Semarang (ANTARA) - Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyebut Rancangan Undang-Undang Omnibus Law merugikan dan menimbulkan keresahan di kalangan nelayan Indonesia.

"Pada konteks perikanan, omnibus law tidak melibatkan masyarakat, tidakmenjelaskan tentang kesejahteraan, kedaulatan, bahkan kemakmuran masyarakat. Apakah ini masih dibutuhkan untuk pekerja perikanan?" kata Sekretaris Jenderal Kiara Susan Herawati pada Seminar Nasional Perlindungan Pekerja Perikanan dan Tantangannya dalam Omnibus Law di Gedung V Universitas Semarang, Selasa.

Menurut dia, RUU Omnibus Law hanya untuk kepentingan investasi dalam skala besar dan menjadi karpet merah bagi kapal asing untuk mengambil sumber daya perikanan di perairan Indonesia.

"Mereka dipaksa untuk mengurus perizinan tangkap. Padahal, sekitar 90 persen nelayan Indonesia merupakan nelayan tradisional dan kecil yang selalu menggunakan alat ramah lingkungan. Mereka menyamaratakan antara nelayan kecil, tradisional, besar, dan para investor," ujarnya.

Baca juga: Surya Paloh minta kader NasDem dukung total Omnibus Law disahkan DPR

Baca juga: Mahfud: Kekeliruan RUU Cipta Kerja bakal diperbaiki di DPR

Susan Herawati menyayangkan Indonesia belum melakukan ratifikasi Konvensi ILO-188 yang dapat digunakan sebagai payung hukum untuk melindungi para nelayan.

"Sejak 2 tahun lalu hanya masih rencana saja, padahal Thailand sudah. Kita tidak membutuhkan omnibus law, bukan untuk investor yang besar-besaran, kita butuh negara untuk hadir," katanya.

Sementara itu, Direktur Plan International Indonesia Nono Sumarsono mengatakan bahwa nelayan merupakan profesi atau pekerjaanmenangkap ikan yang berbahaya dengan tingkat terjadinya insiden cedera dan kematian akibat kecelakaan kerja.

Para awak kapal, kata dia, juga rentan terhadap eksploitasi kerja, bahkan perdagangan manusia secara terus-menerus, bahkan informasi pekerjaan pun tidak jelas sejak perekrutan.

Pembicara lainnya, Kepala Program Studi Magister Hukum Universitas Semarang Muhammad Junaidi menilai omnibus law memiliki sisi kelebihan dan kekurangan.

Menurut dia, kelebihannya adalah cocok diterapkan di negara yang memiliki regulasi tumpang-tindih, hyperregulasi, dan disharmoni serta menciptakan instrumen yang menguntungkan investor.

"Kekurangannya adalah peraturannya tidak dapat jalan di Indonesia yang menggunakan civil law system. Dalam hal ini, omnibus law lebih cocok di negara yang common law," kata Muhammad Junaidi.

Baca juga: Buruh minta rumpun ketenagakerjaan dikeluarkan dari RUU Omnibus Law

Pewarta : Wisnu Adhi Nugroho/Shinta
Editor : D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2024