Semarang (ANTARA) - Pakar keamanan siber Doktor Pratama Persadha mengatakan pada masa pandemi COVID-19 mendorong pertumbuhan perusahaan rintisan di Indonesia sehingga target 3.500 startup bakal tercapai pada 2024, sebagaimana janji politik Pemerintahan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin.
"Bahkan, pada tahun 2021 setidaknya ada 2.219 startup (perusahaan rintisan) di Tanah Air," kata Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi CISSReC Pratama Persadha melalui percakapan WhatsApp kepada ANTARA, di Semarang, Sabtu.
Sebelumnya, pada acara Debat Calon Wakil Presiden RI di Jakarta, Minggu (17 Maret 2019) malam, K.H. Ma'ruf Amin menyampaikan target 3.500 startup hingga 2024.
Baca juga: Pratama: Diseminasi informasi BMKG harus diamankan terkait SMS gempa
Namun, kurang lebih 2 tahun 3 bulan kemudian, jumlah startup mencapai 63,4 persen dari total target. Hal ini, menurut Pratama, wabah virus corona yang melanda dunia menyebabkan kebutuhan akan solusi digital makin meningkat, termasuk di Indonesia.
Dengan kondisi seperti sekarang ini, lanjut Pratama, tidak semua orang berani keluar membeli makanan. Mereka akhirnya memakai aplikasi pemesanan makanan.
"Tidak semua orang berani keluar naik kereta listrik maupun bus dan angkot, akhirnya memakai aplikasi transportasi online (daring)," kata Pratama yang juga dosen pascasarjana pada Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN).
Bahkan, di sektor pendidikan dan perkantoran, pada akhirnya menggunakan fasilitas daring untuk kegiatan belajar dan rapat. "Ini semua tiba-tiba berjalan cepat dan revolusioner," kata pria kelahiran Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah ini.
Menurut dia, masih banyak hal lain, misalnya dompet digital. Hal ini karena makin banyak merchant (penjual barang dan/atau jasa yang memiliki toko fisik maupun toko daring) yang tidak menerima uang kertas untuk mengurangi risiko terpapar virus corona.
Dikatakan pula bahwa kebutuhan akan solusi digital ini bila bisa dipenuhi oleh negara maupun swasta pada akhirnya akan menghasilkan devisa tersendiri dan membuat perputaran ekonomi baru di tengah masyarakat.
Karena itulah, kata Pratama, setiap tahunnya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) melakukan pendampingan startup.
Menyinggung kendala pertumbuhan startup di Tanah Air, dia mengemukakan bahwa masalah utamanya adalah selain pendanaan, sebagian besar startup tersebut berada di Pulau Jawa, terutama Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi).
Karena pemerataan infrastruktur internet menjadi masalah utama, Pratama menyarankan agar Kemenkominfo ketika melakukan pendampingan startup, sebaiknya mendorong lahirnya solusi digital ini dari berbagai kota besar di luar Pulau Jawa.
"Ini penting sehingga nanti tercipta kota yang melek siber dan menjadi pusat inovasi digital berlokasi di luar Jawa, seperti kesuksesan Bangalore di India sebagai silicon valley baru dunia, padahal lokasinya jauh dari New Delhi," katanya pula.
Baca juga: Teknologi belum mampu prediksi gempa secara akurat
Baca juga: Pratama: Pengamanan data harus jadi prioritas Tokopedia dan Gojek
Baca juga: Perusahaan negara dianjurkan libatkan BSSN terkait forensik digital
"Bahkan, pada tahun 2021 setidaknya ada 2.219 startup (perusahaan rintisan) di Tanah Air," kata Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi CISSReC Pratama Persadha melalui percakapan WhatsApp kepada ANTARA, di Semarang, Sabtu.
Sebelumnya, pada acara Debat Calon Wakil Presiden RI di Jakarta, Minggu (17 Maret 2019) malam, K.H. Ma'ruf Amin menyampaikan target 3.500 startup hingga 2024.
Baca juga: Pratama: Diseminasi informasi BMKG harus diamankan terkait SMS gempa
Namun, kurang lebih 2 tahun 3 bulan kemudian, jumlah startup mencapai 63,4 persen dari total target. Hal ini, menurut Pratama, wabah virus corona yang melanda dunia menyebabkan kebutuhan akan solusi digital makin meningkat, termasuk di Indonesia.
Dengan kondisi seperti sekarang ini, lanjut Pratama, tidak semua orang berani keluar membeli makanan. Mereka akhirnya memakai aplikasi pemesanan makanan.
"Tidak semua orang berani keluar naik kereta listrik maupun bus dan angkot, akhirnya memakai aplikasi transportasi online (daring)," kata Pratama yang juga dosen pascasarjana pada Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN).
Bahkan, di sektor pendidikan dan perkantoran, pada akhirnya menggunakan fasilitas daring untuk kegiatan belajar dan rapat. "Ini semua tiba-tiba berjalan cepat dan revolusioner," kata pria kelahiran Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah ini.
Menurut dia, masih banyak hal lain, misalnya dompet digital. Hal ini karena makin banyak merchant (penjual barang dan/atau jasa yang memiliki toko fisik maupun toko daring) yang tidak menerima uang kertas untuk mengurangi risiko terpapar virus corona.
Dikatakan pula bahwa kebutuhan akan solusi digital ini bila bisa dipenuhi oleh negara maupun swasta pada akhirnya akan menghasilkan devisa tersendiri dan membuat perputaran ekonomi baru di tengah masyarakat.
Karena itulah, kata Pratama, setiap tahunnya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) melakukan pendampingan startup.
Menyinggung kendala pertumbuhan startup di Tanah Air, dia mengemukakan bahwa masalah utamanya adalah selain pendanaan, sebagian besar startup tersebut berada di Pulau Jawa, terutama Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi).
Karena pemerataan infrastruktur internet menjadi masalah utama, Pratama menyarankan agar Kemenkominfo ketika melakukan pendampingan startup, sebaiknya mendorong lahirnya solusi digital ini dari berbagai kota besar di luar Pulau Jawa.
"Ini penting sehingga nanti tercipta kota yang melek siber dan menjadi pusat inovasi digital berlokasi di luar Jawa, seperti kesuksesan Bangalore di India sebagai silicon valley baru dunia, padahal lokasinya jauh dari New Delhi," katanya pula.
Baca juga: Teknologi belum mampu prediksi gempa secara akurat
Baca juga: Pratama: Pengamanan data harus jadi prioritas Tokopedia dan Gojek
Baca juga: Perusahaan negara dianjurkan libatkan BSSN terkait forensik digital