Utusan WHO tak anjurkan "lockdown" sebagai jalan utama tangani pandemi

Senin, 12 Oktober 2020 11:42 WIB

Jakarta (ANTARA) - Utusan Khusus Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Urusan Pandemi COVID-19, dr. David Nabarro, mengatakan bahwa lembaga itu tidak menganjurkan karantina wilayah atau lockdown sebagai jalan utama untuk mengendalikan wabah.

"Kami meminta kepada semua pemimpin dunia untuk berhenti menggunakan lockdown sebagai metode utama pengendalian (wabah). Kembangkan sistem yang lebih baik untuk hal ini," kata Nabarro dalam sebuah wawancara dengan The Spectator, media yang berbasis di Inggris.

Nabarro mengkritisi langkah lockdown dalam kaitannya dengan dampak kesulitan ekonomi dan kemiskinan secara global. Ia mengambil contoh sektor pariwisata, seperti di Karibia atau wilayah Pasifik yang terpukul karena tidak ada turis.

"Lihatlah yang terjadi dengan tingkat kemiskinan, tampaknya kita akan mengalami angka kemiskinan dunia yang berlipat ganda pada tahun depan [...] Sesungguhnya ini adalah malapetaka global yang mengerikan," ujar dia.

Baca juga: WHO: Kematian COVID-19 global bisa capai 2 juta sebelum vaksin merata


"Lockdown hanya memberikan satu konsekuensi yang tidak boleh diremehkan, yaitu membuat masyarakat miskin menjadi jauh lebih miskin," kata Nabarro menegaskan.

Menurutnya, karantina wilayah hanya dibenarkan untuk memberikan waktu kepada pemerintah agar dapat "mengatur, mengelompokkan, dan menyeimbangkan kembali sumber daya" untuk selanjutnya mengambil jalan tengah dalam penanganan pandemi.

Dalam sebuah artikel di 4sd.info, laman internet mengenai upaya pencapaian pembangunan berkelanjutan, Nabarro menyatakan bahwa kondisi saat ini memang menjadi tantangan yang rumit bagi para pemimpin negara.

"Diperlukan suatu jalan tengah, karena terlalu banyak pembatasan akan merusak kehidupan masyarakat dan memancing kebencian, sementara 'virus yang dibiarkan menyebar' akan menimbulkan banyak kematian," tulis Nabarro.

Jalan tengah itu, kata Nabarro, dapat diterapkan dengan tiga hal yang saling berkaitan, yakni langkah pencegahan setiap saat, layanan tes-telusur-isolasi, serta kebijakan yang jelas dari para pengambil kebijakan.

Baca juga: China bergabung dengan program vaksin WHO yang ditolak Trump
Baca juga: WHO: 1 juta kematian COVID-19 "tonggak sejarah sangat menyedihkan"

Pewarta : Suwanti
Editor : Antarajateng
Copyright © ANTARA 2024

Terkait

Gibran akui program makan siang gratis perlu perhatian khusus

08 May 2024 5:53 Wib

Gibran: Daerah padat penduduk dapat atensi khusus

26 April 2024 13:29 Wib

KAI berikan tarif khusus KA KLB Tambahan relasi Gambir-Yogyakarta

13 April 2024 18:19 Wib

Dini sebut menteri tak perlu izin presiden untuk penuhi panggilan MK

02 April 2024 9:49 Wib

Perusahaan tidak bayar THR, Pemkab Batang siapkan posko khusus

27 March 2024 8:26 Wib
Terpopuler

RTMM-SPSI ajak pekerja informal ikut jaminan sosial ketenagakerjaan

PERISTIWA - 04 May 2024 6:23 Wib

USM gelar pelatihan tingkatkan "Tracer Study" dan "Tracer DUDI"

PERISTIWA - 2 jam lalu

Pemkot Pekalongan lakukan pelatihan olah limbah organik jadi pupuk

PERISTIWA - 07 May 2024 8:23 Wib

ANTARA Biro Jateng lepas mahasiswa magang Polines

PERISTIWA - 04 May 2024 6:37 Wib

Wali Kota Semarang gandeng TNI cegah banjir lewat TMMD

PERISTIWA - 1 jam lalu