Batang (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Batang, Jawa Tengah, menolak pemilihan kepala desa serentak yang dijadwalkan pada 13 September 2019 dilakukan melalui e-voting atau pemungutan suara secara elektronik.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Batang Agung Wisnu Barata di Batang, Kamis, mengatakan bahwa pilkades adalah warisan nenek moyang yang harus dilestarikan dan hargai untuk memilih pemimpin di desa.
"Oleh karena, kami tidak menyetujui jika pelaksanaan pilkades serentak akan dilakukan dengan pemungutan suara secara elektronik," katanya.
Baca juga: Polres Banyumas usut kasus judi Pilkades libatkan puluhan warga
Ia mengatakan pilkades merupakan wilayah lokal yang kental dengan budaya yang menumbuhkan rasa gotong royong, kebersamaan, dan toleransi yang nyata untuk memilih pemimpin di desa.
Pada era kemajuan teknologi yang semakin canggih, kata dia, pilkades yang dilakukan secara manual tidak perlu dihilangkan dan biarkan berkembang menurut kearifan lokal.
"Oleh karena, jika pilkades dilakukan secara e-voting maka ini jelas akan menentang adat istiadat yang sudah ada pada warga di desa. Selain itu, pilkades yang dilakukan secara e-voting akan memerlukan biaya yang cukup tinggi pada pemkab masih melakukan efisiensi anggaran," katanya.
Baca juga: Polres Banjarnegara siap amankan pilkades 2019
Menurut dia, pihaknya sudah melakukan studi banding ke Pemkab Pemalang yang menggunakan sistem e-voting pilkades. Ternyata sistem itu justru menambah biaya yang cukup tinggi dan dinilai kurang manfaatnya.
Pemkab Pemalang, kata dia, menyarankan pada Pemkab Batang agar pelaksanaan pilkades dilakukan secara manual karena kemajuan teknologi tidak selalu membawa kebahagiaan dan kesejahteraan warga.
"Sebanyak 206 desa akan melaksanakan pilkades dengan sistem manual. Kita telah menyiapkan anggaran Rp9,2 miliar," katanya.
Baca juga: Pemkab Pekalongan ingatkan calon kades tidak praktik politik uang
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Batang Agung Wisnu Barata di Batang, Kamis, mengatakan bahwa pilkades adalah warisan nenek moyang yang harus dilestarikan dan hargai untuk memilih pemimpin di desa.
"Oleh karena, kami tidak menyetujui jika pelaksanaan pilkades serentak akan dilakukan dengan pemungutan suara secara elektronik," katanya.
Baca juga: Polres Banyumas usut kasus judi Pilkades libatkan puluhan warga
Ia mengatakan pilkades merupakan wilayah lokal yang kental dengan budaya yang menumbuhkan rasa gotong royong, kebersamaan, dan toleransi yang nyata untuk memilih pemimpin di desa.
Pada era kemajuan teknologi yang semakin canggih, kata dia, pilkades yang dilakukan secara manual tidak perlu dihilangkan dan biarkan berkembang menurut kearifan lokal.
"Oleh karena, jika pilkades dilakukan secara e-voting maka ini jelas akan menentang adat istiadat yang sudah ada pada warga di desa. Selain itu, pilkades yang dilakukan secara e-voting akan memerlukan biaya yang cukup tinggi pada pemkab masih melakukan efisiensi anggaran," katanya.
Baca juga: Polres Banjarnegara siap amankan pilkades 2019
Menurut dia, pihaknya sudah melakukan studi banding ke Pemkab Pemalang yang menggunakan sistem e-voting pilkades. Ternyata sistem itu justru menambah biaya yang cukup tinggi dan dinilai kurang manfaatnya.
Pemkab Pemalang, kata dia, menyarankan pada Pemkab Batang agar pelaksanaan pilkades dilakukan secara manual karena kemajuan teknologi tidak selalu membawa kebahagiaan dan kesejahteraan warga.
"Sebanyak 206 desa akan melaksanakan pilkades dengan sistem manual. Kita telah menyiapkan anggaran Rp9,2 miliar," katanya.
Baca juga: Pemkab Pekalongan ingatkan calon kades tidak praktik politik uang