Magelang (Antaranews Jateng) - Para seniman Sanggar Alfarabi Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan melakukan ekspedisi budaya bertema "Pajaga Lino" di pusat seni budaya Komunitas Lima Gunung di Studio Mendut, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Selasa sore.
    
Para seniman yang berjumlah 22 orang dari sanggar kesenian pimpinan Ichdar Yeneng Al Farabi itu menyuguhkan pertunjukan seni ritual "Ma'Jaga Lino" dan pertunjukan musik dengan tiga repertoar, masing-masing berjudul "Bassing in Love", "Tersesat", dan "Tualam".

Saat akhir pementasan selama sekitar dua jam dengan ditonton kalangan penikmat seni dan pemerhati budaya itu, mereka melakukan performa kolaborasi seni gerak dan musik dengan sejumlah seniman Komunitas Lima Gunung Kabupaten Magelang di bawah gerimis di panggung terbuka Studio Mendut yang mengangkat pesan tentang persaudaraan dan alam.

Ichdar mengatakan pementasan di Studio Mendut sebagai bagian dari empat kota yang menjadi sasaran ekspedisi budaya para seniman sanggar yang didirikan sejak 2007 itu. Tiga kota lain sebelumnya yang menjadi lokasi ekspedisi mereka secara mandiri, yakni Kota Makassar (Sulsel), Ngawi (Jawa Timur), dan Kota Surakarta (Jateng).

Tema ekspedisi budaya "Panjaga Lino", kata dia, terkait dengan pesan tentang pentingnya pelestarian tradisi budaya Bulukumba, usaha budaya dalam menjaga kelestarian alam, memperkenalkan tradisi budaya daerah itu kepada masyarakat luas, dan memperkuat usaha-usaha untuk mempertahankan tradisi budaya setempat.

Ia menjelaskan pertunjukkan seni ritual "Ma'jaga Lino" bercerita tentang hubungan manusia, alam, dan Sang Pencipta Alam, di mana manusia harus membangun keseimbangan hubungannya dengan alam dan Tuhan.

Sejumlah seniman dalam menyuguhkan seni ritual itu, antara lain menyajikan gerak tarian dan atraksi seni diiringi tabuhan musik khas Bulukumba.

Pertunjukan musik dengan repertoar "Bassin in Love", kata dia, tentang pentingnya manusia tidak takut menghadapi kematian karena takdir. Bassin adalah alat musik tiup seperti seruling yang dalam masyarakat Suku Kajang di Bulukumba, dimainkan saat ada kematian warga.

"Musiknya menceritakan tentang kebaikan almarhum," ujar dia sebelum pementasan yang antara lain disertai tabuhan alat-alat musik, seperti gendang makassar, gannung, suling, bassing, dan gong.

Ia menjelaskan repertoar musik berjudul "Tersesat" terkait dengan tradisi masyarakat Bugis-Makassar untuk selalu berjuang mencapai kemajuan hidup, sedangkan repertoar "Tualam" merepresentasikan aktivitas seniman sanggar itu yang memperkuat bangunan jiwa kepetualangan. "Tualam" artinya berpetualang.

"Komunitas sanggar kami selama ini sering melakukan pementasan di berbagai tempat, bisa di sawah, sungai, laut, di atas kapal pinisi yang sedang dibuat, dengan berbagai persiapan dilakukan sendiri, membuat panggung sendiri. Bahkan pementasan kami tidak harus ada penonton, itu proses memperkuat jiwa petualangan," ucapnya.

 Budayawan Komunitas Lima Gunung Sutanto Mendut memberikan apresiasi atas jalan seni budaya yang dilakukan para seniman Sanggar Alfarabi Bulukumba, terlebih tentang tema yang diusung menyangkut kepedulian terhadap alam, tradisi, dan budaya dalam ekspedisi budaya mereka di sejumlah kota itu.
 
"Perjalanan ekspedisi mereka bagian penting dari proses kebudayaan melalui jalan kesenian yang mereka hidupi secara mandiri. Mereka melakukan ekspedisi budaya dengan spirit pinisi dari leluhurnya," ujar dia.

Selama berlangsung pementasan "Pajaga Lino", pelukis kawasan Candi Borobudur Kabupaten Magelang Cipto Purnomo membuat karya lukis "on the spot" tentang suasana pementasan di panggung terbuka itu, sedangkan setelah pementasan para seniman Sanggar Alfarabi dan Komunitas Lima Gunung melalukan sarasehan budaya.

Pewarta : M. Hari Atmoko
Editor : Heru Suyitno
Copyright © ANTARA 2024