Magelang (ANTARA) - Performa seni bertajuk "Jagad Anyar" disajikan sejumlah seniman di areal tanaman padi hidroganik Dusun Kebonkliwon, Desa Kebonrejo, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, untuk menyampaikan pesan tentang pentingnya ketahanan pangan di tengah pandemi COVID-19, Ahad.
Para seniman dalam jumlah terbatas yang terlibat dalam performa seni tersebut, antara lain dari kelompok Gadung Mlati Merapi pimpinan Ismanto, Sanggar Dua Atap Ngluwar pimpinan Dharma Wijaya, dan Sanggar Warangan Merbabu pimpinan Handoko.
Selain itu, pelukis I Made Aryo Dedok dan Agus Daryanto, menyajikan karya masing-masing berjudul "Ojo Lali Masker" dan "Gerobak Urip" di area pembibitan tanaman, terutama buah-buahan, yang dikelola Muhammad Khoirul Sholeh (Irul) di pekarangan rumahnya di dusun tersebut.
Hadir pula dalam acara dengan para seniman mengenakan berbagai kostum, properti kesenian, dan masker yang disiarkan secara langsung melalui sejumlah kanal media sosial itu, budayawan Komunitas Lima Gunung Kabupaten Magelang Sutanto Mendut.
Dalam performa seni "Jagad Anyar" yang terkait dengan normal baru kehidupan masyarakat di tengah pandemi virus corona jenis baru itu, mereka bergerak mengelilingi areal kecil tanaman padi hidroganik di atas kolam ikan, antara lain menari sambil membawa dupa, mengusung bibit tanaman, pembacaan puisi, melantunkan tembang langgam jawa dengan iringan siter dan rebab, serta pidato kebudayaan oleh budayawan Sutanto Mendut.
Penggagas acara yang juga pemilik kebun bibit buah-buahan di dusun setempat yang saat ini juga mengembangkan budi daya padi secara hidroganik, Irul, mengatakan "Jagad Anyar" artinya dunia baru yang bermakna tentang normal baru di tengah pandemi COVID-19.
"Persoalan kebutuhan pangan saat pandemi corona ini, juga tidak lepas dari upaya membangun ketahanan pangan. Pentas ini disajikan untuk menyampaikan pesan untuk itu. Ketahanan pangan harus dibangun secara bersama-sama," ujar dia.
Ia menyebut kebutuhan pangan tidak hanya terkait dengan beras atau padi, tetapi juga berbagai bahan pangan lainnya, seperti pala kependem, sayuran, dan buah-buahan sebagai kebutuhan sehari-hari masyarakat yang harus tersedia secara cukup.
Oleh karena itu, ucap dia, sektor pertanian juga harus mendapatkan perhatian berbagai pihak agar tetap berproduksi secara optimal di tengah pandemi.
Budayawan Sutanto Mendut menyebut performa "Jagad Anyar" sebagai bagian dari cara berpikir tentang normal baru yang memiliki kaitan erat dengan petani dan kebudayaannya.
"Berpikir peradaban dan kebudayaan itu penting, juga bagi petani di tengah pandemi COVID-19. Saya hendak menegaskan bahwa (Komunitas, red.) Lima Gunung juga harus belajar, setiap hari sudah petani, tetapi petani yang harus belajar keilmuan," ujar dia.
Ia juga mengemukakan tentang seniman yang tetap berkarya dalam situasi apapun, termasuk pandemi virus yang justru memberikan inspirasi menarik untuk melahirkan suatu karya penting bagi perkembangan kebudayaan.
"Tuhan 'ngasih' (memberi) cara berpikir, bukan 'ngasih beras', bukan 'ngasih' festival, bukan 'ngasih' cara-cara berkesenian. Tuhan itu 'ngasih' manusia untuk peradaban, untuk kebudayaan, untuk padi, untuk petani, ketahanan pangan, dan sebagainya," katanya.
Ia mengemukakan pentingnya pengembangan kebudayaan pangan agar terwujud ketahanan pangan yang mantap, sebagaimana pesan di balik performa "Jagad Anyar" dilakukan para seniman di tengah pandemi COVID-19 tersebut.
Ia juga menyebut tentang kesenian yang juga sebagai bagian dari normal baru, antara lain menyangkut disiplin waktu para seniman dalam menyajikan karya seni dan kerja sama dengan pihak atau kalangan lain.
"Jangan khawatir, bikinlah acara yang sekarang gara-gara COVID-19 juga sangat sulit bagi yang sulit. Tetapi (bikin acara kesenian, red.) juga dengan disiplin protokol (kesehatan, red.) yang baik, ikut aturan-aturan kesehatan. Ini peluang yang luar biasa," katanya.
Baca juga: Telaah - Seniman Magelang siasati pandemi untuk terus berkarya
Baca juga: "Magelang Moncer Serius" butuh dukungan berbagai komunitas
Para seniman dalam jumlah terbatas yang terlibat dalam performa seni tersebut, antara lain dari kelompok Gadung Mlati Merapi pimpinan Ismanto, Sanggar Dua Atap Ngluwar pimpinan Dharma Wijaya, dan Sanggar Warangan Merbabu pimpinan Handoko.
Selain itu, pelukis I Made Aryo Dedok dan Agus Daryanto, menyajikan karya masing-masing berjudul "Ojo Lali Masker" dan "Gerobak Urip" di area pembibitan tanaman, terutama buah-buahan, yang dikelola Muhammad Khoirul Sholeh (Irul) di pekarangan rumahnya di dusun tersebut.
Hadir pula dalam acara dengan para seniman mengenakan berbagai kostum, properti kesenian, dan masker yang disiarkan secara langsung melalui sejumlah kanal media sosial itu, budayawan Komunitas Lima Gunung Kabupaten Magelang Sutanto Mendut.
Dalam performa seni "Jagad Anyar" yang terkait dengan normal baru kehidupan masyarakat di tengah pandemi virus corona jenis baru itu, mereka bergerak mengelilingi areal kecil tanaman padi hidroganik di atas kolam ikan, antara lain menari sambil membawa dupa, mengusung bibit tanaman, pembacaan puisi, melantunkan tembang langgam jawa dengan iringan siter dan rebab, serta pidato kebudayaan oleh budayawan Sutanto Mendut.
Penggagas acara yang juga pemilik kebun bibit buah-buahan di dusun setempat yang saat ini juga mengembangkan budi daya padi secara hidroganik, Irul, mengatakan "Jagad Anyar" artinya dunia baru yang bermakna tentang normal baru di tengah pandemi COVID-19.
"Persoalan kebutuhan pangan saat pandemi corona ini, juga tidak lepas dari upaya membangun ketahanan pangan. Pentas ini disajikan untuk menyampaikan pesan untuk itu. Ketahanan pangan harus dibangun secara bersama-sama," ujar dia.
Ia menyebut kebutuhan pangan tidak hanya terkait dengan beras atau padi, tetapi juga berbagai bahan pangan lainnya, seperti pala kependem, sayuran, dan buah-buahan sebagai kebutuhan sehari-hari masyarakat yang harus tersedia secara cukup.
Oleh karena itu, ucap dia, sektor pertanian juga harus mendapatkan perhatian berbagai pihak agar tetap berproduksi secara optimal di tengah pandemi.
Budayawan Sutanto Mendut menyebut performa "Jagad Anyar" sebagai bagian dari cara berpikir tentang normal baru yang memiliki kaitan erat dengan petani dan kebudayaannya.
"Berpikir peradaban dan kebudayaan itu penting, juga bagi petani di tengah pandemi COVID-19. Saya hendak menegaskan bahwa (Komunitas, red.) Lima Gunung juga harus belajar, setiap hari sudah petani, tetapi petani yang harus belajar keilmuan," ujar dia.
Ia juga mengemukakan tentang seniman yang tetap berkarya dalam situasi apapun, termasuk pandemi virus yang justru memberikan inspirasi menarik untuk melahirkan suatu karya penting bagi perkembangan kebudayaan.
"Tuhan 'ngasih' (memberi) cara berpikir, bukan 'ngasih beras', bukan 'ngasih' festival, bukan 'ngasih' cara-cara berkesenian. Tuhan itu 'ngasih' manusia untuk peradaban, untuk kebudayaan, untuk padi, untuk petani, ketahanan pangan, dan sebagainya," katanya.
Ia mengemukakan pentingnya pengembangan kebudayaan pangan agar terwujud ketahanan pangan yang mantap, sebagaimana pesan di balik performa "Jagad Anyar" dilakukan para seniman di tengah pandemi COVID-19 tersebut.
Ia juga menyebut tentang kesenian yang juga sebagai bagian dari normal baru, antara lain menyangkut disiplin waktu para seniman dalam menyajikan karya seni dan kerja sama dengan pihak atau kalangan lain.
"Jangan khawatir, bikinlah acara yang sekarang gara-gara COVID-19 juga sangat sulit bagi yang sulit. Tetapi (bikin acara kesenian, red.) juga dengan disiplin protokol (kesehatan, red.) yang baik, ikut aturan-aturan kesehatan. Ini peluang yang luar biasa," katanya.
Baca juga: Telaah - Seniman Magelang siasati pandemi untuk terus berkarya
Baca juga: "Magelang Moncer Serius" butuh dukungan berbagai komunitas