Solo (ANTARA) - Pengamat Ekonomi dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Riwi Sumantyo mengatakan investor pasar keuangan harus bijak dalam menyikapi turbulensi ekonomi akibat penyebaran COVID-19 yang makin meluas.
"Pandemi ini tidak hanya berdampak pada sektor riil tetapi juga pada pasar modal," katanya di Solo, Senin.
Riwi menjelaskan guncangan telah terjadi di pasar keuangan global, termasuk di pasar modal Indonesia, yang mengalami penurunan sangat tajam sejak awal Maret 2020.
Ia mengatakan kekhawatiran pelaku pasar ini yang menyebabkan beberapa kali Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkena penghentian perdagangan sementara atau trading halt.
"Meski demikian, harus disadari bahwa kondisi ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Pelemahan pasar ini menjadi sorotan banyak pihak di tengah pandemi global ini," katanya.
Baca juga: 1 pasien positif COVID-19 Kabupaten Magelang dinyatakan sembuh
Menurut dia, dalam jangka pendek, bursa saham masih akan bergejolak, seiring dengan belum adanya kepastian dalam penanganan kesehatan dari dampak COVID-19.
Terkait hal itu, Riwi menyarankan kepada investor yang masih memiliki dana tunai yang longgar agar tidak perlu terburu-buru masuk ke pasar.
"Lebih baik menunggu situasinya lebih jelas dan terkendali. Tidak masalah jika terlambat melangkah, tetapi risikonya kecil, daripada bersikap agresif tetapi dengan risiko yang besar di depan mata," katanya.
Ia mengatakan jika investor ingin mengambil posisi dalam perdagangan bursa saham agar dilakukan secara bertahap.
"Karena saya memprediksi IHSG masih ada ruang penurunan yang cukup besar. Angka moderatnya bisa ke level 3.800, ekstrimnya bisa ke 2.600," katanya.
Baca juga: Pemkab Pati terima bantuan 1.000 APD untuk tim medis
Sementara itu, mengenai tindakan pemerintah dalam menghentikan penyebaran pandemi, ia mengatakan hal tersebut mempunyai nilai plus dan minus.
Meski demikian, Riwi mengharapkan agar semua pihak mau bekerja sama untuk mengatasi dampak COVID-19 agar risiko penyebaran wabah makin berkurang dan kegiatan ekonomi dapat kembali pulih.
"Pengalaman di negara lain sudah membuktikan itu, ada kebijakan lockdown yang berhasil, ada yang gagal, demikian juga social distancing. Intinya, jangan membebankan semuanya kepada pemerintah, semua warga negara bisa bertindak sesuai dengan kapasitasnya masing-masing," katanya.
"Pandemi ini tidak hanya berdampak pada sektor riil tetapi juga pada pasar modal," katanya di Solo, Senin.
Riwi menjelaskan guncangan telah terjadi di pasar keuangan global, termasuk di pasar modal Indonesia, yang mengalami penurunan sangat tajam sejak awal Maret 2020.
Ia mengatakan kekhawatiran pelaku pasar ini yang menyebabkan beberapa kali Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkena penghentian perdagangan sementara atau trading halt.
"Meski demikian, harus disadari bahwa kondisi ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Pelemahan pasar ini menjadi sorotan banyak pihak di tengah pandemi global ini," katanya.
Baca juga: 1 pasien positif COVID-19 Kabupaten Magelang dinyatakan sembuh
Menurut dia, dalam jangka pendek, bursa saham masih akan bergejolak, seiring dengan belum adanya kepastian dalam penanganan kesehatan dari dampak COVID-19.
Terkait hal itu, Riwi menyarankan kepada investor yang masih memiliki dana tunai yang longgar agar tidak perlu terburu-buru masuk ke pasar.
"Lebih baik menunggu situasinya lebih jelas dan terkendali. Tidak masalah jika terlambat melangkah, tetapi risikonya kecil, daripada bersikap agresif tetapi dengan risiko yang besar di depan mata," katanya.
Ia mengatakan jika investor ingin mengambil posisi dalam perdagangan bursa saham agar dilakukan secara bertahap.
"Karena saya memprediksi IHSG masih ada ruang penurunan yang cukup besar. Angka moderatnya bisa ke level 3.800, ekstrimnya bisa ke 2.600," katanya.
Baca juga: Pemkab Pati terima bantuan 1.000 APD untuk tim medis
Sementara itu, mengenai tindakan pemerintah dalam menghentikan penyebaran pandemi, ia mengatakan hal tersebut mempunyai nilai plus dan minus.
Meski demikian, Riwi mengharapkan agar semua pihak mau bekerja sama untuk mengatasi dampak COVID-19 agar risiko penyebaran wabah makin berkurang dan kegiatan ekonomi dapat kembali pulih.
"Pengalaman di negara lain sudah membuktikan itu, ada kebijakan lockdown yang berhasil, ada yang gagal, demikian juga social distancing. Intinya, jangan membebankan semuanya kepada pemerintah, semua warga negara bisa bertindak sesuai dengan kapasitasnya masing-masing," katanya.