Banjarnegara (Antaranews Jateng) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyerahkan hibah barang rampasan negara berupa mesin pengolah aspal (asphalt mixing plant/AMP) dan dua bidang tanah kepada Pemerintah Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.
Penyerahan hibah barang rampasan negara itu dilakukan Deputi Penindakan KPK Firli kepada Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono di Pendopo Dipayudha, Kabupaten Banjarnegara, Selasa siang, serta disaksikan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompimda) Banjarnegara dan seluruh kepala organisasi perangkat daerah.

Dalam acara tersebut, Deputi Penindakan KPK Firli berkesempatan memaparkan berbagai upaya yang dilakukan lembaga antirasuah itu dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi termasuk penanganan terhadap barang-barang rampasan negara yang sebelumnya merupakan barang sitaan atas kasus tindak pidana korupsi.

Menurut dia, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8 Tahun 2018, barang rampasan dapat dilelang dan dapat pula dihibahkan.

Ia mengatakan KPK juga telah menyerahkan atau mengibahkan sejumlah aset barang rampasan negara ke beberapa instansi.

"Kalau di sini tanah dan `asphalt mixing plant`, kita juga telah memberikan hibah kepada BNN di Jakarta, tanah 10.000 meter persegi," ucapnya.

Menurut dia, hibah tersebut diserahkan kepada pihak-pihak yang mengajukan permohonan dan melalui penetapan Menteri Keuangan atas usul Pimpinan KPK.

Lebih lanjut, Firli mengaku mendapat laporan bahwa di Kabupaten Banjarnegara sedang banyak dilakukan pembangunan fisik jalan.

"Saya pesan, tolong sampaikan ke rekan-rekan yang menjadi rekanan pemerintah daerah supaya betul-betul dilakukan sesuai dengan ketentuan," katanya.

Terkait dengan upaya pemberantasan korupsi, dia mengatakan lebih dari 169 daerah yang dipantau KPK dan terakhir kejadian operasi tangkap tangan (OTT) di Kabupaten Cianjur.

Menurut dia, Bupati Cianjur terkena OTT yang dilakukan KPK karena memotong dana alokasi khusus pendidikan untuk 140 sekolah sebesar 7 persen.

Ia mengatakan KPK pada tahun 2018 hingga saat ini telah melaksanakan 28 kali OTT, sedangkan pada tahun 2017 sebanyak 15 kali, tahun 2016 sebanyak 13 kali.

Bahkan dari 28 kali OTT yang dilakukan pada tahun 2018, kata dia, melibatkan sebanyak 22 kepala daerah, delapan anggota DPR dan DPRD, serta sejumlah pihak lainnya.

"Hari ini mungkin 29 (menjadi 29 kali OTT, red.), hari ini. Bapak ikuti saja, siapa nanti yang ke-29 karena tadi (dalam) perjalanan dari Cilacap (Bandara Tunggul Wulung Cilacap, red.) ke sini ada yang menelepon saya, `izin Pak Deputi, tanda tangan Pak Deputi siapa yang tanda tangan karena Pak Deputi keluar kota`, saya bilang `silakan tanda tangan Pak Direktur Penyidikan atas nama Deputi`," tuturnya.

Ia mengatakan biasanya jika ada perintah seperti itu, apalagi bertanya melalui telepon, akan ada OTT.

Sementara itu, Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono mengatakan terkait dengan pengalihan status penggunaan barang rampasan negara tersebut, pihaknya sangat mengapresiasi sebagai langkah yang sangat positif karena Pemerintah Kabupaten Banjarnegara akan lebih hemat dalam pengadaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk melaksanakan percepatan pembangunan serta mengatasi masalah ketertinggalan infrastruktur yang ada.

"Apabila dihitung secara ekonomis, hari ini Pemerintah Kabupaten Banjarnegara telah berhemat lebih dari Rp2 miliar, belum lagi pasti akan ada tambahan pendapatan dari barang hibah tersebut," ujanya.

Saat ditemui usai acara, Bupati mengatakan aset yang diserahkan KPK kepada Pemkab Banjarnegara dengan total nilai lebih kurang Rp2,1 miliar akan dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan di Banjarnegara.

Menurut dia, pihaknya akan segera memperbaiki peralatan AMP yang saat ini mengalami kerusakan karena terlalu lama dibiarkan, sehingga nantinya bisa digunakan untuk memroduksi aspal.

"Rencananya akan diserahkan ke perusahaan daerah untuk dikelola sehingga bisa mendapatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah)," katanya.

Berdasarkan laporan Pelaksana Tugas Koordinator Unit Kerja Labuksi KPK Titik Utami, barang rampasan negara yang dihibahkan kepada Pemkab Banjarnegara berasal dari benda sitaan yang kemudian menjadi barang bukti dalam perkara tindak pidana korupsi atas nama Amran H.I. Mustary yang merupakan mantan Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) Wilayah IX Maluku dan Maluku Utara.

Barang bukti yang dirampas untuk negara berdasarkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 129/Pid.Sus/TPK/2015/PN Jakarta Pusat tanggal 12 April 2017 itu berupa dua bidang tanah yang berlokasi di Desa Gumelem Wetan, Kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah, masing-masing seluas 3.496 meter persegi dan 700 meter persegi, serta satu paket peralatan dan mesin AMP.

Pewarta : Sumarwoto
Editor : Sumarwoto
Copyright © ANTARA 2024