Kudus (ANTARA) - Dua mantan pengurus Yayasan Pembina Universitas Muria Kudus yang menjadi terdakwa kasus dugaan penggelapan keuangan yayasan dalam pledoinya di persidangan Pengadilan Negeri Kudus, Jawa Tengah, meminta majelis hakim membebaskan dirinya dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum.

Sidang yang dipimpin Hakim Ketua Singgih Wahono dan hakim anggota I Edwin Pudyono Marwiyanto dan hakim anggota II Dedy Adi Saputra di PN Kudus, Kamis, dengan agenda pembacaan nota pembelaan (pledoi) dari terdakwa I Lilik Riyanto (mantan Bendahara Umum Yayasan Pembina UMK) dan terdakwa II Zamhrui (mantan staf Yayasan Pembina UMK).

Lilik Riyanto di hadapan majelis makim menyatakan dirinya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaiamana diatur dalam Pasal 374 KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP dalam dakwaan kesatu sebagaimana dakwaan primer dan subsider.

Baca juga: Dua terdakwa penggelapan uang Yayasan UMK dituntut 3,5 tahun penjara

Oleh karena itu, dia menuntut majelis hakim membebaskan dirinya dari segala dakwaan dan tuntutan hukum sekaligus menuntut pemulihan segala hak, derajat, harkat, dan martabat terdakwa seperti semula.

Pledoi terdakwa II Zamhuri juga tidak jauh berbeda. Di hadapan majelis hakim, dia meminta dibebaskan dari segala dakwaan dan tuntutan hukum.

Menurut Zamhuri, bedasarkan fakta-fakta yang telah terungkap di persidangan, justru dirinya tidak terbukti melanggar pasal yang disangkakan JPU.

"Bedasarkan fakta-fakta di persidangan, saya tidak sengaja ikut terlibat dalam pembelian tanah yang dilakukan terdakwa I," ujarnya.

Hal sebenarnya yang terjadi, kata dia, terdakwa II bertugas hanya sebagas mengecek dokumen di notaris/PPAT Khoirul Alfian, selanjutnya terkdawa II melaporkan kepada terkdawa I sebagai Bendahara Umum Yayasan UMK.

Baca juga: Ratusan mahasiswa UMK dan masyarakat Kudus bersihkan aliran Sungai Gelis

Terdakwa II mengingatkan terdakwa I agar pembelian dilakukan dengan sebenarnya meskipun harga lebih mahal. Dengan demikian, unsur dengan sengaja tidak terbukti dan tidak terpenuhi.

Berdasarkan keterangan saksi Muhammad Ali sebagai penjual tanah dan notaris, dijelaskan bahwa terdakwa II tidak ikut dalam proses jual beli tanah di Pladen, sedangkan dalam pencairan dana di rekening Yayasan UMK sebelumnya ada pengajuan dari bendahara umum.

Keterangan saksi lainnya, kata dia, dirinya dalam menjalankan pekerjaannya sebagai Manajer Yayasan Pembina UMK sudah sesuai dengan tugasnya dan tidak menyalahgunakan jabatannya.

Setiap melangkah dan menjalankan pekerjaannya, terdakwa II selalu mengikuti aturan yang diatur di dalam keputusan dari pengurus Yayasan Pembina UMK Kudus.

Pada kesempatan tersebut, dia juga meminta pemulihan segala hak, derajat, harkat, dan martabat seperti semula.

JPU sendiri dalam dakwaanya menyebutkan bahwa terdakwa I dan II melakukan pembelian dan pembayaran sembilan bidang tanah di Pladen, Kecamatan Jekulo, Kudus, tanpa melalui rapat pengurus dan tidak meminta persetujuan yayasan sehingga melanggar ketentuan dalam anggaran rumah tangga Yayasan Pembina UMK.

Dalam transaksi pembelian tanah senilai Rp13,05 miliar, akhirnya baru terbayar Rp10,2 miliar dan masih kurang Rp2,5 miliar, kemudian transaksinya dibatalkan.

Akibat perbuatan para terdakwa, Yayasan Pembina UMK mengalami kerugian sebesar Rp2,847 miliar atau setidak-tidaknya sejumlah itu, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 378 KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP. 

Pewarta : Akhmad Nazaruddin
Editor : Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024