Semarang (ANTARA) - Para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Provinsi Jawa Tengah didorong untuk memanfaatkan teknologi, khususnya jaringan internet dalam memasarkan produk-produknya sehingga lebih efektif dan jangkauannya lebih luas.
"Saat ini baru sekitar 3,5 persen UMKM di Jateng yang memanfaatkan internet dalam pemasaran produknya," kata Kepala Dinas Koperasi dan UKM Jateng Ema Rachmawati di Semarang, Rabu.
Oleh karena itu, Pemprov Jateng terus mendorong pertumbuhan ekonomi digital yang masih sangat minim ini agar bisa meningkat.
Baca juga: Kemenperin diminta perhatikan nasib UMKM/IKM nonkonveksi
"Memang Pak Gubernur kemarin disentil oleh Pak Presiden Jokowi, kita baru 3,5 persen atau kalah dengan Jawa Timur yang sudah 11 persen, Jawa Barat yang sudah 10 persen," ujarnya.
Dirinya mengakui sejumlah hal yang menjadi hambatan pertumbuhan usaha rintisan diantaranya karena masih sedikitnya UMKM yang melek teknologi.
Sebagai upaya untuk mendorong UMKM agar lebih melek teknologi, lanjut dia, Pemprov Jateng telah membangun Hetero Space (ruang kerja bersama atau co-working space untuk para industri kreatif serta UMKM).
"Melalui Hetero Space kami berikan fasilitas untuk pendampingan kepada UMKM untuk lebih paham dunia digital. Kita juga siapkan pendamping berupa hetero mobile di 35 kabupaten/kota," katanya.
Sebagai informasi, saat ini perkembangan ekonomi digital di Indonesia sangat impresif, dimana berdasarkan laporan East Ventures Digital Competitiveness Index (EVDCI) tercatat bahwa nilai pasar ekonomi digital Indonesia telah menembus 40 miliar Dollar Amerika pada 2019 dan diproyeksikan mencapai 133 miliiar Dollar Amerika pada 2025.
Laporan EVDCI menunjukkan bahwa ekonomi digital yang saat ini tumbuh pesat hanyalah sebagian kecil dari potensi Indonesia, namun pertumbuhan bakal makin melesat jika Indonesia bisa menanggulangi beberapa kendala yang dihadapi seperti keterbatasan talenta digital, pelaku usaha yang enggan menggunakan produk digital, hingga akses atas layanan finansial yang rendah.
Dari data yang disajikan oleh EVDCI, para pemangku kepentingan dan sektor publik dan sektor swasta diharapkan bisa saling membandingkan tingkat pemanfaatan teknologi digital di wilayah masing-masing.
Pemimpin di tiap daerah, dengan memanfaatkan indeks tersebut dapat semakin terpacu untuk berlomba menciptakan ekosistem yang terbaik bagi perkembangan ekonomi digital, baik lewat pembangunan infrastruktur, pengembangan talenta, maupun regulasi yang tepat.
Bagi para pemain besar di industri teknologi Indonesia, EVDCI bisa menjadi panduan untuk melangkah lebih jauh dari kota-kota besar ke seluruh pelosok Tanah Air, untuk membantu lebih banyak bangsa Indonesia menikmati manfaat perekonomian digital.
Dan untuk mereka yang akan atau baru merintis bisnis, EVDCI adalah sebuah peta peluang.
Baca juga: Antisipasi COVID-19, Kadin tunda "Dodolan Bareng UMKM" di Borobudur
"Saat ini baru sekitar 3,5 persen UMKM di Jateng yang memanfaatkan internet dalam pemasaran produknya," kata Kepala Dinas Koperasi dan UKM Jateng Ema Rachmawati di Semarang, Rabu.
Oleh karena itu, Pemprov Jateng terus mendorong pertumbuhan ekonomi digital yang masih sangat minim ini agar bisa meningkat.
Baca juga: Kemenperin diminta perhatikan nasib UMKM/IKM nonkonveksi
"Memang Pak Gubernur kemarin disentil oleh Pak Presiden Jokowi, kita baru 3,5 persen atau kalah dengan Jawa Timur yang sudah 11 persen, Jawa Barat yang sudah 10 persen," ujarnya.
Dirinya mengakui sejumlah hal yang menjadi hambatan pertumbuhan usaha rintisan diantaranya karena masih sedikitnya UMKM yang melek teknologi.
Sebagai upaya untuk mendorong UMKM agar lebih melek teknologi, lanjut dia, Pemprov Jateng telah membangun Hetero Space (ruang kerja bersama atau co-working space untuk para industri kreatif serta UMKM).
"Melalui Hetero Space kami berikan fasilitas untuk pendampingan kepada UMKM untuk lebih paham dunia digital. Kita juga siapkan pendamping berupa hetero mobile di 35 kabupaten/kota," katanya.
Sebagai informasi, saat ini perkembangan ekonomi digital di Indonesia sangat impresif, dimana berdasarkan laporan East Ventures Digital Competitiveness Index (EVDCI) tercatat bahwa nilai pasar ekonomi digital Indonesia telah menembus 40 miliar Dollar Amerika pada 2019 dan diproyeksikan mencapai 133 miliiar Dollar Amerika pada 2025.
Laporan EVDCI menunjukkan bahwa ekonomi digital yang saat ini tumbuh pesat hanyalah sebagian kecil dari potensi Indonesia, namun pertumbuhan bakal makin melesat jika Indonesia bisa menanggulangi beberapa kendala yang dihadapi seperti keterbatasan talenta digital, pelaku usaha yang enggan menggunakan produk digital, hingga akses atas layanan finansial yang rendah.
Dari data yang disajikan oleh EVDCI, para pemangku kepentingan dan sektor publik dan sektor swasta diharapkan bisa saling membandingkan tingkat pemanfaatan teknologi digital di wilayah masing-masing.
Pemimpin di tiap daerah, dengan memanfaatkan indeks tersebut dapat semakin terpacu untuk berlomba menciptakan ekosistem yang terbaik bagi perkembangan ekonomi digital, baik lewat pembangunan infrastruktur, pengembangan talenta, maupun regulasi yang tepat.
Bagi para pemain besar di industri teknologi Indonesia, EVDCI bisa menjadi panduan untuk melangkah lebih jauh dari kota-kota besar ke seluruh pelosok Tanah Air, untuk membantu lebih banyak bangsa Indonesia menikmati manfaat perekonomian digital.
Dan untuk mereka yang akan atau baru merintis bisnis, EVDCI adalah sebuah peta peluang.
Baca juga: Antisipasi COVID-19, Kadin tunda "Dodolan Bareng UMKM" di Borobudur