Semarang (ANTARA) - Salah satu usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dari Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, Batik Fitroh, menyatakan membangun "brand" atau merek penting untuk mengembangkan usaha agar lebih dikenal banyak orang.

"Saya dulu pernah punya pengalaman, pada tahun 2016 ikut pameran. Dari 50 potong kain yang saya bawa, hanya laku 2 potong karena saya dapat lokasi yang kurang menguntungkan dan saya kalah jika dibandingkan dengan pelaku usaha lain yang jauh lebih dulu berdiri," kata pemilik Batik Fitroh, Mahfudloh Fitrotaullah, pada saat menjadi narasumber di acara "UKM Virtual Expo" di Semarang, Senin.

Dari kejadian tersebut, ibu satu anak ini belajar tentang pentingnya membangun sebuah merek agar produknya makin dikenal oleh banyak orang. Selain itu, ia juga tidak kapok mengikuti pameran di manapun dan dalam kondisi apapun.

"Di manapun (lokasi pamerannya), 'ending'-nya (pada akhirnya) kami pasti dipertemukan dengan pameran yang lebih besar dengan pengunjung yang lebih banyak dan lebih besar lagi," katanya.

Selain membangun merek melalui pameran, ia juga aktif memasarkan produk melalui media sosial, salah satunya "facebook". Ia mengatakan sebagai hasil pemasarannya melalui media sosial, ia dipertemukan dengan salah satu konsumen dari luar kota.

"Pada saat itu dia memesan ratusan potong kain batik, mau digunakan sebagai souvenir. Saya langsung sanggupi dan saat itu juga saya rekrut karyawan," katanya.

Ia yang awalnya hanya meneruskan usaha kecil keluarga, karena keberanian tersebut akhirnya saat ini sudah memiliki 35 orang karyawan. Di sisi lain, dari upaya pemasaran yang terus dilakukan, saat ini ia memperoleh banyak konsumen dari luar kota.

"Untuk bulan ini saya dapat target membuat 3.000 potong (kain batik)," katanya.

Sementara itu, sampai akhirnya bisa meneruskan usaha tersebut bukan sesuatu yang mudah. Sebelumnya, Fitroh tidak paham sama sekali usaha batik.

"Ini kan usaha orang tua saya, mereka memulai sejak tahun 2012, saat itu saya baru lulus SMA. Kemudian saya tidak langsung terjun di usaha ini karena lebih pilih jualan ponsel. Sampai kemudian di tahun 2016 saya mau melanjutkan usaha ini," katanya.

Untuk akhirnya bisa menguasai batik, ia aktif mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Jawa Tengah.

"Di situ saya dikenalkan pada Balai Pelatihan Koperasi dan UKM di Srondol, Semarang. Setiap ada kegiatan saya diundang, diajari proses menyanting, pewarnaan, memproduksi kain sampai jadi baju, pengemasan, pemasaran. Di situ saya dilatih dan digembleng, serta bagaimana memilah dan memilih karyawan berkualitas," katanya.

Bahkan, ia juga berkontribusi dalam mencetak penjahit dan pembatik baru dengan mengikutkan beberapa orang ke program pelatihan dari Dinas Koperasi dan UMKM.

"Selanjutnya saya juga gunakan jasa mereka, di situ jadi bisa memilih juga mana penjahit berkualitas dan mana yang kurang," katanya.

Pewarta : Aris Wasita
Editor : Antarajateng
Copyright © ANTARA 2024