Cilacap (ANTARA) - Selain sebagai kabupaten terluas di Jawa Tengah, Cilacap juga merupakan salah satu lumbung pangan di provinsi itu maupun nasional karena produksi padinya tergolong tinggi.
Bahkan, pada 2020 Kabupaten Cilacap berhasil menempati peringkat kedelapan produsen beras terbesar di Indonesia karena dengan luas panen 117.628 hektare, petani setempat mampu menghasilkan 793.907 ton gabah atau setara 455.464 ton beras.
Akan tetapi kondisi tersebut dikhawatirkan sulit dipertahankan jika tidak dibarengi dengan peningkatan sumber daya manusia (SDM) pertanian dan regenerasi petani mengingat sektor pertanian khususnya tanaman pangan saat ini lebih didominasi oleh petani berusia lanjut.
Baca juga: Pertanian organik bermanfaat bagi kesuburan tanah
Hal itu tidak hanya terjadi di Kabupaten Cilacap, juga di berbagai wilayah Indonesia.
Oleh karena itu, pemerintah melalui Kementerian Pertanian terus berupaya meningkatkan kapasitas SDM pertanian termasuk mengembangkan program 1 juta petani muda.
Program yang digalakkan pemerintah itu pun dirasakan oleh petani di Desa Tambaksari, Kecamatan Kedungreja, Kabupaten Cilacap, khususnya petani yang tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sri Martani.
Mereka secara rutin mendapatkan pembinaan yang diberikan oleh petugas penyuluh pertanian lapangan (PPL) dalam rangka meningkatkan kapasitas SDM pertanian.
"Dari Dinas Pertanian Kabupaten Cilacap maupun KTNA (Kontak Tani Nelayan Andalan) juga rutin memberikan pembinaan," kata Ketua Gapoktan Sri Martani Wasimun.
Melalui pertemuan rutin dan pembinaan tersebut, kata dia, berbagai informasi terkait pertanian dapat langsung diterima dan dipahami oleh petani.
Kendati demikian, dia mengakui jika saat ini anggota Gapoktan Sri Martani yang mencapai kisaran 1.500 orang itu didominasi petani berusia lebih dari 50 tahun.
"Ada juga yang masih muda, tapi karena sambil menjadi guru (maupun pekerjaan lainnya) jadi tidak aktif," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, petugas PPL di Desa Tambaksari berupaya memunculkan petani-petani milenial yang diharapkan bisa meneruskan budi daya pertanian khususnya tanaman pangan padi yang selama ini didominasi petani yang berusia lebih dari 50 tahun.
Selama ini, kebanyakan generasi muda enggan menjadi petani dan lebih memilih bekerja di luar daerah, sehingga regenerasi petani sulit dilaksanakan.
Namun seiring berjalannya waktu, petani-petani milenial pun mulai bermunculan dan secara bertahap menggantikan petani yang telah berusia lanjut.
"Sekarang sudah muncul satu-dua petani dari kalangan generasi muda. Mudah-mudahan regenerasi petani bisa berjalan dengan baik," kata Wasimun.
Baca juga: Peneliti Unsoed: Perkembangan teknologi pertanian dorong regenerasi petani
Ia optimistis dengan adanya regenerasi dan peningkatan kapasitas SDM pertanian, sektor pertanian khususnya tanaman pangan padi akan makin maju dan berkembang.
Dengan demikian, kebutuhan pangan dalam negeri dapat dipenuhi oleh petani tanpa harus impor beras dari luar negeri.
Akan tetapi, petani sering kali diresahkan oleh rencana impor beras yang berdampak pada penurunan harga gabah, sehingga kesejahteraan petani turut terdampak.
"Keinginan petani harga gabang kering giling paling (GKG) tidak berkisar Rp4.500-Rp5.000 per kilogram, kenyataannya sekarang masih di bawah Rp4.500/kg. Anjloknya harga gabah ini terjadi setelah adanya berita tentang rencana pemerintah untuk impor beras saat petani sedang panen raya sekitar bulan Maret 2021," katanya.
Padahal sebelum ada berita tentang rencana impor beras itu, kata dia, harga GKG sudah mencapai kisaran Rp4.600-Rp4.800/kg dan saat puncak paceklik hingga sekarang bertahan di kisaran Rp4.200-Rp4.300/kg.
Terkait dengan hal itu, Wasimun mengharapkan pemerintah tidak mengambil kebijakan impor beras karena akan berdampak pada penurunan kesejahteraan petani.
"Kami optimistis kebutuhan beras dalam negeri dapat dipenuhi oleh petani tanpa harus melakukan impor. Jangan sampai ketika kami diminta untuk meningkatkan produktivitas dan permintaan itu bisa dipenuhi, namun ternyata ada wacana impor, sehingga harga gabahnya anjlok," katanya.
Terkait dengan tingkat kesejahteraan petani di Kabupaten Cilacap, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Cilacap Supriyanto mengakui sekarang masih tergolong cukup baik meskipun harga gabah tidak begitu bagus dan hal itu memang risiko petani.
"Hasil panen bagus tetapi harganya (harga gabah, red.) tidak bagus, ya petani teriak. Dengan demikian, petani berharap tidak ada impor beras karena akan berdampak terhadap penurunan harga gabah," katanya.
Oleh karena itu, pihaknya mendorong petani untuk tidak hanya melakukan budi daya padi, juga tanaman lain dengan tumpang sari maupun budi daya ikan dengan cara mina padi.
Selain itu, petani juga diimbau untuk menerapkan pola tanam padi-padi-palawija. "Jangan padi-padi-pantun (padi dalam bahasa Jawa, red.)," katanya.
Disinggung mengenai upaya yang dilakukan Dinas Pertanian Kabupaten Cilacap dalam meningkatkan kapasitas SDM petani, Supriyanto mengatakan pihaknya terus berupaya memunculkan petani milenial.
Hal itu disebabkan sekarang merupakan era digital, sehingga jika petani berusia tua yang harus ditingkatkan kapasitasnya akan keteter dan ketinggalan zaman.
"Kami memasukkan petani milenial dari titik pemasaran lebih dahulu. Tetapi di akhir-akhir ini sudah mulai masuk ke budi daya, salah satu yang sedang ramai dan banyak diminati orang di desa adalah hidroponik," katanya.
Menurut dia, pasar pertanian hidroponik tersebut harus ditangkap karena pasar pertanian hidroponik yang dikembangkan warga Kecamatan Wanareja, Kabupaten Cilacap, ternyata lari ke Kota Banjar, Jawa Barat.
"Maksud saya, pada saat kita menyiapkan SDM petani, sekarang sudah tidak lagi mengejar petani yang sudah tua, selain karena tenaganya kurang, daya tangkap teknologinya kan sudah jauh ketinggalan. Kita larinya ke petani milenial tanpa meninggalkan petani yang sudah tua dengan kadar lebih banyak ke petani muda," katanya.
Terkait dengan hal itu, pihaknya lebih banyak melakukan sosialisasi dan mengajak diskusi dengan petani-petani muda.
Kendati demikian, Dinas Pertanian Kabupaten Cilacap masih mendata jumlah petani milenial yang ada di wilayah itu.
"Yang kami dorong sudah banyak. Tetapi mereka (petani milenial, red.) kami dorong lebih ke pasar dulu karena lebih menarik, baik pasar tradisional maupun pasar daring," katanya.
Hal itu disebabkan jika anak-anak muda tersebut langsung didorong untuk mencangkul di sawah sangatlah tidak mudah, sehingga harus melalui pemasarannya lebih dulu agar mereka cinta pertanian dengan melihat bahwa di sana ada potensi rupiah yang tidak harus terkena lumpur sawah.
Dengan demikian, anak-anak muda tersebut akan turun ke sawah dengan sendirinya setelah mereka mencintai pertanian, sehingga ke depannya keberadaan petani tetap lestari dan produktivitas pertanian yang tinggi dapat tetap dipertahankan.
Dinas Pertanian Kabupaten Cilacap juga berkomitmen untuk mempertahankan lahan sawah seluas 58.000 hektare untuk mendukung ketahanan pangan khususnya di wilayah itu serta Jawa Tengah dan Indonesia pada umumnya.
Baca juga: Cilacap optimistis surplus 370.000 ton setara beras
Baca juga: Wujudkan swasembada pangan, DPRD Jateng dorong penguatan pertanian
Bahkan, pada 2020 Kabupaten Cilacap berhasil menempati peringkat kedelapan produsen beras terbesar di Indonesia karena dengan luas panen 117.628 hektare, petani setempat mampu menghasilkan 793.907 ton gabah atau setara 455.464 ton beras.
Akan tetapi kondisi tersebut dikhawatirkan sulit dipertahankan jika tidak dibarengi dengan peningkatan sumber daya manusia (SDM) pertanian dan regenerasi petani mengingat sektor pertanian khususnya tanaman pangan saat ini lebih didominasi oleh petani berusia lanjut.
Baca juga: Pertanian organik bermanfaat bagi kesuburan tanah
Hal itu tidak hanya terjadi di Kabupaten Cilacap, juga di berbagai wilayah Indonesia.
Oleh karena itu, pemerintah melalui Kementerian Pertanian terus berupaya meningkatkan kapasitas SDM pertanian termasuk mengembangkan program 1 juta petani muda.
Program yang digalakkan pemerintah itu pun dirasakan oleh petani di Desa Tambaksari, Kecamatan Kedungreja, Kabupaten Cilacap, khususnya petani yang tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sri Martani.
Mereka secara rutin mendapatkan pembinaan yang diberikan oleh petugas penyuluh pertanian lapangan (PPL) dalam rangka meningkatkan kapasitas SDM pertanian.
"Dari Dinas Pertanian Kabupaten Cilacap maupun KTNA (Kontak Tani Nelayan Andalan) juga rutin memberikan pembinaan," kata Ketua Gapoktan Sri Martani Wasimun.
Melalui pertemuan rutin dan pembinaan tersebut, kata dia, berbagai informasi terkait pertanian dapat langsung diterima dan dipahami oleh petani.
Kendati demikian, dia mengakui jika saat ini anggota Gapoktan Sri Martani yang mencapai kisaran 1.500 orang itu didominasi petani berusia lebih dari 50 tahun.
"Ada juga yang masih muda, tapi karena sambil menjadi guru (maupun pekerjaan lainnya) jadi tidak aktif," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, petugas PPL di Desa Tambaksari berupaya memunculkan petani-petani milenial yang diharapkan bisa meneruskan budi daya pertanian khususnya tanaman pangan padi yang selama ini didominasi petani yang berusia lebih dari 50 tahun.
Selama ini, kebanyakan generasi muda enggan menjadi petani dan lebih memilih bekerja di luar daerah, sehingga regenerasi petani sulit dilaksanakan.
Namun seiring berjalannya waktu, petani-petani milenial pun mulai bermunculan dan secara bertahap menggantikan petani yang telah berusia lanjut.
"Sekarang sudah muncul satu-dua petani dari kalangan generasi muda. Mudah-mudahan regenerasi petani bisa berjalan dengan baik," kata Wasimun.
Baca juga: Peneliti Unsoed: Perkembangan teknologi pertanian dorong regenerasi petani
Ia optimistis dengan adanya regenerasi dan peningkatan kapasitas SDM pertanian, sektor pertanian khususnya tanaman pangan padi akan makin maju dan berkembang.
Dengan demikian, kebutuhan pangan dalam negeri dapat dipenuhi oleh petani tanpa harus impor beras dari luar negeri.
Akan tetapi, petani sering kali diresahkan oleh rencana impor beras yang berdampak pada penurunan harga gabah, sehingga kesejahteraan petani turut terdampak.
"Keinginan petani harga gabang kering giling paling (GKG) tidak berkisar Rp4.500-Rp5.000 per kilogram, kenyataannya sekarang masih di bawah Rp4.500/kg. Anjloknya harga gabah ini terjadi setelah adanya berita tentang rencana pemerintah untuk impor beras saat petani sedang panen raya sekitar bulan Maret 2021," katanya.
Padahal sebelum ada berita tentang rencana impor beras itu, kata dia, harga GKG sudah mencapai kisaran Rp4.600-Rp4.800/kg dan saat puncak paceklik hingga sekarang bertahan di kisaran Rp4.200-Rp4.300/kg.
Terkait dengan hal itu, Wasimun mengharapkan pemerintah tidak mengambil kebijakan impor beras karena akan berdampak pada penurunan kesejahteraan petani.
"Kami optimistis kebutuhan beras dalam negeri dapat dipenuhi oleh petani tanpa harus melakukan impor. Jangan sampai ketika kami diminta untuk meningkatkan produktivitas dan permintaan itu bisa dipenuhi, namun ternyata ada wacana impor, sehingga harga gabahnya anjlok," katanya.
Terkait dengan tingkat kesejahteraan petani di Kabupaten Cilacap, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Cilacap Supriyanto mengakui sekarang masih tergolong cukup baik meskipun harga gabah tidak begitu bagus dan hal itu memang risiko petani.
"Hasil panen bagus tetapi harganya (harga gabah, red.) tidak bagus, ya petani teriak. Dengan demikian, petani berharap tidak ada impor beras karena akan berdampak terhadap penurunan harga gabah," katanya.
Oleh karena itu, pihaknya mendorong petani untuk tidak hanya melakukan budi daya padi, juga tanaman lain dengan tumpang sari maupun budi daya ikan dengan cara mina padi.
Selain itu, petani juga diimbau untuk menerapkan pola tanam padi-padi-palawija. "Jangan padi-padi-pantun (padi dalam bahasa Jawa, red.)," katanya.
Disinggung mengenai upaya yang dilakukan Dinas Pertanian Kabupaten Cilacap dalam meningkatkan kapasitas SDM petani, Supriyanto mengatakan pihaknya terus berupaya memunculkan petani milenial.
Hal itu disebabkan sekarang merupakan era digital, sehingga jika petani berusia tua yang harus ditingkatkan kapasitasnya akan keteter dan ketinggalan zaman.
"Kami memasukkan petani milenial dari titik pemasaran lebih dahulu. Tetapi di akhir-akhir ini sudah mulai masuk ke budi daya, salah satu yang sedang ramai dan banyak diminati orang di desa adalah hidroponik," katanya.
Menurut dia, pasar pertanian hidroponik tersebut harus ditangkap karena pasar pertanian hidroponik yang dikembangkan warga Kecamatan Wanareja, Kabupaten Cilacap, ternyata lari ke Kota Banjar, Jawa Barat.
"Maksud saya, pada saat kita menyiapkan SDM petani, sekarang sudah tidak lagi mengejar petani yang sudah tua, selain karena tenaganya kurang, daya tangkap teknologinya kan sudah jauh ketinggalan. Kita larinya ke petani milenial tanpa meninggalkan petani yang sudah tua dengan kadar lebih banyak ke petani muda," katanya.
Terkait dengan hal itu, pihaknya lebih banyak melakukan sosialisasi dan mengajak diskusi dengan petani-petani muda.
Kendati demikian, Dinas Pertanian Kabupaten Cilacap masih mendata jumlah petani milenial yang ada di wilayah itu.
"Yang kami dorong sudah banyak. Tetapi mereka (petani milenial, red.) kami dorong lebih ke pasar dulu karena lebih menarik, baik pasar tradisional maupun pasar daring," katanya.
Hal itu disebabkan jika anak-anak muda tersebut langsung didorong untuk mencangkul di sawah sangatlah tidak mudah, sehingga harus melalui pemasarannya lebih dulu agar mereka cinta pertanian dengan melihat bahwa di sana ada potensi rupiah yang tidak harus terkena lumpur sawah.
Dengan demikian, anak-anak muda tersebut akan turun ke sawah dengan sendirinya setelah mereka mencintai pertanian, sehingga ke depannya keberadaan petani tetap lestari dan produktivitas pertanian yang tinggi dapat tetap dipertahankan.
Dinas Pertanian Kabupaten Cilacap juga berkomitmen untuk mempertahankan lahan sawah seluas 58.000 hektare untuk mendukung ketahanan pangan khususnya di wilayah itu serta Jawa Tengah dan Indonesia pada umumnya.
Baca juga: Cilacap optimistis surplus 370.000 ton setara beras
Baca juga: Wujudkan swasembada pangan, DPRD Jateng dorong penguatan pertanian