Semarang (Antaranews Jateng) - Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Kota Semarang, Jawa Tengah, menilai fungsi unit layanan pengadaan (ULP) harus dioptimalkan dalam menjaring kontraktor yang bonafid dan profesional.
"Sebenarnya, ULP yang dimiliki pemerintah yang menangani pelelangan proyek merupakan filter terdepan dalam menentukan kontraktor pelaksana proyek," kata Ketua Gapensi Kota Semarang Devri Alfiandy di Semarang, Rabu.
Hal tersebut diungkapkannya menanggapi masih adanya sejumlah proyek pembangunan pada tahun 2017 yang molor dan tidak selesai hingga target yang ditentukan karena kontraktornya tidak bertanggung jawab terhadap pekerjaan.
Artinya, kata Devri, ULP harus lebih teliti dan akurat lagi untuk menjaring kontraktor yang kompeten, berkualitas, dan profesional sehingga bisa menyelesaikan pekerjaan secara bagus dan hasilnya bisa dirasakan masyarakat.
"Kami sudah memberikan masukan kepada beberapa dinas yang mempunyai sejumlah pekerjaan untuk memaksimalkan fungsi ULP. Bahkan, kontraktor dengan penawaran terendah pun tidak harus menjadi pemenang lelang," katanya.
Dari pengalaman pembangunan yang dilakukan tahun lalu, diakuinya bahwa banyak proyek yang bermasalah, seperti putus kontrak karena pekerjaan tidak selesai dan di-"blacklist" karena penawaran jauh dari pagu anggaran.
"Kalau mau memenangkan kontraktor harus dilihat dahulu, kantornya, tenaganya, kemampuannya bagaimana? Harga terendah, harus diklarifikasi dan diperiksa teliti. Sepanjang kontraktornya bonafide, tidak masalah," katanya.
Namun, kata dia, jika ada penawaran harga dari kontraktor yang nilainya sangat jauh di bawah kewajaran dan pagu patut menjadi tanda tanya. Pasalnya, bisa jadi kontraktor salah perencanaan atau persoalan lain.
"Yang jelas, kontraktor tidak mungkin mau rugi. Kalau memang harga penawarannya tidak wajar, bisa digugurkan dari proses lelang. Diklarifikasi dahulu sebab pelaksanannya bakalmengurangi kualitas dan kuantitas," katanya.
Ia prihatin dengan beberapa proyek pembangunan pada tahun 2017 yang tidak rampung hingga kontraktor di-"blacklist" sehingga harus menjadi evaluasi ULP dalam menentukan pemenang lelang pekerjaan pembangunan pada tahun 2018.
Beberapa contoh pembangunan 2017 yang dikerjakan dengan penawaran jauh di bawah pagu anggaran, seperti pembangunan Jalan W.R. Supratman Semarang yang dikerjakan dengan nilai kontrak Rp8,5 miliar dari pagu Rp12 miliar.
Menurut dia, penawaran pekerjaan yang masuk akal adalah selisihnya maksimal 20 persen dari pagu anggaran. Dengan demikian, jika selisih penawaran harga jauh di bawah ukuran itu, patut dipertanyakan proses pelaksanaan pekerjaannya.
"Kalau penawaran selisihnya 20 persen (dari pagu anggaran, red.) itu masih masuk akal," tegas Devri.
"Sebenarnya, ULP yang dimiliki pemerintah yang menangani pelelangan proyek merupakan filter terdepan dalam menentukan kontraktor pelaksana proyek," kata Ketua Gapensi Kota Semarang Devri Alfiandy di Semarang, Rabu.
Hal tersebut diungkapkannya menanggapi masih adanya sejumlah proyek pembangunan pada tahun 2017 yang molor dan tidak selesai hingga target yang ditentukan karena kontraktornya tidak bertanggung jawab terhadap pekerjaan.
Artinya, kata Devri, ULP harus lebih teliti dan akurat lagi untuk menjaring kontraktor yang kompeten, berkualitas, dan profesional sehingga bisa menyelesaikan pekerjaan secara bagus dan hasilnya bisa dirasakan masyarakat.
"Kami sudah memberikan masukan kepada beberapa dinas yang mempunyai sejumlah pekerjaan untuk memaksimalkan fungsi ULP. Bahkan, kontraktor dengan penawaran terendah pun tidak harus menjadi pemenang lelang," katanya.
Dari pengalaman pembangunan yang dilakukan tahun lalu, diakuinya bahwa banyak proyek yang bermasalah, seperti putus kontrak karena pekerjaan tidak selesai dan di-"blacklist" karena penawaran jauh dari pagu anggaran.
"Kalau mau memenangkan kontraktor harus dilihat dahulu, kantornya, tenaganya, kemampuannya bagaimana? Harga terendah, harus diklarifikasi dan diperiksa teliti. Sepanjang kontraktornya bonafide, tidak masalah," katanya.
Namun, kata dia, jika ada penawaran harga dari kontraktor yang nilainya sangat jauh di bawah kewajaran dan pagu patut menjadi tanda tanya. Pasalnya, bisa jadi kontraktor salah perencanaan atau persoalan lain.
"Yang jelas, kontraktor tidak mungkin mau rugi. Kalau memang harga penawarannya tidak wajar, bisa digugurkan dari proses lelang. Diklarifikasi dahulu sebab pelaksanannya bakalmengurangi kualitas dan kuantitas," katanya.
Ia prihatin dengan beberapa proyek pembangunan pada tahun 2017 yang tidak rampung hingga kontraktor di-"blacklist" sehingga harus menjadi evaluasi ULP dalam menentukan pemenang lelang pekerjaan pembangunan pada tahun 2018.
Beberapa contoh pembangunan 2017 yang dikerjakan dengan penawaran jauh di bawah pagu anggaran, seperti pembangunan Jalan W.R. Supratman Semarang yang dikerjakan dengan nilai kontrak Rp8,5 miliar dari pagu Rp12 miliar.
Menurut dia, penawaran pekerjaan yang masuk akal adalah selisihnya maksimal 20 persen dari pagu anggaran. Dengan demikian, jika selisih penawaran harga jauh di bawah ukuran itu, patut dipertanyakan proses pelaksanaan pekerjaannya.
"Kalau penawaran selisihnya 20 persen (dari pagu anggaran, red.) itu masih masuk akal," tegas Devri.