Jakarta (ANTARA) - Polda Metro Jaya, Jumat sore, akhirnya buka suara mengenai kronologi Akbar Alamsyah sejak pertama kali diamankan aparat usai bentrokan 25 September di Kompleks Parlemen Senayan hingga mengembuskan nafas terakhir di Cerebro Intensive Care Unit (CICU) RSPAD Gatot Soebroto.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Argo Yuwono menjelaskan bahwa pada tanggal 25 September 2019 pukul 14.00 WIB tengah berlangsung unjuk rasa di samping DPR, Lakdogi, Kementerian Kehutanan dan Slipi.
"Pada saat itu, unjuk rasa berjalan dengan baik dan lancar dan kemudian pada malam harinya sekitar jam 19.30 WIB tiba-tiba muncul gelombang massa yang tidak ada tuntutan apa-apa dalam kegiatan tersebut dan kemudian melakukan pelemparan kepada petugas," kata Argo di Polda Metro Jaya.
Argo menegaskan petugas tetap mengutamakan pendekatan persuasif meski dilempari batu, kayu, batako, bahkan bom molotov.
Namun aparat tetap persuasif, tetap melakukan imbauan untuk membubarkan diri dan pulang ke rumah masing-masing.
"Tapi itu semua tetap bertahan, kita tetap dilempari. Kegiatan sampai larut malam sekitar jam 01.00 WIB di 26 September, massa masih tetap melempari petugas, ada juga yang menggunakan mercon, roket dan bom molotov," tutur Argo.
Baca juga: Jokowi didesak turun tangan evaluasi kinerja polisi tangani demo
Karena massa mulai merusak fasilitas umum dan menutup jalan tol, petugas akhirnya menjalankan prosedur operasi standar (SOP). Himbauan tetap dilakukan, sambil menyemprotkan air. Namun massa tetap melakukan pelemparan dan petugas membalas dengan melontarkan gas air mata.
Kemudian pada saat semprot air dan lontarkan gas air mata, massa dan perusuh itu tidak semuanya kenal, tidak saling kenal, akhirnya dia akan menyelamatkan diri dan lari. Massa kan tidak satu garis, lemparan batu dan bom molotov.
"Karena lari untuk menyelamatkan diri, tentunya perilaku massa saat dibubarkan kan panik, tidak melihat kanan dan kiri, apa pun yang di depannya diinjak, ditendang, yang penting bisa menyelamatkan diri," kata Argo.
Pria tanpa identitas
Sekitar pukul 01.30 WIB tim dari kepolisian melakukan penangkapan terhadap para perusuh yang melakukan perusakan fasilitas umum.
"Jam 01.30 WIB ada anggota AKP Rango yang bertugas di Jakbar (Jakarta Barat), dia menemukan seorang laki-laki tergeletak di trotoar," kata Argo.
Argo menjelaskan kondisi di sekitar, ditemukan pria tanpa identitas tersebut bisa dikatakan berantakan, seperti layaknya lokasi kericuhan, ada batu, batako, berbagai macam benda yang berserakan dimana-mana.
"Kemudian anggota membantu, menolong laki-laki yang tergeletak di trotoar itu, kita bawa ke Polres Jakarta Barat dengan perusuh yang ditangkap. Kita bawa dengan kendaraan ke Polres Jakarta Barat," ujarnya.
Setibanya di Jakarta Barat, lanjut Argo, polisi mendata semua perusuh yang ditahan dan pada pukul 03.00 WIB setelah didata, Urkes Polres Jakarta Barat memberikan pertolongan medis kepada laki-laki yang kemudian diketahui bernama Akbar Alamsyah.
Baca juga: Ibunda Akbar Alamsyah histeris usai anaknya dimakamkan
Kemudian pukul 07.55 WIB, Akbar dirujuk ke rumah sakit terdekat, yakni RS Pelni. Lalu pada 27 September, sekitar pukul 18.00 WIB dirujuk ke Kramat Jati untuk dilakukan perawatan sekitar tiga hari. Lalu pada 30 September Akbar dirujuk ke RSPAD untuk dirawat.
"Pada 10 Oktober, setelah dilakukan perawatan, Akbar dinyatakan meninggal. Kami dari Polri ikut belasungkawa dan berduka cita, semoga arwahnya diterima di sisi Tuhan dan keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan," kata Argo.
Berstatus tersangka
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono membenarkan jika Akbar ditetapkan sebagai tersangka meski dalam kondisi koma.
Penetapan Akbar sebagai tersangka didasarkan pada keterangan sejumlah saksi yang mengatakan Akbar diduga terlibat dalam penyerangan terhadap aparat.
"Perusuh yang kita tangkap, kita lakukan pemeriksaan dan tentunya ada saksi yang diperiksa, juga yang ikut diamankan yang menyatakan yang bersangkutan ikut melempari petugas, merusak, dan sebagainya," kata Argo.
Argo menjelaskan, Akbar ditetapkan sebagai tersangka kerusuhan saat aksi unjuk rasa di Kompleks Parlemen Senayan pada 25 September lalu.
Baca juga: Polri disebut tolak saran Ombudsman terkait temuan demo 21-23 Mei
Polda Metro Jaya hingga Jumat ini (12/10) mengaku belum mendapatkan informasi pasti dari pihak dokter mengenai penyebab luka maupun penyebab kematian Akbar.
"Itu masih kita update dari dokter, sampai sekarang belum mendapatkan, memang ada luka di kepala," kata Argo.
Keluarga bingung
Fitri Rahmayani, kakak kandung Akbar Alamsyah, menceritakan, Akbar hilang pada 26 September 2019 setelah malam sebelumnya Rabu (25/9) pergi menonton demo di kawasan Palmerah, Jakarta Barat, bersama dua temannya.
Pihak keluarga baru dikabari Akbar hilang pada Jumat (27/9) oleh teman-temannya yang sejak Kamis mencari keberadaan Akbar usai kericuhan.
Di hari yang sama, Fitri bersama ibunya mencoba mencari tahu kabar dan keberadaan Akbar dengan mendatangi sejumlah rumah sakit dan kantor polisi dan menyebar informasi melalui pesan berantai media sosial.
Pada 27 September, keluarga menemukan identitas nama Akbar Alamsyah di kantor Polres Metro Jakarta Barat.
"Di Polres Jakbar ada nama Akbar tertulis di situ, tapi kami tidak dibolehkan menjenguk ataupun melihat. Mama sempat nitip ke petugas makanan dan pakaian buat Akbar tapi tidak tahu, dikasih, apa enggak," kata Fitri.
Baca juga: Pedemo ini sempat minta maaf ke ibunya sebelum tewas
Pada 27 September itu juga, lanjut Fitri, keluarga mendapat pesan berantai melalui grup WhatsApp (WA) yang mengabarkan ada korban tanpa identitas dirawat di RS Pelni.
Keluarga menyusul, setibanya di RS Pelni, pihak rumah sakit mengabarkan, Akbar sudah dirujuk ke RS Polri Kramatjati sekitar pukul 12.30 WIB.
"Padahal di jam itu, kami sedang di Polres Jakarta Barat, di sana petugas tidak kasih info apa-apa soal Akbar, cuma bilang nama Akbar ada di situ, tapi tidak bisa dikunjungi karena urusan pemeriksaan," kata Fitri.
Fitri lalu mendatangi RS Polri di Kramatjati, tiba pukul 00.30 WIB, tidak diizinkan bertemu karena alasan sudah lewat jam besuk.
Hari berikutnya Sabtu (28/9) keluarga mendatangi lagi RS Polri Kramatjati. Pihak keluarga dibolehkan melihat Akbar yang dirawat di ruang ICU. Petugas lanjut Fitri, membatasi hanya boleh orang tua salah satu untuk berada di dalam yang lainnya tidak dibolehkan.
Saat ditemukan, kondisi Akbar dirawat di ruang ICU RS Kramatjati, dengan muka tidak bisa dikenali, karena membengkak dan dipasang selang di bagian mulut.
"Mama yang liat, wajahnya itu sudah tidak bisa dikenali, kepalanya besar kayak kena tumor gitu, bibirnya jontor, bengkak sampai menutup lobang hidung, mata kiri bengkak, kalau badan sampai kaki baik-baik saja tidak ada tanda luka atau apa," kata Fitri.
Fitri menduga ada kejanggalan dengan kematian sang adik, tapi keluarga hanya bisa menduga tidak punya cukup bukti untuk menuntut siapa yang membuat Akbar sampai meninggal dunia.
Ia juga memastikan Akbar tidak memiliki riwayat penyakit. Tapi ketika ditemukan di rumah sakit, Akbar harus jalani operasi, ada catatan mengatakan infeksi saluran kemih dan harus menjalani cuci darah selama lima kali.
Keluarga dan siapa pun, agaknya berharap agar kejadian yang menimpa almarhum Akbar ini tak terulang lagi di kemudian hari, agar generasi bangsa ini tak diwarisi cerita heroik tak berisi, bahkan bisa dikatakan sia-sia.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Argo Yuwono menjelaskan bahwa pada tanggal 25 September 2019 pukul 14.00 WIB tengah berlangsung unjuk rasa di samping DPR, Lakdogi, Kementerian Kehutanan dan Slipi.
"Pada saat itu, unjuk rasa berjalan dengan baik dan lancar dan kemudian pada malam harinya sekitar jam 19.30 WIB tiba-tiba muncul gelombang massa yang tidak ada tuntutan apa-apa dalam kegiatan tersebut dan kemudian melakukan pelemparan kepada petugas," kata Argo di Polda Metro Jaya.
Argo menegaskan petugas tetap mengutamakan pendekatan persuasif meski dilempari batu, kayu, batako, bahkan bom molotov.
Namun aparat tetap persuasif, tetap melakukan imbauan untuk membubarkan diri dan pulang ke rumah masing-masing.
"Tapi itu semua tetap bertahan, kita tetap dilempari. Kegiatan sampai larut malam sekitar jam 01.00 WIB di 26 September, massa masih tetap melempari petugas, ada juga yang menggunakan mercon, roket dan bom molotov," tutur Argo.
Baca juga: Jokowi didesak turun tangan evaluasi kinerja polisi tangani demo
Karena massa mulai merusak fasilitas umum dan menutup jalan tol, petugas akhirnya menjalankan prosedur operasi standar (SOP). Himbauan tetap dilakukan, sambil menyemprotkan air. Namun massa tetap melakukan pelemparan dan petugas membalas dengan melontarkan gas air mata.
Kemudian pada saat semprot air dan lontarkan gas air mata, massa dan perusuh itu tidak semuanya kenal, tidak saling kenal, akhirnya dia akan menyelamatkan diri dan lari. Massa kan tidak satu garis, lemparan batu dan bom molotov.
"Karena lari untuk menyelamatkan diri, tentunya perilaku massa saat dibubarkan kan panik, tidak melihat kanan dan kiri, apa pun yang di depannya diinjak, ditendang, yang penting bisa menyelamatkan diri," kata Argo.
Pria tanpa identitas
Sekitar pukul 01.30 WIB tim dari kepolisian melakukan penangkapan terhadap para perusuh yang melakukan perusakan fasilitas umum.
"Jam 01.30 WIB ada anggota AKP Rango yang bertugas di Jakbar (Jakarta Barat), dia menemukan seorang laki-laki tergeletak di trotoar," kata Argo.
Argo menjelaskan kondisi di sekitar, ditemukan pria tanpa identitas tersebut bisa dikatakan berantakan, seperti layaknya lokasi kericuhan, ada batu, batako, berbagai macam benda yang berserakan dimana-mana.
"Kemudian anggota membantu, menolong laki-laki yang tergeletak di trotoar itu, kita bawa ke Polres Jakarta Barat dengan perusuh yang ditangkap. Kita bawa dengan kendaraan ke Polres Jakarta Barat," ujarnya.
Setibanya di Jakarta Barat, lanjut Argo, polisi mendata semua perusuh yang ditahan dan pada pukul 03.00 WIB setelah didata, Urkes Polres Jakarta Barat memberikan pertolongan medis kepada laki-laki yang kemudian diketahui bernama Akbar Alamsyah.
Baca juga: Ibunda Akbar Alamsyah histeris usai anaknya dimakamkan
Kemudian pukul 07.55 WIB, Akbar dirujuk ke rumah sakit terdekat, yakni RS Pelni. Lalu pada 27 September, sekitar pukul 18.00 WIB dirujuk ke Kramat Jati untuk dilakukan perawatan sekitar tiga hari. Lalu pada 30 September Akbar dirujuk ke RSPAD untuk dirawat.
"Pada 10 Oktober, setelah dilakukan perawatan, Akbar dinyatakan meninggal. Kami dari Polri ikut belasungkawa dan berduka cita, semoga arwahnya diterima di sisi Tuhan dan keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan," kata Argo.
Berstatus tersangka
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono membenarkan jika Akbar ditetapkan sebagai tersangka meski dalam kondisi koma.
Penetapan Akbar sebagai tersangka didasarkan pada keterangan sejumlah saksi yang mengatakan Akbar diduga terlibat dalam penyerangan terhadap aparat.
"Perusuh yang kita tangkap, kita lakukan pemeriksaan dan tentunya ada saksi yang diperiksa, juga yang ikut diamankan yang menyatakan yang bersangkutan ikut melempari petugas, merusak, dan sebagainya," kata Argo.
Argo menjelaskan, Akbar ditetapkan sebagai tersangka kerusuhan saat aksi unjuk rasa di Kompleks Parlemen Senayan pada 25 September lalu.
Baca juga: Polri disebut tolak saran Ombudsman terkait temuan demo 21-23 Mei
Polda Metro Jaya hingga Jumat ini (12/10) mengaku belum mendapatkan informasi pasti dari pihak dokter mengenai penyebab luka maupun penyebab kematian Akbar.
"Itu masih kita update dari dokter, sampai sekarang belum mendapatkan, memang ada luka di kepala," kata Argo.
Keluarga bingung
Fitri Rahmayani, kakak kandung Akbar Alamsyah, menceritakan, Akbar hilang pada 26 September 2019 setelah malam sebelumnya Rabu (25/9) pergi menonton demo di kawasan Palmerah, Jakarta Barat, bersama dua temannya.
Pihak keluarga baru dikabari Akbar hilang pada Jumat (27/9) oleh teman-temannya yang sejak Kamis mencari keberadaan Akbar usai kericuhan.
Di hari yang sama, Fitri bersama ibunya mencoba mencari tahu kabar dan keberadaan Akbar dengan mendatangi sejumlah rumah sakit dan kantor polisi dan menyebar informasi melalui pesan berantai media sosial.
Pada 27 September, keluarga menemukan identitas nama Akbar Alamsyah di kantor Polres Metro Jakarta Barat.
"Di Polres Jakbar ada nama Akbar tertulis di situ, tapi kami tidak dibolehkan menjenguk ataupun melihat. Mama sempat nitip ke petugas makanan dan pakaian buat Akbar tapi tidak tahu, dikasih, apa enggak," kata Fitri.
Baca juga: Pedemo ini sempat minta maaf ke ibunya sebelum tewas
Pada 27 September itu juga, lanjut Fitri, keluarga mendapat pesan berantai melalui grup WhatsApp (WA) yang mengabarkan ada korban tanpa identitas dirawat di RS Pelni.
Keluarga menyusul, setibanya di RS Pelni, pihak rumah sakit mengabarkan, Akbar sudah dirujuk ke RS Polri Kramatjati sekitar pukul 12.30 WIB.
"Padahal di jam itu, kami sedang di Polres Jakarta Barat, di sana petugas tidak kasih info apa-apa soal Akbar, cuma bilang nama Akbar ada di situ, tapi tidak bisa dikunjungi karena urusan pemeriksaan," kata Fitri.
Fitri lalu mendatangi RS Polri di Kramatjati, tiba pukul 00.30 WIB, tidak diizinkan bertemu karena alasan sudah lewat jam besuk.
Hari berikutnya Sabtu (28/9) keluarga mendatangi lagi RS Polri Kramatjati. Pihak keluarga dibolehkan melihat Akbar yang dirawat di ruang ICU. Petugas lanjut Fitri, membatasi hanya boleh orang tua salah satu untuk berada di dalam yang lainnya tidak dibolehkan.
Saat ditemukan, kondisi Akbar dirawat di ruang ICU RS Kramatjati, dengan muka tidak bisa dikenali, karena membengkak dan dipasang selang di bagian mulut.
"Mama yang liat, wajahnya itu sudah tidak bisa dikenali, kepalanya besar kayak kena tumor gitu, bibirnya jontor, bengkak sampai menutup lobang hidung, mata kiri bengkak, kalau badan sampai kaki baik-baik saja tidak ada tanda luka atau apa," kata Fitri.
Fitri menduga ada kejanggalan dengan kematian sang adik, tapi keluarga hanya bisa menduga tidak punya cukup bukti untuk menuntut siapa yang membuat Akbar sampai meninggal dunia.
Ia juga memastikan Akbar tidak memiliki riwayat penyakit. Tapi ketika ditemukan di rumah sakit, Akbar harus jalani operasi, ada catatan mengatakan infeksi saluran kemih dan harus menjalani cuci darah selama lima kali.
Keluarga dan siapa pun, agaknya berharap agar kejadian yang menimpa almarhum Akbar ini tak terulang lagi di kemudian hari, agar generasi bangsa ini tak diwarisi cerita heroik tak berisi, bahkan bisa dikatakan sia-sia.