Solo (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) menyatakan kegiatan operasi pasar (OP) masih cukup efektif dalam rangka mengendalikan inflasi di daerah.
"Seperti yang terjadi di Kota Solo, OP yang kami lakukan pada komoditas cabai ternyata mampu menurunkan harga," kata Kepala BI Kantor Perwakilan Surakarta Bambang Pramono di Solo, Selasa.
Ia mencontohkan jika sebelum dilakukan OP harga komoditas cabai rawit merah mencapai Rp75.000/kg dan setelah dilakukan OP harga turun menjadi Rp60.000/kg, bahkan sempat menyentuh angka Rp50.000/kg.
Baca juga: Harga cabai bertahan tinggi, Surakarta belum akan operasi pasar
Secara keseluruhan, dikatakannya, untuk tekanan inflasi bulan Agustus juga mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya. Berdasarkan data, jika bulan Juli inflasi mencapai angka 0,38 persen, saat bulan Agustus 2019 turun menjadi -0,16 persen atau terjadi deflasi 0,16 persen.
Menurut dia, deflasi kali ini terjadi karena berkurangnya tekanan harga pada komoditas cabai, di antaranya untuk rawit merah dan hijau karena ketersediaan pasokan ada.
"Memang tidak dipungkiri jika dikaitkan dengan perkembangan elnino yang berkepanjangan, kelompok 'volatile food' masih jadi masalah, komoditas cabai menjadi salah satu sumber utama," katanya.
Meski demikian, dikatakannya, secara "year on year" inflasi kali ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Oleh karena itu, inflasi hingga akhir tahun ini berpotensi lebih tinggi dibandingkan tahun 2018.
Data BI menunjukkan, inflasi yoy Kota Surakarta pada bulan Agustus 2019 sebesar 3,09 persen atau lebih tinggi jika dibandingkan dengan periode sama tahun lalu yaitu 2,45 persen.
"Menurut kami, potensi laju inflasi kali ini akan lebih tinggi, makanya kami komunikasi dengan TPID (Tim Pengendali Inflasi Daerah, red) untuk bersama-sama melakukan program pengendalian inflasi, salah satunya melakukan sosialisasi dari sisi konsumsi masyarakat," katanya.
"Seperti yang terjadi di Kota Solo, OP yang kami lakukan pada komoditas cabai ternyata mampu menurunkan harga," kata Kepala BI Kantor Perwakilan Surakarta Bambang Pramono di Solo, Selasa.
Ia mencontohkan jika sebelum dilakukan OP harga komoditas cabai rawit merah mencapai Rp75.000/kg dan setelah dilakukan OP harga turun menjadi Rp60.000/kg, bahkan sempat menyentuh angka Rp50.000/kg.
Baca juga: Harga cabai bertahan tinggi, Surakarta belum akan operasi pasar
Secara keseluruhan, dikatakannya, untuk tekanan inflasi bulan Agustus juga mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya. Berdasarkan data, jika bulan Juli inflasi mencapai angka 0,38 persen, saat bulan Agustus 2019 turun menjadi -0,16 persen atau terjadi deflasi 0,16 persen.
Menurut dia, deflasi kali ini terjadi karena berkurangnya tekanan harga pada komoditas cabai, di antaranya untuk rawit merah dan hijau karena ketersediaan pasokan ada.
"Memang tidak dipungkiri jika dikaitkan dengan perkembangan elnino yang berkepanjangan, kelompok 'volatile food' masih jadi masalah, komoditas cabai menjadi salah satu sumber utama," katanya.
Meski demikian, dikatakannya, secara "year on year" inflasi kali ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Oleh karena itu, inflasi hingga akhir tahun ini berpotensi lebih tinggi dibandingkan tahun 2018.
Data BI menunjukkan, inflasi yoy Kota Surakarta pada bulan Agustus 2019 sebesar 3,09 persen atau lebih tinggi jika dibandingkan dengan periode sama tahun lalu yaitu 2,45 persen.
"Menurut kami, potensi laju inflasi kali ini akan lebih tinggi, makanya kami komunikasi dengan TPID (Tim Pengendali Inflasi Daerah, red) untuk bersama-sama melakukan program pengendalian inflasi, salah satunya melakukan sosialisasi dari sisi konsumsi masyarakat," katanya.