Magelang (ANTARA) - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengajak masyarakat mencintai sejarah melalui pementasan teater tari "Aku Diponegoro" di Pendopo eks-Keresidenan Kedu di Kota Magelang, Kamis (28/3) malam.
"Belajar sejarah itu harus menarik, maka kita merekonstruksi sejarah Pangeran Diponegoro ini agar masyarakat melek sejarah. Kami ajak masyarakat mencintai sejarah, melestarikan tempat-tempat yang punya nilai sejarah," kata Direktur Sejarah Kemendikbud Triana Wulandari dalam keterangan tertulis di Magelang, Jumat.
Sekitar 70 penari dan 17 pemusik dari Institut Seni Indonesia (ISI) Solo melakukan pementasan dengan sutradara yang juga aktor Landung Simatupang itu.
Sekitar 50 pemain lainnya berasal dari Kota Magelang menjadi pemeran pendukung dalam pergelaran yang bercerita tentang kehidupan Pangeran Diponegoro sejak lahir hingga perjuangan melawan kolonial Belanda.
Ia menyebut Rumah Keresidenan (Gedung eks-Keresidenan Kedu di Kota Magelang) dipilih sebagai lokasi pementasan karena pada zaman dahulu menjadi tempat berunding Pangeran Diponegoro dengan Jenderal de Kock dalam Perang Jawa (1825-1830).
"Tapi ternyata (Pangeran Diponegoro, red.) ditipu dan ditangkap," ujarnya.
Ia menyebut pergelaran dalam rangkaian kegiatan Gerakan Melek Sejarah (Gemes) selama 28-31 Maret 2019 itu sebagai upaya melestarian warisan budaya bangsa.
Sejarah yang penyajiannya dikemas secara menarik, katanya, bisa menstimulasi semangat generasi muda untuk mencintai sejarah dan pahlawan.
Pada kesempatan itu, Triana juga meminta Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Kota Magelang berinisiatif menjadikan Rumah Keresidenan menjadi destinasi wisata sejarah.
Menurut dia, hingga saat ini belum banyak orang Magelang mengetahui nilai sejarah terkait dengan Rumah Keresidenan tersebut, padahal Pangeran Diponegoro telah menjadi ikon Kota Magelang.
"Kami ingin para pengambil kebijakan melirik Rumah Keresidenan ini jadi destinasi wisata sejarah, harus diuri-uri (dijaga), diangkat sebagai warisan leluhur bangsa," katanya.
Wali Kota Magelang Sigit Widyonindito mengharapkan seluruh kegiatan Gemes menginspirasi masyarakat untuk meneladan sosok Pangeran Diponegoro.
"Perjuangan Pangeran Diponegoro luar biasa ketika melawan penjajah, perang dari tahun 1825-1830, yang memakan korban 200.000 rakyat Indonesia. Ini tempat istimewa, beliau meringankan langkah untuk berunding, tapi terjebak. Semoga pementasan ini menginspirasi kita semua untuk meneladani beliau," katanya.
Rangkaian Gemes diawali dengan pementasan teater tari "Aku Diponegoro", pameran lukisan, pameran buku koleksi Direktorat Sejarah Kemendikbud, bedah literasi dengan menghadirkan penulis Peter Carey, Mikke Susanto, dan keturunan ke-7 Pangeran Diponegoro Ki Roni Sodewo. (hms)
"Belajar sejarah itu harus menarik, maka kita merekonstruksi sejarah Pangeran Diponegoro ini agar masyarakat melek sejarah. Kami ajak masyarakat mencintai sejarah, melestarikan tempat-tempat yang punya nilai sejarah," kata Direktur Sejarah Kemendikbud Triana Wulandari dalam keterangan tertulis di Magelang, Jumat.
Sekitar 70 penari dan 17 pemusik dari Institut Seni Indonesia (ISI) Solo melakukan pementasan dengan sutradara yang juga aktor Landung Simatupang itu.
Sekitar 50 pemain lainnya berasal dari Kota Magelang menjadi pemeran pendukung dalam pergelaran yang bercerita tentang kehidupan Pangeran Diponegoro sejak lahir hingga perjuangan melawan kolonial Belanda.
Ia menyebut Rumah Keresidenan (Gedung eks-Keresidenan Kedu di Kota Magelang) dipilih sebagai lokasi pementasan karena pada zaman dahulu menjadi tempat berunding Pangeran Diponegoro dengan Jenderal de Kock dalam Perang Jawa (1825-1830).
"Tapi ternyata (Pangeran Diponegoro, red.) ditipu dan ditangkap," ujarnya.
Ia menyebut pergelaran dalam rangkaian kegiatan Gerakan Melek Sejarah (Gemes) selama 28-31 Maret 2019 itu sebagai upaya melestarian warisan budaya bangsa.
Sejarah yang penyajiannya dikemas secara menarik, katanya, bisa menstimulasi semangat generasi muda untuk mencintai sejarah dan pahlawan.
Pada kesempatan itu, Triana juga meminta Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Kota Magelang berinisiatif menjadikan Rumah Keresidenan menjadi destinasi wisata sejarah.
Menurut dia, hingga saat ini belum banyak orang Magelang mengetahui nilai sejarah terkait dengan Rumah Keresidenan tersebut, padahal Pangeran Diponegoro telah menjadi ikon Kota Magelang.
"Kami ingin para pengambil kebijakan melirik Rumah Keresidenan ini jadi destinasi wisata sejarah, harus diuri-uri (dijaga), diangkat sebagai warisan leluhur bangsa," katanya.
Wali Kota Magelang Sigit Widyonindito mengharapkan seluruh kegiatan Gemes menginspirasi masyarakat untuk meneladan sosok Pangeran Diponegoro.
"Perjuangan Pangeran Diponegoro luar biasa ketika melawan penjajah, perang dari tahun 1825-1830, yang memakan korban 200.000 rakyat Indonesia. Ini tempat istimewa, beliau meringankan langkah untuk berunding, tapi terjebak. Semoga pementasan ini menginspirasi kita semua untuk meneladani beliau," katanya.
Rangkaian Gemes diawali dengan pementasan teater tari "Aku Diponegoro", pameran lukisan, pameran buku koleksi Direktorat Sejarah Kemendikbud, bedah literasi dengan menghadirkan penulis Peter Carey, Mikke Susanto, dan keturunan ke-7 Pangeran Diponegoro Ki Roni Sodewo. (hms)