Solo (ANTARA) - Mantan narapidana terorisme (Napiter) Joko Suroso yang juga sering dipanggil Joko Padang menyebutkan peran orang tua bisa menjadi kunci pencegahan radikalisme bagi kalangan anak muda.

"Saya menilai diperlukan peran orang tua yang cukup besar sebagai pencegahan bagi kalangan anak muda terhadap paham radikalisme," kata Joko Padang, sebagai narasumber disela acara "Ngabuburit dan Silaturahmi" oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Surakarta, Polda Jateng, dan Yayasan Gema Salam, di Hotel Adhiwangsa Solo, Senin petang.

Pada acara Ngabuburit dan Silaturahmi yang digelar oleh PWI Surakarta, bersama Polda Jateng, dan Yayasan Gema Salam Solo tersebut dengan mengambil tema "Membendung Radikalisme di Kalangan Anak Muda".

Joko Padang menjelaskan kasus bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan dan upaya penyerangan Mabes Polri beberapa waktu lalu mengungkapkan beberapa fakta baru.

Salah satu yang menjadi sorotan dua peristiwa tersebut melibatkan generasi milenial. Sebut saja ZA (25) pelaku penyerangan Mabes Polri dan L pelaku bom berusia 26 tahun.

Menurut Joko Padang idealisme kaum milenial cukup tinggi dan akan diperjuangkan hingga tercapai, termasuk jika masuk dalam paham terorisme.

Bahkan, kelompok anak muda jika dikaitkan dengan sentimen agama, maka sangat mudah sekali untuk dimasuki," kata Joko Padang mengaku mantan napiter terlibat kasus Bom Bali 2 yang divonis selama 10 tahun penjara.

Baca juga: Anggota DPR temui mantan napiter di Solo
Baca juga: Persadani dampingi warga agar bersedia kembali meterima mantan napiter

Joko Padang mengatakan orang tua wajib memperhatikan berbagai aktivitas anak mulai pergaulan, sekolah, hingga tempat ibadah. Mengingat, semua anak bisa menjadi sasaran kelompok radikalisme.

"Semua anak bisa jadi sasaran. Siapa saja bisa direkrut untuk menjadi kelompoknya yakni radikalisme. Jika ada semangat dan momentum yang tepat, karena ketidakadilan dan penindasan, maka semakin mudah untuk masuk menjadi kelompok itu," kata Joko Padang mengaku pernah masuk jaringan terorisme Noordin M. Top, di Semarang.

Menurut Joko bagaimana cara membendung kalangan anak muda yang masuk radikalisme akan membutuh waktu yang lama dan tidak bisa secara instan. Orang tua harus bisa mengarahkan anak untuk memilih komunitas pergaulan mereka.

Jika putra putrinya menghadiri diskusi atau kelompok pengajian yang mengarahnya semakin keras dan saran orang tua sering ditentang. Hal ini, ada indikasi ke arah acara radikalisme, maka ada perhatian khusus.

Narasumber lainnya, Direktur Amir Machmud Center (AMC) Dr Amir Machmud mengatakan kelompok radikalisme sekarang sudah masuk semua kalangan, mulai Aparatur Sipil Negara (ASN), pelajar, mahasiswa, anak hingga oknum anggota kepolisian.

"Kami menilai paham radikalisme masuk ke beberapa level kalangan. Hal ini, jangan sampai dibiarkan, karena radikalisme tidak akan hilang mengingat ini, ideologi," kata Amir Machmud.

Direktur Intelkam Polda Jateng Kombes Pol Jati Wiyoto Abadi yang hadir mewakili Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Ahmad Luthfi mengapresiasi kegiatan silaturahmi tersebut. Kegiatan bertujuan untuk menjalin silaturahmi, juga guna menyebarkan virus positivisme sehingga kaum muda terlindungi dari pengaruh radikalisme.

Jati Wiyoto Abadi mengatakan tugas Polri yang hanya sekedar untuk penegakan hukum dalam perkara terorisme tidak cukup. "Kami perlu sinergitas antar-pihak dan stakeholder untuk membendung radikalisme dan terorisme di Tanah Air," kata Jati Wiyoto.

"Memang kami melihat perkembangan intoleransi, radikalisme, dan terorisme hingga saat ini, cukup sangat pesat. Kami terus melakukan upaya-upaya kegiatan preemtif preventif sampai pendekatan hukum yang dilakukan sara kita itu tidak cukup. Butuh dukungan semua pihak. Mudah-mudahan dengan kegiatan ini setidaknya kita bisa berbuat ke negara untuk memerangi radikalisme dan terorisme," katanya.

Baca juga: Mantan napiter: Radikalisme tak boleh dialamatkan agama manapun
 

Pewarta : Bambang Dwi Marwoto
Editor : Mugiyanto
Copyright © ANTARA 2024