Demak (Antaranews Jateng) - Nelayan di Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, mendapatkan bantuan 10.000 alat tangkap rajungan yang ramah lingkungan berupa bubu lipat tipe kotak, Sabtu.

Bantuan bubu secara simbolis diberikan kepada 18 nelayan dari Kelompok Usaha Bersama (KUB) Jolo Sutro di Desa Betahwalang, Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak, yang diserahkan Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Sjarief Widjaya, Sabtu (21/4).

Menurut Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Sjarief Widjaya jumlah bubu yang dipersiapkan sebanyak 10.000 unit, sedangkan yang siap diberikan sebanyak 1.800 unit dan setiap nelayan mendapatkan 100 unit bubu.

Puluhan ribu unit bubu yang dipesan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan tersebut, lanjut dia, dibuat oleh masyarakat Betahwalang, kemudian setelah jadi dibagikan kepada teman-temannya.

Bantuan kepada nelayan tersebut, kata dia, merupakan komitmen pemerintah untuk menjadikan laut sebagai garda depan dan masa depan bangsa dengan meningkatkan kesejahteraan nelayan dan menjaga sumber daya ikan agar tetap lestari dan berkelanjutan.

Sjarief menjelaskan agar sumber daya ikan tetap lestari, pemerintah tak henti-hentinya mengajak nelayan untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan yang ramah lingkungan.

Karena hasil laut di Kabupaten Demak didominasi rajungan, katanya, maka perlu dikelola dengan baik agar rajungan tetap ada hingga generasi berikutnya.

"Nelayan diharapkan tidak menangkap rajungan di bawah ukuran minimum dan bertelur," ujarnya saat memberikan sambutan di hadapan para nelayan Demak di halaman Balai Desa Betahwalang yang juga dihadiri Bupati Kabupaten Demak M. Nasir dan Wakil Bupati Demak Joko Sutanto.

Sementara jumlah kapal penangkap rajungan di desa ini, lanjut dia, terdapat 670 unit.

"Harga rajungan yang dijual dengan menggunakan bubu di Desa Betahwalang ini bisa mencapai Rp75.000 hingga Rp90.000 per kg," ujarnya.

Keunikan lain dari Desa Betahwalang ini, kata dia, nelayannya bisa membuat bubu lipat tipe kotaknya sendiri, bahkan mereka saat ini sedang bekerja sama dengan mahasiswa dari Universitas Diponegoro untuk pendataan hasil tangkapan serta membentuk daerah konservasi untuk keberlanjutan rajungan.

DJPT KKP telah membuat peraturan tentang rencana pengelolaan rajungan yang berkelanjutan melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 70/KEPMEN-KP/2016 tentang Rencana Pengelolaan Perikanan Rajungan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI).

Dalam Keputusan Tersebut, nelayan diminta untuk melakukan prinsip prinsip pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem Ecosystem Approach to Fisheries management (EAFM).

Pendekatan ini dimaksudkan untuk menyeimbangkan tujuan sosial ekonomi dalam pengelolaan perikanan (kesejahteraan nelayan, keadilan pemanfaatan sumber daya ikan, dan lain-lain) dengan mempertimbangkan ilmu pengetahuan dan ketidakpastian tentang komponen biotik, abiotik, manusia, dan interaksinya dalam ekosistem perairan melalui sebuah pengelolaan perikanan yang terpadu, konprehensif, dan berkelanjutan.

Sjarief mengatakan potensi perikanan rajungan di WPPNRl 712 (perairan Laut Jawa) paling besar di Indonesia.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 50/KEPMEN-KP/2017 tentang Estimasi Potensi, Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan, dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di WPPNRI mencapai 23.508 ton per tahun.

"Rajungan merupakan salah satu komoditi perikanan yang bernilai ekonomis tinggi, karena komoditi ini sangat diminati oleh masyarakat, baik dalam negeri maupun luar negeri," ujarnya.

Data statistik KKP menyebutkan rajungan berada dalam urutan ketiga komoditas ekspor produk perikanan setelah udang dan tuna/cakalang.

"Jumlahnya sekarang sudah banyak, saya harap nelayan bisa memanfaatkan ini dengan melakukan aktivitas penangkapan ikan yang ramah lingkungan," ujarnya.

Pewarta : Akhmad Nazaruddin Lathif
Editor : Heru Suyitno
Copyright © ANTARA 2024