Grobogan (ANTARA) -
Saat mengecek pelaksanaan vaksinasi di Desa Wolo, Kabupaten Grobogan, Selasa, Ganjar menemukan penyebab perbedaan data vaksinasi, yakni setiap acara vaksinasi, semua data diinput secara langsung melalui aplikasi Pcare, kemudian data diinput melalui aplikasi Smile.
Dari hal itu kemudian diketahui ada ketidakcocokan data antara pemerintah pusat dengan daerah.
Baca juga: Stok vaksin menipis, Kota Semarang stop sementara suntikan pertama
Baca juga: Kematian akibat COVID-19 di Semarang tembus 6.000 jiwa
Pemerintah pusat melihat stok vaksin di daerah masih banyak karena penginputan data ke aplikasi Smile belum sempurna.
"Saya hanya mau meluruskan saja, karena kemarin saat saya sampaikan ke pusat, hampir seluruh kabupaten protes. Lho, kami sudah menyuntikkan banyak, dan sudah habis, kok datanya seolah-olah kami masih menyimpan stok. Ini Bu Bupati Grobogan juga komplain, makanya langsung saya cek," kata Ganjar.
Ternyata, lanjut dia, ada dua sistem yang perlu dikoreksi, yakni Pcare atau aplikasi yang digunakan untuk menyimpan data setelah orang divaksin, dimana setiap yang datang divaksin langsung dimasukkan datanya.
"Ini (aplikasi Pcare) sebenarnya adalah data paling riil. Sementara pusat yang dipakai acuan data dari aplikasi Smile, ternyata butuh waktu lama untuk mengisi ke aplikasi Smile, mulai disuntik, direkap di aplikasi Pcare, baru dilaporkan. Lha, ini kalau belum diinput di Smile, maka dibaca dan dianggap stok masih banyak," ujarnya.
Guna mengatasi hal itu, Ganjar mengusulkan agar ada integrasi data dan meminta pemerintah pusat agar juga melihat proses vaksinasi di aplikasi Pcare.
"Karena itu lebih real time, nanti kami evaluasi dengan dinkes dan akan kami usulkan. Kebetulan Pak Menkes tadi telepon, jadi sekaligus kami umumkan," kata Ganjar.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyebut data penerima vaksin COVID-19 di Kabupaten Grobogan kacau, sehingga terdapat perbedaan data vaksinasi antara pemerintah pusat dan daerah setempat.
Saat mengecek pelaksanaan vaksinasi di Desa Wolo, Kabupaten Grobogan, Selasa, Ganjar menemukan penyebab perbedaan data vaksinasi, yakni setiap acara vaksinasi, semua data diinput secara langsung melalui aplikasi Pcare, kemudian data diinput melalui aplikasi Smile.
Dari hal itu kemudian diketahui ada ketidakcocokan data antara pemerintah pusat dengan daerah.
Baca juga: Stok vaksin menipis, Kota Semarang stop sementara suntikan pertama
Baca juga: Kematian akibat COVID-19 di Semarang tembus 6.000 jiwa
Pemerintah pusat melihat stok vaksin di daerah masih banyak karena penginputan data ke aplikasi Smile belum sempurna.
"Saya hanya mau meluruskan saja, karena kemarin saat saya sampaikan ke pusat, hampir seluruh kabupaten protes. Lho, kami sudah menyuntikkan banyak, dan sudah habis, kok datanya seolah-olah kami masih menyimpan stok. Ini Bu Bupati Grobogan juga komplain, makanya langsung saya cek," kata Ganjar.
Ternyata, lanjut dia, ada dua sistem yang perlu dikoreksi, yakni Pcare atau aplikasi yang digunakan untuk menyimpan data setelah orang divaksin, dimana setiap yang datang divaksin langsung dimasukkan datanya.
"Ini (aplikasi Pcare) sebenarnya adalah data paling riil. Sementara pusat yang dipakai acuan data dari aplikasi Smile, ternyata butuh waktu lama untuk mengisi ke aplikasi Smile, mulai disuntik, direkap di aplikasi Pcare, baru dilaporkan. Lha, ini kalau belum diinput di Smile, maka dibaca dan dianggap stok masih banyak," ujarnya.
Guna mengatasi hal itu, Ganjar mengusulkan agar ada integrasi data dan meminta pemerintah pusat agar juga melihat proses vaksinasi di aplikasi Pcare.
"Karena itu lebih real time, nanti kami evaluasi dengan dinkes dan akan kami usulkan. Kebetulan Pak Menkes tadi telepon, jadi sekaligus kami umumkan," kata Ganjar.