Cilacap (ANTARA) - Dinas Pertanian Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, mengimbau petani setempat untuk melakukan percepatan tanam padi pada musim tanam pertama tahun 2020-2021 guna mendukung ketahanan pangan.

"Kami targetkan akhir bulan Oktober nanti mulai tanam karena air belum total masuk ke persawahan. Hujan pun masih 'malu-malu', belum merata, tapi kami tetap bergerak untuk percepatan tanam," kata Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Cilacap Supriyanto saat dihubungi di Cilacap, Rabu.

Dalam hal ini, kata dia, petani diimbau untuk melakukan percepatan tanam dengan mulai mengolah sawah dan menyiapkan pembenihan ketika sawahnya telah terairi.

Menurut dia, pihaknya tidak membatasi petani untuk menanam varietas padi tertentu karena saat sekarang banyak pilihan

Akan tetapi, lanjut dia, pihaknya menyarankan petani untuk tidak menanam varietas padi yang tidak tahan terhadap hama dan penyakit tanaman meskipun masyarakat petani masih banyak yang suka menanamnya.

"IR-64 itu kan masih banyak yang suka tapi tidak tahan terhadap hama dan penyakit, sehingga kami tidak merekomendasikannya," kata dia menambahkan.

Ia menargetkan luas persawahan yang akan ditanami padi pada akhir Oktober sekitar 10.000 hektare dari total potensi luas tanam pada musim tanam pertama tahun 2020-2021 yang mencapai 64.000 hektare.

Terkait dengan antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya curah hujan yang cukup tinggi, dia mengimbau petani tidak terlalu banyak menggunakan urea terhadap tanaman padinya.

Menurut dia, hal itu disebabkan urea digunakan untuk pembentukan badan tanaman sehingga jika penggunaannya terlalu banyak, tanaman padi tersebut mudah rebah atau roboh ketika terkena angin kencang dan hujan lebat.

"Jadi, kurangi ureanya, biar badannya tidak terlalu gemuk," tegasnya.

Disinggung mengenai ketersediaan pupuk, Supriyanto memastikan hal itu mencukupi kebutuhan petani pada musim tanam pertama tahun 2020-2021.

"Insya Allah cukup karena apa pun bentuknya, kami sudah punya komunikasi ke pusat bahwa kebutuhan pupuk Insya Allah cukup," katanya.

Kendati demikian, dia mengakui jika ada pengurangan alokasi pupuk bersubsidi tapi sebetulnya dengan adanya pengurangan alolasi tersebut secara psikologi merupakan upaya pemerintah untuk mengawasi distribusi pupuk.

"Karena pengalaman yang ada, berapa pun dikirim akan habis tetapi petani tidak menerima, kan repot. Oleh karena itu, BPK dan KPK 'ngotot' pakai Kartu Tani (dalam pembelian pupuk bersubsidi) karena ada dana pemerintah di pupuk bersubsidi," katanya.

Terkait dengan hal itu, dia mengatakan BPK dan KPK meminta petani untuk membeli pupuk bersubsidi tersebut dengan menggunakan Kartu Tani.

Dengan demikian, kata dia, pihaknya tetap mewajibkan petani untuk menggunakan Kartu Tani saat membeli pupuk bersubsidi sebagai upaya untuk mengamankan uang negara.

"Duit negara kan harus diamankan bersama-sama karena di 1 kilogram urea itu berapa duitnya (uang negara yang digunakan untuk memberi subsidi, red.), kan lebih dari Rp4.000," katanya.

Menurut dia, hingga saat ini sudah lebih dari 50 persen atau sekitar 300 ribu petani di Kabupaten Cilacap yang jumlahnya mencapai kisaran 500 ribu orang telah memiliki Kartu Tani. 

Pewarta : Sumarwoto
Editor : Antarajateng
Copyright © ANTARA 2024