Lombok Tengah, NTB (ANTARA) - Petugas Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian menyita tujuh burung yang dibawa secara ilegal TKI dari Malaysia di Bandar Udara Internasional Lombok.
Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas I Mataram, Arinaung, mengatakan tujuh burung itu disembunyikan dalam paralon yang ditumpuk bersama pakaian, di dalam koper.
"Tiga burung sudah mati, sisanya kami sita," kata Arinaung, di Kantor Wilayah Kerja Karantina Mataram, di Lombok Tengah, Rabu.
Penyitaan itu terjadi pada Minggu (26/5). Saat ditanya petugas karantina, pemilik burung berkilah satwa yang dia bawa itu hanya titipan.
Menurut Arinaung, masih banyak masyarakat yang belum mengetahui bahayanya membawa komoditas pertanian --hewan maupun tumbuhan-- tanpa dilengkapi jaminan kesehatan dari negara asal.
"Satu atau dua ekor, atau beberapa butir benih saja itu resikonya sama, kalau penyakitnya sudah masuk, nanti susah lagi penanganannya, butuh anggaran besar, belum kerugian ekonomi petani setempat, bahaya," jelasnya.
Tujuh burung yang dicoba dimasukkan ke Indonesia secara ilegal itu terdiri dari empat burung perkutut dan tiga burung kacer yang ditemukan sudah mati. Selain itu, juga ditahan benih kacang panjang sebanyak 400 kg dan benih labu 50 gram dari Malaysia.
Ia menjelaskan, sesuai UU Nomor 19/1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbunan, yang saat ini tengah direvisi DPR, setiap komoditas yang dilalulintaskan, baik antar area dalam wilayah Indonesia maupun dari dan ke luar negeri wajib dilaporkan kepada petugas karantina serta harus memenuhi persyaratan kesehatan karantina.
Hal untuk mencegah penyebaran hama dan penyakit berasal dari hewan dan tumbuhan, baik secara antar pulau ataupun selain itu, di Indonesia maupun dari luar negeri.
Diketahui, pada 2018, Badan Karantina Pertanian Mataram menggagalkan upaya pemasukan komoditas pertanian tanpa jaminan kesehatan sebanyak 177 kali. Di antaranya adalah burung, telur ayam, kulit sapi, madu dan daging sapi olahan. "Biasanya dari Malaysia dan Singapura," katanya.
Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas I Mataram, Arinaung, mengatakan tujuh burung itu disembunyikan dalam paralon yang ditumpuk bersama pakaian, di dalam koper.
"Tiga burung sudah mati, sisanya kami sita," kata Arinaung, di Kantor Wilayah Kerja Karantina Mataram, di Lombok Tengah, Rabu.
Penyitaan itu terjadi pada Minggu (26/5). Saat ditanya petugas karantina, pemilik burung berkilah satwa yang dia bawa itu hanya titipan.
Menurut Arinaung, masih banyak masyarakat yang belum mengetahui bahayanya membawa komoditas pertanian --hewan maupun tumbuhan-- tanpa dilengkapi jaminan kesehatan dari negara asal.
"Satu atau dua ekor, atau beberapa butir benih saja itu resikonya sama, kalau penyakitnya sudah masuk, nanti susah lagi penanganannya, butuh anggaran besar, belum kerugian ekonomi petani setempat, bahaya," jelasnya.
Tujuh burung yang dicoba dimasukkan ke Indonesia secara ilegal itu terdiri dari empat burung perkutut dan tiga burung kacer yang ditemukan sudah mati. Selain itu, juga ditahan benih kacang panjang sebanyak 400 kg dan benih labu 50 gram dari Malaysia.
Ia menjelaskan, sesuai UU Nomor 19/1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbunan, yang saat ini tengah direvisi DPR, setiap komoditas yang dilalulintaskan, baik antar area dalam wilayah Indonesia maupun dari dan ke luar negeri wajib dilaporkan kepada petugas karantina serta harus memenuhi persyaratan kesehatan karantina.
Hal untuk mencegah penyebaran hama dan penyakit berasal dari hewan dan tumbuhan, baik secara antar pulau ataupun selain itu, di Indonesia maupun dari luar negeri.
Diketahui, pada 2018, Badan Karantina Pertanian Mataram menggagalkan upaya pemasukan komoditas pertanian tanpa jaminan kesehatan sebanyak 177 kali. Di antaranya adalah burung, telur ayam, kulit sapi, madu dan daging sapi olahan. "Biasanya dari Malaysia dan Singapura," katanya.