MH) dan Anggota Majelis H. Ah. Sholih, SH serta Dra. Ulfah)
Catatan redaksi Antara Jateng:
1. Terima kasih atas tanggapan dan klarifikasinya
2. Dalam berita tersebut wartawan kami sudah menulis dari dua pihak termasuk dari Wakil Ketua PA Kudus Abdul Halim Muhammad Sholeh
3. Kami mengakui tidak melakukan cek ulang atas keabsahan kuasa dari pihak termohon Sdr. Harun Rosyid, SH
4. Redaksi Antara Jateng juga sudah menerima pernyataan dari kuasa termohon Sdr. Harun Rosyid, SH yang mengakui bahwa pernyataan kurang sesuai dengan fakta yang bisa berdampak pada penilaian negatif dan kepercayaan masyarakat pada Pengadilan Agama Kudus.