Bantul (ANTARA) - Rektor Universitas Alma Ata Yogyakarta Profesor Hamam Hadi mengemukakan longgarnya penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar di Indonesia memicu peningkatan kasus terkonfirmasi positif COVID-19 dalam beberapa hari terakhir.
"Tidak dimungkiri bahwa PSBB itu longgar, saya katakan bukan pelonggaran ya, tapi longgar. Dan longgarnya PSBB itu telah memicu lonjakan kasus COVID-19," kata dia di Yogyakarta, Sabtu.
Hamam Hadi yang juga Guru Besar Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta itu, mengemukakan lonjakan kasus positif virus corona jenis baru itu di Tanah Air pada Kamis (21/5) mencapai 973 kasus, padahal pada hari-hari sebelumnya penambahan positif berkisar 300 sampai 500 kasus, meski angka tersebut dapat dikatakan sudah naik.
Dia mengatakan tren kasus positif COVID-19 di seluruh Indonesia selama ini belum pernah turun, namun pernah mengalami pelambatan dalam arti penambahan kasusnya stagnan, yaitu pada periode pertengahan April sampai awal Mei. Namun, setelah sepekan pertama Mei hingga saat ini kasus justru naik.
"PSBB di DKI Jakarta pada 10 April ada dampaknya, pelambatan sampai 18 April, tetapi setelah 7 Mei ada peristiwa penting seperti pemberlakuan transportasi darat, udara, beberapa hari kemudian kasus positif naik signifikan," katanya.
Baca juga: Peneliti sebut perlu pelonggaran PSBB yang terencana dan selektif
Dia mengatakan lonjakan kasus COVID-19 tidak lepas dari mobilitas tinggi para warga ke bandara dan stasiun, kemudian pemudik yang sudah sampai kampung halaman mengunjungi pasar, pusat perbelanjaan yang buka dan berkerumun yang berpotensi menjadi tempat penularan.
"Jadi ada satu pasien tularkan ke dua-tiga pasien. Bisa disebut ini sebagai 'secondary attack' (serangan kedua) bagi kasus COVID-19 ini, semakin banyak ada kerumunan makin tinggi kasusnya, makin banyak orang pergi ke mal, bandara makin tinggi (kasus, red.)," katanya.
Dia mengatakan sejak bandara dan mal mulai dibuka maka sepekan kemudian kasus positif akan terlihat naik. Hal tersebut dibuktikan bahwa sebelumnya penambahan kasus sempat tertahan pada angka 500 kasus, namun dikagetkan dengan lonjakan lebih dari 900 kasus positif.
"Tentu ini kejadian yang mengerikan sampai hampir 1.000 kasus tambahnya. Dan kami perkirakan kalau PSBB masih longgar seperti ini, bukan tidak mungkin akan terus bertambah, apalagi kita akan merayakan Idul Fitri, masyarakat merayakan Lebaran di kampung," katanya.
Dia mengharapkan pemerintah lebih memiliki ketegasan, keseriusan, dan kedisiplinan dalam meyakinkan masyarakat untuk mematuhi PSBB dan protokol kesehatan, dan lebih ketat dalam memberikan sanksi jika ada pelanggaran guna mencegah kasus makin melonjak.
"Jika pemerintah gagal meyakinkan masyarakat untuk menahan diri merayakan Lebaran atau berkerumun tanpa protokol kesehatan, bisa diprediksi ada lonjakan kasus lima sampai tujuh hari kemudian. Makin terkendali makin rendah, makin tidak terkendali makin tinggi kasusnya," katanya.
Baca juga: Pengamat: Jokowi hati-hati pelonggaran PSBB
Baca juga: Ketua Gugus Tugas: 81 persen masyarakat ingin akhiri PSBB
Baca juga: MPR: pelonggaran PSBB harus dipastikan telah lewati puncak pandemi
"Tidak dimungkiri bahwa PSBB itu longgar, saya katakan bukan pelonggaran ya, tapi longgar. Dan longgarnya PSBB itu telah memicu lonjakan kasus COVID-19," kata dia di Yogyakarta, Sabtu.
Hamam Hadi yang juga Guru Besar Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta itu, mengemukakan lonjakan kasus positif virus corona jenis baru itu di Tanah Air pada Kamis (21/5) mencapai 973 kasus, padahal pada hari-hari sebelumnya penambahan positif berkisar 300 sampai 500 kasus, meski angka tersebut dapat dikatakan sudah naik.
Dia mengatakan tren kasus positif COVID-19 di seluruh Indonesia selama ini belum pernah turun, namun pernah mengalami pelambatan dalam arti penambahan kasusnya stagnan, yaitu pada periode pertengahan April sampai awal Mei. Namun, setelah sepekan pertama Mei hingga saat ini kasus justru naik.
"PSBB di DKI Jakarta pada 10 April ada dampaknya, pelambatan sampai 18 April, tetapi setelah 7 Mei ada peristiwa penting seperti pemberlakuan transportasi darat, udara, beberapa hari kemudian kasus positif naik signifikan," katanya.
Baca juga: Peneliti sebut perlu pelonggaran PSBB yang terencana dan selektif
Dia mengatakan lonjakan kasus COVID-19 tidak lepas dari mobilitas tinggi para warga ke bandara dan stasiun, kemudian pemudik yang sudah sampai kampung halaman mengunjungi pasar, pusat perbelanjaan yang buka dan berkerumun yang berpotensi menjadi tempat penularan.
"Jadi ada satu pasien tularkan ke dua-tiga pasien. Bisa disebut ini sebagai 'secondary attack' (serangan kedua) bagi kasus COVID-19 ini, semakin banyak ada kerumunan makin tinggi kasusnya, makin banyak orang pergi ke mal, bandara makin tinggi (kasus, red.)," katanya.
Dia mengatakan sejak bandara dan mal mulai dibuka maka sepekan kemudian kasus positif akan terlihat naik. Hal tersebut dibuktikan bahwa sebelumnya penambahan kasus sempat tertahan pada angka 500 kasus, namun dikagetkan dengan lonjakan lebih dari 900 kasus positif.
"Tentu ini kejadian yang mengerikan sampai hampir 1.000 kasus tambahnya. Dan kami perkirakan kalau PSBB masih longgar seperti ini, bukan tidak mungkin akan terus bertambah, apalagi kita akan merayakan Idul Fitri, masyarakat merayakan Lebaran di kampung," katanya.
Dia mengharapkan pemerintah lebih memiliki ketegasan, keseriusan, dan kedisiplinan dalam meyakinkan masyarakat untuk mematuhi PSBB dan protokol kesehatan, dan lebih ketat dalam memberikan sanksi jika ada pelanggaran guna mencegah kasus makin melonjak.
"Jika pemerintah gagal meyakinkan masyarakat untuk menahan diri merayakan Lebaran atau berkerumun tanpa protokol kesehatan, bisa diprediksi ada lonjakan kasus lima sampai tujuh hari kemudian. Makin terkendali makin rendah, makin tidak terkendali makin tinggi kasusnya," katanya.
Baca juga: Pengamat: Jokowi hati-hati pelonggaran PSBB
Baca juga: Ketua Gugus Tugas: 81 persen masyarakat ingin akhiri PSBB
Baca juga: MPR: pelonggaran PSBB harus dipastikan telah lewati puncak pandemi