Semarang (ANTARA) - Ekonomi digital menjadi peluang bagi Indonesia untuk meraih kembali kesuksesan setelah era minyak pada tahun 1980-an sehingga Pemerintah perlu memperhatikan keamanan siber, kata Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi (Communication and Information System Security Research Center/CISSReC) Dr. Pratama Persadha.
"Tantangan utamanya adalah kesiapan kita, terutama menghadapi era siber. Tentu pemerintah harus melihat keamanan siber sebagai hal yang penting, tidak hanya dalam kepentingan negara dan bisnis, tetapi juga sampai pada tingkat individu," kata Pratama Persadha kepada ANTARA di Semarang, Kamis.
Apalagi, lanjut Pratama, Indonesia baru saja diramaikan dengan berbagai peristiwa yang berhubungan dengan keamanan siber, mulai dari error-nya sistem Bank Mandiri, lalu blackout PLN, dan tentu saja ramainya RUU Keamanan dan Ketahanan Siber.
Menurut pakar keamanan siber Pratama Persadha, kunci sukses mewujudkan keamanan serta pertahanan siber yang kuat, salah satunya adalah bagaimana mengelola teknologi, baik dari sisi sumber daya manusia, infrastruktur, maupun industrinya, ekonomi digitalnya.
Oleh karena itulah Indosec 2019 (The Indonesia Security Summit) menjadi ajang tahunan yang penting. Indosec 2019 menjadi agenda bagi para pakar keamanan siber untuk berbagi.
Baca juga: Pakar sebut FB, IG, dan Google lebih bahaya daripada FaceApp
Bangun Keamanan Siber
Dalam pemaparannya pada acara Indosec 2019 di Sheraton Hotel Jakarta, Pratama menekankan pentingnya rancangan jangka panjang negara dalam membangun keamanan siber.
Pada acara yang dihelat, Selasa (3/9) dan Rabu (4/9), Pratama juga menyampaikan pentingnya negara fokus pada empat hal untuk menguatkan dunia siber di Tanah Air.
Pertama, mengamankan infrastruktur kritis. Peristiwa blackout PLN kemarin membuat bangsa ini sadar betapa masih rapuhnya Indonesia. Paling tidak ada pengamanan siber yang diperkuat untuk sektor kelistrikan, air, transportasi, pendidikan, kesehatan, perbankan, dan instansi pemerintah.
"Ditambah lagi, sekarang adalah fintech, juga harus benar-benar aman karena masyarakat mulai banyak menyimpan uangnya di sana," kata pria asal Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah ini.
Kedua, lanjut Pratama, adalah mewujudkan dunia siber yang aman dan kondusif. Salah satu edukasi yang penting adalah penggunaan privileged access management (PAM). PAM sendiri sangat berguna dalam menjamin keamanan data yang dikelola oleh pengguna yang memiliki privileged access di dalam perusahaan maupun institusi pemerintah.
"Para pemilik privillage accsess ini seringnya menjadi orang yang diintai para peretas maupun pihak dalam yang berniat jahat. Dengan PAM, seharusnya bisa lebih memperkuat sistem dalam sebuah institusi maupun perusahaan," kata Pratama.
Mejaga informasi penting dan rahasia di instansi pemerintah, diakuinya tidak mudah. Hasil riset CISSReC di sembilan kota besar memperlihatkan bahwa mayoritas penduduk kota besar masih kurang kesadaran mengamankan password-nya. Ini jelas pintu masuk yang cukup berbahaya bagi para pemegang privileged access.
Lewat berbagai akun media sosial maupun surel (email) orang-orang penting ini bisa diretas, menjadi korban phishing, bahkan blackmail akibat gawainya diretas.
Baca juga: Pratama: Perlu pengamanan terkait 600 juta password tak dienkripsi
Ekosistem Dunia Siber
Ketiga, mewujudkan ekosistem yang baik di dunia siber tanah air. Dengan keamanan siber yang baik bisa tercipta ekosistem di dunia siber yang baik. Ekosistem yang baik otomatis melahirkan ekonomi digital yang kuat, bahkan secara fundamental bisa saja tidak tergantung asing.
"Indonesia jangan hanya jadi konsumen. Diperkirakan pada tahun 2023 nilai ekonomi dari industri keamanan siber dunia saja mencapai 639 miliar dollar AS. Ini hanya dari industri keamanan siber, bayangkan industri lainnya di dunia siber. Jadi, ini peluang besar bagi Indonesia," terangnya.
Ia menilai potensi ekonomi digital Indonesia memang sangat menggiurkan. Menurut riset Google dan Temasek dalam e-Conomy SEA 2018 Report, diperkirakan ekonomi digital Indonesia akan menembus 100 miliar dolar AS pada tahun 2025. Angka ini jauh meninggalkan Thailand (43) dan Singapura (22).
"Tentu akhirnya kita paham mengapa banyak sekali perusahaan teknologi asing ingin berkiprah dan mengambil pasar tanah air," ujarnya.
Apalagi, potensi ekonomi digital Indonesia ditunjang bonus demografi pada tahun 2022 s.d. 2030. Oleh karena itu, sudah benar ada program digital talent. Pada tahun 2019 saja dilalokasikan Rp140 miliar untuk penyiapan SDM keamanan siber, cloud computing, dan artificial intelligence.
Baca juga: Doktor Pratama: Pengamanan web KPU perlu ditingkatkan cegah peretasan
Di sisi lain, jumlah warganet (netizen) di Tanah Air terus bertumbuh. Pada tahun 2010, misalnya, baru ada 40 juta orang mengakses internet, kini pada tahun 2019 mungkin sudah lebih dari 180 juta yang mengakses internet. Modal bagus untuk membesarkan industri siber di Tanah air. Bahkan, dalam kasus Go-Jek bisa masuk ke negara lain.
Di poin keempat, Pratama menekankan pentingnya kerja sama internasional.
Namun, kerja sama yang saling menguntungkan. Ada sharing (bagi) pengalaman, teknologi, dan saling mengisi. Di sinilah Indonesia bisa mengambil peran.
Pakar yang hadir dalam Indosec 2019 selain Pratama, antara lain, Edy Susanto, Country Lead, Cloud & Enterprise Solution, Microsoft; Faisal Yahya, Head of IT IBS Booking Services; Setiawan Hermanto, Kepala Keamanan & Penjabat TI CISO, Tokopedia; Amit Sharma, Kepala Keamanan TI – CISO, PT Smartfren Telecom Tbk.
Hadir pula Rudi Lumanto, Ketua ID-SIRTII, CSOC-BSSN Nasional; Jason Khoo, Manajer Akun Teknis, Checkmarx; Jonathan Andresen, Direktur Senior, Asia-Pasifik & Jepang, McAfee; Ross Oakley; Jeny Mustopha, CTO, Commonwealth Life; Andeka Putra, CIO, Blue Bird Group; Billy Yosafat, CIO, DB Schenker Indonesia; Venkatesh Subramaniam, Global CISO, Olam International; Wildan Aliviyarda, Wakil Presiden – Kepala Solusi Keamanan Informasi, Indosat Ooredoo; Juan Kanggrawan, Kepala Data & Analytics, Jakarta Smart City.
"Tantangan utamanya adalah kesiapan kita, terutama menghadapi era siber. Tentu pemerintah harus melihat keamanan siber sebagai hal yang penting, tidak hanya dalam kepentingan negara dan bisnis, tetapi juga sampai pada tingkat individu," kata Pratama Persadha kepada ANTARA di Semarang, Kamis.
Apalagi, lanjut Pratama, Indonesia baru saja diramaikan dengan berbagai peristiwa yang berhubungan dengan keamanan siber, mulai dari error-nya sistem Bank Mandiri, lalu blackout PLN, dan tentu saja ramainya RUU Keamanan dan Ketahanan Siber.
Menurut pakar keamanan siber Pratama Persadha, kunci sukses mewujudkan keamanan serta pertahanan siber yang kuat, salah satunya adalah bagaimana mengelola teknologi, baik dari sisi sumber daya manusia, infrastruktur, maupun industrinya, ekonomi digitalnya.
Oleh karena itulah Indosec 2019 (The Indonesia Security Summit) menjadi ajang tahunan yang penting. Indosec 2019 menjadi agenda bagi para pakar keamanan siber untuk berbagi.
Baca juga: Pakar sebut FB, IG, dan Google lebih bahaya daripada FaceApp
Bangun Keamanan Siber
Dalam pemaparannya pada acara Indosec 2019 di Sheraton Hotel Jakarta, Pratama menekankan pentingnya rancangan jangka panjang negara dalam membangun keamanan siber.
Pada acara yang dihelat, Selasa (3/9) dan Rabu (4/9), Pratama juga menyampaikan pentingnya negara fokus pada empat hal untuk menguatkan dunia siber di Tanah Air.
Pertama, mengamankan infrastruktur kritis. Peristiwa blackout PLN kemarin membuat bangsa ini sadar betapa masih rapuhnya Indonesia. Paling tidak ada pengamanan siber yang diperkuat untuk sektor kelistrikan, air, transportasi, pendidikan, kesehatan, perbankan, dan instansi pemerintah.
"Ditambah lagi, sekarang adalah fintech, juga harus benar-benar aman karena masyarakat mulai banyak menyimpan uangnya di sana," kata pria asal Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah ini.
Kedua, lanjut Pratama, adalah mewujudkan dunia siber yang aman dan kondusif. Salah satu edukasi yang penting adalah penggunaan privileged access management (PAM). PAM sendiri sangat berguna dalam menjamin keamanan data yang dikelola oleh pengguna yang memiliki privileged access di dalam perusahaan maupun institusi pemerintah.
"Para pemilik privillage accsess ini seringnya menjadi orang yang diintai para peretas maupun pihak dalam yang berniat jahat. Dengan PAM, seharusnya bisa lebih memperkuat sistem dalam sebuah institusi maupun perusahaan," kata Pratama.
Mejaga informasi penting dan rahasia di instansi pemerintah, diakuinya tidak mudah. Hasil riset CISSReC di sembilan kota besar memperlihatkan bahwa mayoritas penduduk kota besar masih kurang kesadaran mengamankan password-nya. Ini jelas pintu masuk yang cukup berbahaya bagi para pemegang privileged access.
Lewat berbagai akun media sosial maupun surel (email) orang-orang penting ini bisa diretas, menjadi korban phishing, bahkan blackmail akibat gawainya diretas.
Baca juga: Pratama: Perlu pengamanan terkait 600 juta password tak dienkripsi
Ekosistem Dunia Siber
Ketiga, mewujudkan ekosistem yang baik di dunia siber tanah air. Dengan keamanan siber yang baik bisa tercipta ekosistem di dunia siber yang baik. Ekosistem yang baik otomatis melahirkan ekonomi digital yang kuat, bahkan secara fundamental bisa saja tidak tergantung asing.
"Indonesia jangan hanya jadi konsumen. Diperkirakan pada tahun 2023 nilai ekonomi dari industri keamanan siber dunia saja mencapai 639 miliar dollar AS. Ini hanya dari industri keamanan siber, bayangkan industri lainnya di dunia siber. Jadi, ini peluang besar bagi Indonesia," terangnya.
Ia menilai potensi ekonomi digital Indonesia memang sangat menggiurkan. Menurut riset Google dan Temasek dalam e-Conomy SEA 2018 Report, diperkirakan ekonomi digital Indonesia akan menembus 100 miliar dolar AS pada tahun 2025. Angka ini jauh meninggalkan Thailand (43) dan Singapura (22).
"Tentu akhirnya kita paham mengapa banyak sekali perusahaan teknologi asing ingin berkiprah dan mengambil pasar tanah air," ujarnya.
Apalagi, potensi ekonomi digital Indonesia ditunjang bonus demografi pada tahun 2022 s.d. 2030. Oleh karena itu, sudah benar ada program digital talent. Pada tahun 2019 saja dilalokasikan Rp140 miliar untuk penyiapan SDM keamanan siber, cloud computing, dan artificial intelligence.
Baca juga: Doktor Pratama: Pengamanan web KPU perlu ditingkatkan cegah peretasan
Di sisi lain, jumlah warganet (netizen) di Tanah Air terus bertumbuh. Pada tahun 2010, misalnya, baru ada 40 juta orang mengakses internet, kini pada tahun 2019 mungkin sudah lebih dari 180 juta yang mengakses internet. Modal bagus untuk membesarkan industri siber di Tanah air. Bahkan, dalam kasus Go-Jek bisa masuk ke negara lain.
Di poin keempat, Pratama menekankan pentingnya kerja sama internasional.
Namun, kerja sama yang saling menguntungkan. Ada sharing (bagi) pengalaman, teknologi, dan saling mengisi. Di sinilah Indonesia bisa mengambil peran.
Pakar yang hadir dalam Indosec 2019 selain Pratama, antara lain, Edy Susanto, Country Lead, Cloud & Enterprise Solution, Microsoft; Faisal Yahya, Head of IT IBS Booking Services; Setiawan Hermanto, Kepala Keamanan & Penjabat TI CISO, Tokopedia; Amit Sharma, Kepala Keamanan TI – CISO, PT Smartfren Telecom Tbk.
Hadir pula Rudi Lumanto, Ketua ID-SIRTII, CSOC-BSSN Nasional; Jason Khoo, Manajer Akun Teknis, Checkmarx; Jonathan Andresen, Direktur Senior, Asia-Pasifik & Jepang, McAfee; Ross Oakley; Jeny Mustopha, CTO, Commonwealth Life; Andeka Putra, CIO, Blue Bird Group; Billy Yosafat, CIO, DB Schenker Indonesia; Venkatesh Subramaniam, Global CISO, Olam International; Wildan Aliviyarda, Wakil Presiden – Kepala Solusi Keamanan Informasi, Indosat Ooredoo; Juan Kanggrawan, Kepala Data & Analytics, Jakarta Smart City.