Semarang (Antara) - Unit Produksi Busana Sekar Ayu memanfaatkan gulma atau tumbuhan liar yang kerap dianggap sebagai hama untuk proses pewarnaan batik alami dalam produk-produk batiknya.

"Gulma itu, misalnya rumput-rumput liar, tumbuhan liar yang tumbuh di sekeliling," kata Ketua Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Unnes Dr Sri Endah Wahyuningsih di Semarang, Senin.

Diakui pengajar tata busaha FKK Unnes itu, gulma selama ini banyak dipandang sebelah mana karena dianggap pengganggu, padahal kegunaannya sangat banyak, salah satunya sebagai bahan pewarna alami.

Batik dengan pewarna dari gulma itu, kata dia, merupakan salah satu hasil inovasi penelitian dosen yang sempat tercatat dalam Museum Rekor Indonesia (Muri), sementara produknya juga sudah dipasarkan.

"Kami punya Sekar Ayu sebagai unit produksi busana. Selama ini, 'Sekar Ayu' sudah memproduksi berbagai produk busana, mulai batik dengan pewarna gulma, busana kerja, rajut, hingga aksesoris," katanya.

Beranggotakan tiga dosen tata busana FKK Unnes lainnya, Endah mengetuai Program Pengembangan Usaha Produk Intelektual Kampus (PPUPIK) pengembangan Unit Produksi Busana "Sekar Ayu" yang didanai kementerian.

Sebenarnya, kata dia, Sekar Ayu sudah dirintis sejak 2017 dengan memanfaatkan berbagai potensi yang dimiliki, termasuk berinovasi, salah satunya menciptakan pewarna batik alami dari gulma.
"Tak hanya busana, Sekar Ayu juga memproduksi beraneka aksesoris jilbab, tas, jas laboratorium, hingga goody bag. Dengan program ini, kami oba kembangkan unit produksi busana ini," jelasnya.

Sebagai salah satu program studi unggulan di PKK Unnes, kata dia, berbagai laboratorium tersedia sebagai penunjang, mulai laboratorium jahit, bordir, dan aneka peralatan pressing dan obras.

Menurut dia, "Sekar Ayu" dikembangkan sekaligus untuk penanaman jiwa dan keterampilan kewirausahaan terhadap kalangan mahasiswa, khususnya bidang tata busana sebagai bekal setelah mereka lulus.

"Jadi, mahasiswa yang mungkin kekurangan biaya praktik atau ingin penghasilan tambahan bisa membantu menjahit, dan sebagainya. Produk-produk yang dihasilkan kan juga dipamerkan untuk dijual," katanya.

Untuk harga produk busana dari Sekar Ayu, Endah menyebutkan cukup terjangkau, seperti baju zero waste dijual sekitar Rp70 ribu, kemeja sekitar Rp55 ribu dan paling mahal Rp180 ribu.

Sebagai galeri pamer, kata dia, disediakan pula Gedung Kewirausahaan Unnes (KWU) yang memamerkan berbagai produk busana yang bisa juga menjadi laboratorium bagi mahasiswa untuk berwirausaha.

"Produk-produk busana dari mahasiswa pun bisa ditampilkan di situ. Kan ada 'quality control' dulu untuk menyortir, kalau layak, ya, bisa dijual. Tetap ada seleksinya, tidak sembarangan," kata Endah.

Sementara itu, Dekan FT Unnes Dr Nur Qudus menyambut baik program PPUPIK yang dijalankan tim dari PKK Unnes untuk mengembangkan "Sekar Ayu" sebagai unit produksi busana dari jurusan PKK Unnes.

"Salah satu program unggulan kami memang unit kewirausahaan. Tetapi, berbeda dengan wirausaha yang bersifat umum, kalau di kampus lebih sebagai upaya hilirisasi riset dari para penelitinya," katanya.

Dicontohkannya, produk pewarna batik alami dari gulma yang diteliti pengajar PKK Unnes yang bisa menjadi alternatif dari pewarna kimia, belum lagi beraneka produk busana yang dikreasi mahasiswa dan dosen.

"Potensi kewirausahaan dari Jurusan PKK di FT paling tinggi dibanding jurusan-jurusan lainnya. Total mahasiswa di FT Unnes ada 4.000-an, dan
900-an di antaranya berada di Jurusan PKK," kata Qudus. 
 

Pewarta : Zuhdiar Laeis
Editor : Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024