Semarang (ANTARA) - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengkaji penetapan upah minimum provinsi (UMP) 2022 dengan formula ganda karena dinilai paling tepat pada kondisi ekonomi yang tergoncang pascapandemi COVID-19.
Ganjar usai menemui perwakilan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Jateng di kantor Gubernur Jateng, Semarang, Jumat, mengaku sudah berdiskusi dengan kalangan pengusaha, buruh, dan pihak terkait untuk memantapkan formula itu.
"UMP itu rumusnya sudah pakem di peraturan pemerintah (PP), karena sudah pakem, maka sebenarnya kita tinggal teken saja karena seluruh formula sudah ada di sana. Hanya kalau pakai UMP, menurut saya ini tidak adil," katanya.
Baca juga: Bahas UMK 2022, Ganjar undang perwakilan buruh
Baca juga: SPSI tuntut kenaikan UMP Jateng capai 10 persen
Dari diskusi yang dilakukannya dengan sejumlah pihak, Ganjar menemukan fakta bahwa ada perusahaan yang terdampak pandemi, namun ada juga yang tidak.
Oleh karena itu, lanjut Ganjar, jika penetapan UMP dipukul rata, nanti pasti ada pihak yang kuat dan ada yang tidak.
"Kalau dipukul rata, ada yang tenang-tenang saja, tapi ada juga yang keberatan, maka kami sedang lakukan kajian, mungkin tidak kita membuat formula semacam UMP ganda. Jadi mereka yang terdampak ditetapkan aturan UMP sesuai formula PP, tapi yang tidak terdampak kenapa tidak meningkatkan jauh lebih tinggi sehingga dapat dua-duanya," ujarnya.
Baca juga: SPSI tuntut kenaikan UMP Jateng capai 10 persen
Selain UMP ganda, Ganjar juga mendorong semua perusahaan menerapkan struktur skala upah di masing-masing tempat kerja.
Bagi buruh yang sudah bekerja di atas satu tahun, maka harus disesuaikan gajinya berdasarkan aturan struktur skala upah itu.
"UMP itu kan hanya untuk pekerja dengan masa kerja setahun ke bawah, maka saya minta perusahaan wajib menerapkan aturan struktur skala upah bagi mereka yang sudah bekerja di atas satu tahun. Kami sudah diskusi dengan pengusaha dan mereka yang mampu siap menaikkan tinggi juga, tinggal kita sepakati di formula saja. Menurut saya ini lebih fair," katanya.(LHP)
Ganjar usai menemui perwakilan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Jateng di kantor Gubernur Jateng, Semarang, Jumat, mengaku sudah berdiskusi dengan kalangan pengusaha, buruh, dan pihak terkait untuk memantapkan formula itu.
"UMP itu rumusnya sudah pakem di peraturan pemerintah (PP), karena sudah pakem, maka sebenarnya kita tinggal teken saja karena seluruh formula sudah ada di sana. Hanya kalau pakai UMP, menurut saya ini tidak adil," katanya.
Baca juga: Bahas UMK 2022, Ganjar undang perwakilan buruh
Baca juga: SPSI tuntut kenaikan UMP Jateng capai 10 persen
Dari diskusi yang dilakukannya dengan sejumlah pihak, Ganjar menemukan fakta bahwa ada perusahaan yang terdampak pandemi, namun ada juga yang tidak.
Oleh karena itu, lanjut Ganjar, jika penetapan UMP dipukul rata, nanti pasti ada pihak yang kuat dan ada yang tidak.
"Kalau dipukul rata, ada yang tenang-tenang saja, tapi ada juga yang keberatan, maka kami sedang lakukan kajian, mungkin tidak kita membuat formula semacam UMP ganda. Jadi mereka yang terdampak ditetapkan aturan UMP sesuai formula PP, tapi yang tidak terdampak kenapa tidak meningkatkan jauh lebih tinggi sehingga dapat dua-duanya," ujarnya.
Baca juga: SPSI tuntut kenaikan UMP Jateng capai 10 persen
Selain UMP ganda, Ganjar juga mendorong semua perusahaan menerapkan struktur skala upah di masing-masing tempat kerja.
Bagi buruh yang sudah bekerja di atas satu tahun, maka harus disesuaikan gajinya berdasarkan aturan struktur skala upah itu.
"UMP itu kan hanya untuk pekerja dengan masa kerja setahun ke bawah, maka saya minta perusahaan wajib menerapkan aturan struktur skala upah bagi mereka yang sudah bekerja di atas satu tahun. Kami sudah diskusi dengan pengusaha dan mereka yang mampu siap menaikkan tinggi juga, tinggal kita sepakati di formula saja. Menurut saya ini lebih fair," katanya.(LHP)