Batang (ANTARA) - Kepolisian Resor Batang mengungkap tiga kasus dugaan mafia tanah dengan total Rp3 miliar sekaligus mengamankan pelaku M (55).
Kepala Polres Batang AKBP Edwin Louis Sengka di Batang, Selasa, mengatakan bahwa saat ini proses masih terus mendalami penyidikan terhadap keterlibatan dua pelaku lainnya dalam kasus mafia kasus tanah tersebut.
"Yang jelas, satu pelaku sudah kami amankan dan dua lainnya dalam tingkat penyidikan oleh petugas," katanya.
Ia yang didampingi Kaur Bin Ops Reskrim Iptu Sapto mengatakan bahwa selain kasus mafia tanah, polres juga mengungkap dua perkara prinsip keadilan (restorative justice), dan delapan perkara jalanan (premanisme).
Adapun modus mafia tanah yang diungkap polres, kata dia, yaitu pertama dengan modus surat kuasa untuk menjualkan tanah tetapi uang penjualan tanah tidak diberikan pada pemilik sah tetapi digunakan sendiri.
"Untuk modus kedua yaitu menjual tanah yang bukan hak atau milik tersangka tetapi milik orang lain, serta kasus yang diakibatkan oleh mafia tanah tersebut. Pada kasus itu, korban mengalami kerugian sekitar Rp3 miliar," katanya.
Ia memaparkan pada kasus itu korban Alfiah menjual tanah SHM nomor 00963 seluas 1.250 meter persegi senilai Rp260 juta melalui surat kuasa kepada pelaku (55) warga Kandeman, Kota Batang.
Namun, pelaku menyalahgunakan surat kuasa dari Alfiayah dan Sandoyo untuk menjualkan tanah bernomor 13 dari salah satu notaris.
Kemudian tanah tersebut dibeli oleh seorang warga Kabupaten Kendal yang dibayarkan dua tahap yaitu pada 17 Mei 2017 melalui transfer atas nama pelaku dan sisanya dibayar lunas senilai Rp160 juta yang dibayarkan di kantor salah satu notaris.
"Akan tetapi, dari hasil penjualan tanah tersebut tidak diserahkan pada pemilik sah. Akibat perbuatannya, pelaku akan disangkakan pasal 378 KUHP dan Pasal 372 KUHP," katanya.
Baca juga: Digitalisasi sertifikat persempit ruang gerak mafia tanah
Kepala Polres Batang AKBP Edwin Louis Sengka di Batang, Selasa, mengatakan bahwa saat ini proses masih terus mendalami penyidikan terhadap keterlibatan dua pelaku lainnya dalam kasus mafia kasus tanah tersebut.
"Yang jelas, satu pelaku sudah kami amankan dan dua lainnya dalam tingkat penyidikan oleh petugas," katanya.
Ia yang didampingi Kaur Bin Ops Reskrim Iptu Sapto mengatakan bahwa selain kasus mafia tanah, polres juga mengungkap dua perkara prinsip keadilan (restorative justice), dan delapan perkara jalanan (premanisme).
Adapun modus mafia tanah yang diungkap polres, kata dia, yaitu pertama dengan modus surat kuasa untuk menjualkan tanah tetapi uang penjualan tanah tidak diberikan pada pemilik sah tetapi digunakan sendiri.
"Untuk modus kedua yaitu menjual tanah yang bukan hak atau milik tersangka tetapi milik orang lain, serta kasus yang diakibatkan oleh mafia tanah tersebut. Pada kasus itu, korban mengalami kerugian sekitar Rp3 miliar," katanya.
Ia memaparkan pada kasus itu korban Alfiah menjual tanah SHM nomor 00963 seluas 1.250 meter persegi senilai Rp260 juta melalui surat kuasa kepada pelaku (55) warga Kandeman, Kota Batang.
Namun, pelaku menyalahgunakan surat kuasa dari Alfiayah dan Sandoyo untuk menjualkan tanah bernomor 13 dari salah satu notaris.
Kemudian tanah tersebut dibeli oleh seorang warga Kabupaten Kendal yang dibayarkan dua tahap yaitu pada 17 Mei 2017 melalui transfer atas nama pelaku dan sisanya dibayar lunas senilai Rp160 juta yang dibayarkan di kantor salah satu notaris.
"Akan tetapi, dari hasil penjualan tanah tersebut tidak diserahkan pada pemilik sah. Akibat perbuatannya, pelaku akan disangkakan pasal 378 KUHP dan Pasal 372 KUHP," katanya.
Baca juga: Digitalisasi sertifikat persempit ruang gerak mafia tanah