Purwokerto (ANTARA) - Pagi baru saja dimulai ketika sinar Matahari menyelinap masuk lewat kaca jendela dan menyinari deretan meja kayu di salah satu ruang kelas SMP Negeri 1 Purbalingga, Jawa Tengah pada awal April 2021.
Suasana di bagian selasar sekolah cukup sunyi, karena para siswa sudah berada di ruang kelas masing-masing. Mereka mengenakan seragam batik berwarna merah kecokelatan dengan motif ukel yang membentuk lingkaran.
Di salah satu ruangan, terlihat masing-masing siswa duduk saling berjarak, tidak banyak suara yang terdengar. Mereka duduk diam menatap buku tulis di hadapan.
Kendati wajah mereka tertutup masker dan pelindung wajah, ada kilat semangat terpancar dari sorot mata mereka. Pagi itu, sekolah mereka tengah melaksanakan uji coba pembelajaran tatap muka.
Baca juga: Pemkot Magelang apresiasi 8 pelajar-guru berprestasi
Di tengah pusaran pandemi COVID-19, uji coba pembelajaran tatap muka ibarat hujan pertama yang turun setelah kemarau panjang.
Para siswa yang sekian lama belajar dari rumah, tentu sudah merindukan suasana kelas, merindukan derai tawa sahabat yang biasanya menggema di lorong-lorong sekolah.
Semangat itu terasa makin menyala ketika Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi datang untuk menyapa. Ia dan jajaran juga sekaligus melakukan monitoring dan memastikan protokol kesehatan telah berjalan dengan baik dalam uji coba pembelajaran tatap muka tersebut.
Pada hari itu, di Purbalingga, ada lima sekolah yang melaksanakan uji coba pembelajaran tatap muka, di antaranya SMPN 1 Purbalingga, MAN Purbalingga, SMKN 2 Purbalingga, SMAN 1 Bobotsari, dan MTsN 2 Purbalingga.
Dalam uji coba itu, mekanisme protokol kesehatan telah dilaksanakan secara ketat. Baik guru maupun siswa sebelumnya telah melaksanakan tes usap yang dilaksanakan Dinas Kesehatan setempat untuk memastikan kondisi kesehatan masing-masing.
Proses pembelajaran berlangsung selama dua jam, mulai pukul 08.00 hingga 10.00 WIB. Setelahnya, para siswa diminta langsung pulang ke rumah masing-masing.
Ibarat hujan pertama yang turun setelah kemarau panjang, kendati tidak berlangsung lama, suara rintik yang terdengar dari balik kaca jendela telah membayar segala kerinduan mereka akan suasana sekolah.
Gambaran mengenai uji coba pembelajaran tatap muka di Purbalingga itu menjadi salah satu contoh mengenai bagaimana potret pendidikan yang berlangsung di tengah pandemi COVID-19.
Baca juga: Peringati Hardiknas, guru SMP di Kudus gelar pemeran lukisan tunggal
Ruang Virtual
Berbicara tentang potret pendidikan di tengah pandemi COVID-19. Masyarakat akan diingatkan bahwa situasi ini telah mendorong terlaksananya metode pembelajaran jarak jauh melalui ruang-ruang virtual.
Di antara berbagai mekanisme dan metode pembelajaran jarak jauh itu, terselip suatu pelajaran penting yang dapat dipetik dan dijadikan perhatian bersama.
Sosiolog pendidikan dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Nanang Martono mencontohkan pandemi telah mengingatkan lagi mengenai pentingnya tugas seorang guru.
Sepanjang pelaksanaan pembelajaran jarak jauh, banyak orang tua yang harus mendampingi anaknya belajar dari rumah. Dari kondisi itu, orang tua tentunya akan makin menyadari beratnya peran sebagai pengajar dan pendidik.
Pandemi juga telah mendorong semua pihak untuk terus belajar. Bagi seorang guru, ini momentum untuk belajar menguasai sistem pembelajaran jarak jauh atau secara daring.
Karena pada masa yang akan datang, bukannya tidak mungkin kompetensi ini menjadi hal mutlak yang harus dimiliki seorang guru.
Walaupun pandemi COVID-19 nantinya telah berakhir, bukan tidak mungkin sistem pembelajaran daring akan tetap menjadi suatu budaya dan kebiasaan yang diterapkan secara formal.
Pasalnya, perkembangan teknologi yang pesat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan tesis ini menjadi mungkin. Bisa saja, beberapa tahun lagi sekolah tidak lagi berwujud gedung atau bangunan. Bisa saja, beberapa tahun lagi sekolah tidak lagi diwujudkan melalui kehadiran sosok guru secara fisik.
Oleh karenanya, sebagai bentuk adaptasi, guru harus terus belajar menguasai berbagai macam teknologi pembelajaran.
Dengan demikian, peringatan Hari Pendidikan Nasional menjadi momentum yang tepat dalam rangka meneguhkan komitmen semua pihak untuk terus belajar dan meningkatkan kompetensi serta bersama berupaya memajukan sektor pendidikan.
Terkait dengan hal itu, pengamat kebijakan publik dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Dr. Slamet Rosyadi mengatakan tantangan terbesar dalam sektor pendidikan nasional pada masa sekarang ini tentang peningkatan kualitas dan daya saing.
Baca juga: Akademisi: Perkuat peran keluarga dalam pendidikan karakter
Ketika pembelajaran banyak dilakukan secara virtual, maka perlu dipersiapkan kurikulum pendidikan yang adaptif dan relevan dengan dinamika perubahan.
Dalam kondisi inilah, pemerintah perlu terus mendorong penyusunan kurikulum pendidikan yang mengikuti arah angin perubahan.
Tentunya, di samping itu perlu juga peningkatan alokasi dana pendidikan dan riset. Pasalnya, sektor pendidikan akan makin berkembang seiring dukungan dan peningkatan di bidang riset.
Terlebih pada saat ini pemerintah terus melakukan berbagai inovasi guna mendorong pengembangan sektor pendidikan di Tanah Air, salah satunya melalui skema kebijakan merdeka belajar.
Ketua Program Studi Magister Ilmu Komunikasi Unsoed Dr. Edi Santoso mengatakan program merdeka belajar dalam dimensi yang luas dapat memiliki makna filosofis, bahwa setiap individu dapat belajar di mana saja dan kepada siapa saja.
Filosofi semacam ini sebetulnya bukan sesuatu hal yang baru. Seperti halnya dalam agama Islam, setiap orang dianjurkan untuk selalu belajar di sepanjang hidupnya.
Di tengah pandemi ini, program merdeka belajar menjadi sangat relevan sehingga perlu terus didukung dan diapresiasi.
Contohnya adalah program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang diluncurkan pemerintah untuk perguruan tinggi, yang pada intinya memfasilitasi sumber-sumber pembelajaran yang beragam, terutama dari luar kampus.
Hal itu tentu sangat relevan dengan situasi kekinian, karena untuk mendapatkan capaian satuan kredit semester (SKS) mahasiswa tidak harus ikut perkuliahan di kampus. Karena selama pandemi, perkuliahan tatap muka memang menjadi salah satu permasalahan, dikhawatirkan berpotensi munculnya klaster penularan COVID-19.
Baca juga: Hardiknas momentum ciptakan berbagai inovasi pembelajaran
Dengan adanya program merdeka belajar, maka mahasiswa bisa magang, berwirausaha, ikut dalam kegiatan penelitian atau pengabdian masyarakat dan berbagai kegiatan lain dalam rangka memenuhi target capaian SKS.
Narasi terkait dengan program merdeka belajar ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah telah mengakomodasi dan relevan dengan kondisi pandemi. Tinggal bagaimana meneguhkan lagi komitmen dukungan dari berbagai pihak, termasuk dunia industri, dunia usaha, dan dunia kerja.
Dengan hadirnya dukungan serta upaya berbagai pihak, maka usaha memajukan dunia pendidikan di Tanah Air akan makin optimal.
Bagaimanapun, jika berbicara tentang pendidikan pada saat ini, adalah juga berbicara tentang bagaimana menjaga nyala api semangat untuk terus belajar.
Suasana di bagian selasar sekolah cukup sunyi, karena para siswa sudah berada di ruang kelas masing-masing. Mereka mengenakan seragam batik berwarna merah kecokelatan dengan motif ukel yang membentuk lingkaran.
Di salah satu ruangan, terlihat masing-masing siswa duduk saling berjarak, tidak banyak suara yang terdengar. Mereka duduk diam menatap buku tulis di hadapan.
Kendati wajah mereka tertutup masker dan pelindung wajah, ada kilat semangat terpancar dari sorot mata mereka. Pagi itu, sekolah mereka tengah melaksanakan uji coba pembelajaran tatap muka.
Baca juga: Pemkot Magelang apresiasi 8 pelajar-guru berprestasi
Di tengah pusaran pandemi COVID-19, uji coba pembelajaran tatap muka ibarat hujan pertama yang turun setelah kemarau panjang.
Para siswa yang sekian lama belajar dari rumah, tentu sudah merindukan suasana kelas, merindukan derai tawa sahabat yang biasanya menggema di lorong-lorong sekolah.
Semangat itu terasa makin menyala ketika Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi datang untuk menyapa. Ia dan jajaran juga sekaligus melakukan monitoring dan memastikan protokol kesehatan telah berjalan dengan baik dalam uji coba pembelajaran tatap muka tersebut.
Pada hari itu, di Purbalingga, ada lima sekolah yang melaksanakan uji coba pembelajaran tatap muka, di antaranya SMPN 1 Purbalingga, MAN Purbalingga, SMKN 2 Purbalingga, SMAN 1 Bobotsari, dan MTsN 2 Purbalingga.
Dalam uji coba itu, mekanisme protokol kesehatan telah dilaksanakan secara ketat. Baik guru maupun siswa sebelumnya telah melaksanakan tes usap yang dilaksanakan Dinas Kesehatan setempat untuk memastikan kondisi kesehatan masing-masing.
Proses pembelajaran berlangsung selama dua jam, mulai pukul 08.00 hingga 10.00 WIB. Setelahnya, para siswa diminta langsung pulang ke rumah masing-masing.
Ibarat hujan pertama yang turun setelah kemarau panjang, kendati tidak berlangsung lama, suara rintik yang terdengar dari balik kaca jendela telah membayar segala kerinduan mereka akan suasana sekolah.
Gambaran mengenai uji coba pembelajaran tatap muka di Purbalingga itu menjadi salah satu contoh mengenai bagaimana potret pendidikan yang berlangsung di tengah pandemi COVID-19.
Baca juga: Peringati Hardiknas, guru SMP di Kudus gelar pemeran lukisan tunggal
Ruang Virtual
Berbicara tentang potret pendidikan di tengah pandemi COVID-19. Masyarakat akan diingatkan bahwa situasi ini telah mendorong terlaksananya metode pembelajaran jarak jauh melalui ruang-ruang virtual.
Di antara berbagai mekanisme dan metode pembelajaran jarak jauh itu, terselip suatu pelajaran penting yang dapat dipetik dan dijadikan perhatian bersama.
Sosiolog pendidikan dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Nanang Martono mencontohkan pandemi telah mengingatkan lagi mengenai pentingnya tugas seorang guru.
Sepanjang pelaksanaan pembelajaran jarak jauh, banyak orang tua yang harus mendampingi anaknya belajar dari rumah. Dari kondisi itu, orang tua tentunya akan makin menyadari beratnya peran sebagai pengajar dan pendidik.
Pandemi juga telah mendorong semua pihak untuk terus belajar. Bagi seorang guru, ini momentum untuk belajar menguasai sistem pembelajaran jarak jauh atau secara daring.
Karena pada masa yang akan datang, bukannya tidak mungkin kompetensi ini menjadi hal mutlak yang harus dimiliki seorang guru.
Walaupun pandemi COVID-19 nantinya telah berakhir, bukan tidak mungkin sistem pembelajaran daring akan tetap menjadi suatu budaya dan kebiasaan yang diterapkan secara formal.
Pasalnya, perkembangan teknologi yang pesat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan tesis ini menjadi mungkin. Bisa saja, beberapa tahun lagi sekolah tidak lagi berwujud gedung atau bangunan. Bisa saja, beberapa tahun lagi sekolah tidak lagi diwujudkan melalui kehadiran sosok guru secara fisik.
Oleh karenanya, sebagai bentuk adaptasi, guru harus terus belajar menguasai berbagai macam teknologi pembelajaran.
Dengan demikian, peringatan Hari Pendidikan Nasional menjadi momentum yang tepat dalam rangka meneguhkan komitmen semua pihak untuk terus belajar dan meningkatkan kompetensi serta bersama berupaya memajukan sektor pendidikan.
Terkait dengan hal itu, pengamat kebijakan publik dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Dr. Slamet Rosyadi mengatakan tantangan terbesar dalam sektor pendidikan nasional pada masa sekarang ini tentang peningkatan kualitas dan daya saing.
Baca juga: Akademisi: Perkuat peran keluarga dalam pendidikan karakter
Ketika pembelajaran banyak dilakukan secara virtual, maka perlu dipersiapkan kurikulum pendidikan yang adaptif dan relevan dengan dinamika perubahan.
Dalam kondisi inilah, pemerintah perlu terus mendorong penyusunan kurikulum pendidikan yang mengikuti arah angin perubahan.
Tentunya, di samping itu perlu juga peningkatan alokasi dana pendidikan dan riset. Pasalnya, sektor pendidikan akan makin berkembang seiring dukungan dan peningkatan di bidang riset.
Terlebih pada saat ini pemerintah terus melakukan berbagai inovasi guna mendorong pengembangan sektor pendidikan di Tanah Air, salah satunya melalui skema kebijakan merdeka belajar.
Ketua Program Studi Magister Ilmu Komunikasi Unsoed Dr. Edi Santoso mengatakan program merdeka belajar dalam dimensi yang luas dapat memiliki makna filosofis, bahwa setiap individu dapat belajar di mana saja dan kepada siapa saja.
Filosofi semacam ini sebetulnya bukan sesuatu hal yang baru. Seperti halnya dalam agama Islam, setiap orang dianjurkan untuk selalu belajar di sepanjang hidupnya.
Di tengah pandemi ini, program merdeka belajar menjadi sangat relevan sehingga perlu terus didukung dan diapresiasi.
Contohnya adalah program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang diluncurkan pemerintah untuk perguruan tinggi, yang pada intinya memfasilitasi sumber-sumber pembelajaran yang beragam, terutama dari luar kampus.
Hal itu tentu sangat relevan dengan situasi kekinian, karena untuk mendapatkan capaian satuan kredit semester (SKS) mahasiswa tidak harus ikut perkuliahan di kampus. Karena selama pandemi, perkuliahan tatap muka memang menjadi salah satu permasalahan, dikhawatirkan berpotensi munculnya klaster penularan COVID-19.
Baca juga: Hardiknas momentum ciptakan berbagai inovasi pembelajaran
Dengan adanya program merdeka belajar, maka mahasiswa bisa magang, berwirausaha, ikut dalam kegiatan penelitian atau pengabdian masyarakat dan berbagai kegiatan lain dalam rangka memenuhi target capaian SKS.
Narasi terkait dengan program merdeka belajar ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah telah mengakomodasi dan relevan dengan kondisi pandemi. Tinggal bagaimana meneguhkan lagi komitmen dukungan dari berbagai pihak, termasuk dunia industri, dunia usaha, dan dunia kerja.
Dengan hadirnya dukungan serta upaya berbagai pihak, maka usaha memajukan dunia pendidikan di Tanah Air akan makin optimal.
Bagaimanapun, jika berbicara tentang pendidikan pada saat ini, adalah juga berbicara tentang bagaimana menjaga nyala api semangat untuk terus belajar.