Solo (ANTARA) - Sejumlah pemerintah daerah menyatakan keberadaan peternak ayam yang berdekatan dengan pemukiman masih menjadi masalah bagi sebagian warga yang terdampak polusi udara akibat kotoran ternak.

"Belakangan ini banyak pihak atau kelompok masyarakat yang menolak keberadaan peternakan ayam akibat polusi yang ditimbulkan, terutama polusi udara, meski jarak lokasi peternakan dan permukiman cukup jauh," kata Asisten Ekonomi Pembangunan Sekda Boyolali Widodo Munir usai mengikuti Rapat Koordinasi Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Subosukawonosraten di Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Surakarta, Rabu.

Terkait hal itu, dikatakannya, salah satu solusi yang dapat diambil yaitu peternak bisa membeli lahan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah atau RT/RW. 

"Tetapi memang kalau sudah ada penolakan dari masyarakat, persoalannya menjadi repot. Kalau peternakan besar mungkin bisa membeli alat pengolah limbah yang harganya cukup mahal tetapi kalau peternak skala kecil atau menengah, kelihatannya agak sulit," katanya.

Ia mengatakan jika tidak segera dicarikan solusi maka dampak dari kontradiksi sosial keberadaan peternakan tersebut akan meluas. 

"Tidak hanya persoalan penolakan masyarakat tetapi juga perekonomian daerah. Saya kira persoalan ini tidak hanya terjadi di Boyolali tetapi juga daerah lain," katanya.

Senada, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Sukoharjo Netty Harjianti mengatakan kondisi yang sama juga terjadi di beberapa lokasi di Sukoharjo. Meski demikian, dikatakannya, tidak sampai menimbulkan gejolak.

"Bagi peternak skala besar sudah sadar untuk mengolah limbahnya, bahkan untuk kebutuhan pembuatan pupuk kandang. Untuk peternak skala kecil dan menengah ada pendampingan dari dinas," katanya.

Terkait hal itu, Analis Senior Divisi Pengembangan Ekonomi Kantor Perwakilan BI Jawa Tengah Purwanto mengatakan untuk menyelesaikan kasus peternakan ayam yang ditolak masyarakat harus dilakukan dengan komunikasi.

"Para peternak, masyarakat, dan Pemda perlu duduk satu meja untuk mencari solusi. Saya kira perlu dibangun komunikasi yang baik untuk menyelesaikan masalah ini," katanya.

Sebelumnya, diketahui, komoditas daging ayam memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap terjadinya inflasi di daerah, termasuk Jawa Tengah.

"Telur dan daging ayam ras memberikan kontribusi cukup besar terhadap inflasi, selain komoditas lainnya seperti beras, bawang merah, dan bawang putih. Terutama saat Ramadhan dan Lebaran, di mana kebutuhan telur dan daging ayam meningkat," katanya.

Pewarta : Aris Wasita
Editor : Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024